Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Hadhramaut; Pesona Kota Keilmuan

Avatar photo
47
×

Hadhramaut; Pesona Kota Keilmuan

Share this article

Hadhramaut merupakan negeri tandus nan kering kerontang, namun menawarkan sejuta kesejukan rohani, tentu karena nuansa keilmuan dan keberkahan di dalamnya. Dari negeri ini pula, telah lahir banyak ulama dan wali Allah yang mengemban tugas dalam penyampaian risalah dakwah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW untuk seluruh umat manusia.

Syariat Islam di Nusantara tak luput juga dari peranan Wali Songo yang mana mereka adalah para ulama dan wali Allah yang berasal dari keturunan Imam Muhajir Ahmad bin Isa r.a yang merupakan keturunan dari Sayyidina Husein bin Fatimah Az-zahra binti Rasulullah SAW.

Hadhramaut adalah sebuah provinsi yang berada pada bagian Yaman Selatan, memiliki dua pelabuhan perniagaan besar yaitu Mukalla dan Syihir. Adapun kota-kota yang terdapat di dalamnya ialah Tarim, Seiwun, Ghurfah, Ghail Bawazir, Al-Qasam, Inat, Syibam.

Dalam suatu riwayat dikisahkan, Sayyidina Abu Bakar As-shiddiq r.a. mengutus seorang sahabat yang bernama Ziyad bin Labid Al-Anshori kepada penduduk Tarim untuk melakukan ba’iat (janji setia) atas diangkatnya Sayyidina Abu Bakar As-shiddiq sebagai khalifah Islam pertama setelah wafatnya Rasulullah SAW.

Ketika sampai di kota tersebut, Ziyad menemukan mereka sedang melaksanakan shalat dzuhur berjamaah di sebuah Masjid, setelah mereka selesai, Ziyadpun menyampaikan maksud dan tujuannya datang ke tempat tersebut.

Ketika itu penduduk Tarim menyambutnya dengan senang hati dan tanpa penolakan sedikitpun. Kabar yang membahagiakan ini sampai dan diterima oleh Sayyidina Abu Bakar As-shiddiq dengan rasa syukur dan kegembiraan atas kelembutan hati para penduduk kota Tarim. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW bahwa penduduk Yaman adalah mereka yang memiki sanubari yang lembut dan beriman.

 Atas peristiwa tersebut, Sayyidina Abu Bakar mendoakan penduduk Yaman dengan 3 hal:

  • Agar Allah menjadikan negeri tersebut sebagai sumber lahirnya para ulama shalih.
  • Agar Allah memberkahi airnya hingga takkan pernah habis hingga akhir kiamat.
  • Agar Allah menjadikannya kota yang aman dan makmur.

Dengan demikian, Syekh Muhammad bin Abu Bakar Ba’abbad berpendapat “Bahwasanya Sayyidina Abu Bakar As-shiddiq r.a. akan memberikan syafaat khusus untuk mereka di akhirat kelak.”

Agama Islam tidak mampu berdiri sendiri dengan kokoh melainkan atas dasar ilmu dan pengetahuan, oleh sebab itu, seorang muslim yang baik tidak diperkenankan berada jauh dari cahaya ilmu dan ia berkewajiban untuk dapat mengikuti manhaj yang telah diajarkan oleh para nabi terdahulu melalui para ulamanya.

Habib Zein bin Ibrahim bin Smith mengatakan: “Tidaklah sama orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu, Allah akan memuliakan orang yang berilmu di atas orang yang tidak berilmu dengan derajat yang tinggi di sisi-Nya.”

Habib Umar bin Seggaf pernah berkata: “Sesungguhnya ilmu itu mampu mengangkat derajat seseorang, dan kebodohan dapat menghinakan martabat seseorang. Maka barangsiapa yang memiliki nasab mulia namun ia selimuti dengan kebodohan maka hinalah kehormatannya dan ia akan di tempatkan bersama dengan orang-orang bodoh. Karena tidaklah mulia nasab seseorang kecuali ia sendiri yang dapat menjadikannya mulia jika bergaul dengan para ulama dan menghiasi segala perbuatannya dengan ahlak para salafussalih serta menyempurnakan ilmunya dengan mengaplikasikannya dan ikhlas dalam perkataan dan perbuatannya.”

Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad berpendapat bahwa kebodohan adalah sumber dari malapetaka dan kemadharatan yang akan ditimbulkan oleh seseorang, dan orang yang seperti ini telah masuk dalam kategori yang disebutkan Rasulullah SAW dalam sabda-Nya: “Dunia itu terlaknat, begitu juga dengan apa yang berada di dalamnya, kecuali siapa saja yang berdzikir kepada Allah dan orang yang berilmu beserta penuntut ilmu.”

Penduduk negeri Hadhramaut sangat memperhatikan keilmuan yang telah diwariskan secara turun temurun dari para nabi terdahulu. Bahkan, pernah suatu masa terdapat lebih dari 300 mufti yang faqih di kota Tarim, dan di Syibam terdapat 60 mufti yang sekaligus mejadi qadhi Syafi’i dan Hanafi dalam waktu yang bersamaan.

Alkisah, Salman Aud Baldaram yang merupakan salah satu penduduk kota Tarim pernah menghadiri pengajian yang diadakan oleh habib Alwi bin Abdurrahman Assegaf di kota Seiwun. Dalam majlis tersebut, sang habib melontarkan suatu permasalahan fikih kepada para jamaah yang hadir ketika itu, namun tak satupun dari mereka yang mampu menjawab permasalahan fikih tersebut kecuali Salman.

Maka sang habibpun memanggilnya seraya menanyakan nama dan tempat tinggalnya, setelah mengetahui bahwa orang tersebut berasal dari Tarim, serentak habibpun merasa senang dan kembali bertanya bagaimanakah ia bisa mengetahui jawaban atas permasalahan tersebut.

Salman menjawab “Saya mengetahui permasalahan fikih tersebut karena saya mendengar habib Abdurrahman Al-Mashyur pernah membahas hal yang serupa.” Kemudian habib berkata kepada seluruh jama’ah “lihatlah kebenaran yang mereka (ahlu Tarim) katakan, sungguh belajarlah kalian kepada mereka walau dari pasar-pasar yang berada di kota Tarim”.

Begitulah Hadramaut, provinsi dengan kantong keilmuan di Yaman Selatan. Terletak sekitar 794 KM dari Ibu Kota Sana’a. Hadhramaut secara bahasa berarti “kematian telah hadir”. Namun, kematian yang dimaksud adalah kematian ambisi duniawi dengan mereguk manisnya ilmu. Hal ini adalah perantara mendekat kepada Sang Pencipta. Wallahu a’lam.

Kontributor

  • Faisal Zikri

    Pernah nyantri di Daarul 'Uulum Lido Bogor. Sekarang meneruskan belajar di Imam Shafie Collage Hadhramaut Yaman. Suka membaca, menulis dan sepakbola.