Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Hukum dan alasan diharamkannya mencela waktu dalam Islam

Avatar photo
38
×

Hukum dan alasan diharamkannya mencela waktu dalam Islam

Share this article

Waktu merupakan batasan lain selain ruang yang membatasi ruang gerak manusia di dunia. Pada hakikatnya waktu tidak memiliki sangkut paut apapun dengan suatu kejadian ataupun peristiwa yang terjadi.

Peristiwa yang terjadi adalah satu hal, sedangkan waktu kejadian adalah hal lain yang tidak memiliki kaitan kecuali penanda terjadinya peristiwa tersebut. Tidak ada “waktu sial” ataupun “kurang beruntung” bagi manusia karena semuanya ialah takdir yang ditentukan oleh sang pencipta.

Namun, terkadang manusia dengan mudahnya menjadikan waktu sebagai biang kerok atas suatu peristiwa. Mengatakan “zaman edan” karena melihat tingkah manusia di dalamnya yang buruk ataupun mengatakan “sepertinya hari ini adalah hari yang sial buat saya” acap kali terucap dari mulut orang-orang. Lantas bagaimanakah hukum mencela zaman (waktu) dalam Islam?

Imam Muslim dalam kitabnya “Shahih Muslim” hal 924 hadits no. 2246 meriwayatkan dari Abi Hurairah berkata demikian:

وحدثني زهير بن حرب حدثنا جرير عن هشام عن ابن سيرين عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: لا تسبوا الدهر فإن الله هو الدهر

“Menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb menceritakan kepadaku Jarir dari Hisyam dari Ibnu Sirin dari Abu Hurairah dari Nabi Saw bersabda: “Jangan kalian cela waktu karena Allah adalah waktu.”

 

Mengacu pada asbab al-wurud (sebab adanya) hadits tersebut terucap dari Nabi Muhammad Saw ialah bangsa Arab yang sering kali mencela waktu atau masa terjadinya suatu peristiwa atau musibah yang terjadi pada mereka.

Mereka tidak segan menyalahkan dan mencela waktu ketika terjadi suatu peristiwa yang tidak mengenakkan seperti kematian, kehilangan harta atau yang lainnya. Padahal hal tersebut tidak ada kaitannya sama sekali dengan waktu ataupun masa.

Hal tersebut sebagaimana dijelaskan Imam Nawawi dalam kitabnya “Syarah Shahih Muslim” Juz XV hal 3, ia berkata sebagai berikut:

وسببه أن العرب كان شأنها أن تسب الدهر عند النوازل والحوادث والمصائب النازلة بها من موت أو هرم أو تلف مال أو غير ذلك فيقولون يا خيبة الدهر ونحو هذا من ألفاظ سب الدهر فقال النبي صلى الله عليه وسلم: “لا تسبوا الدهر فإن الله هو الدهر أي لا تسبوا فاعل النوازل فإنكم إذا سببتم فاعلها وقع السب على الله تعالى لأنه هو فاعلها ومنزلها وأما الدهر الذي هو الزمان فلا فعل له بل هو مخلوق من جملة خلق الله تعالى ومعنى فإن الله هو الدهر أي فاعل النوازل والحوادث وخالق الكائنات

Sebab dari hadits tersebut ialah bangsa Arab yang sering kali mencela zaman ketika terjadi kejadian, peristiwa ataupun musibah yang menimpa mereka seperti kematian, pikun, hilangnya harta atau yang lainnya. Mereka berkata, “Wahai waktu yang sial dan semacamnya dari lafadz-lafadz yang berisi mencela kepada waktu.

Kemudian Nabi Saw bersabda, “Jangan kalian mencela waktu karena Allah adalah waktu” maksudnya ialah “Jangan kalian mencela yang menurunkan musibah karena ketika kalian mencela pelakunya maka celaan tersebut jatuh kepada Allah Ta’ala karena pada hakikatnya yang melakukan dan menurunkannya ialah Allah. Zaman yang merupakan waktu tidak memiliki usaha karena termasuk dari makhluk ciptaan Allah.

Maka makna “Allah adalah zamanialah yang menurukan musibah yang terjadi, yang menciptakan segala yang ada.

Dari penjelasan tersebut dapat dipaham bahwa tidak diperbolehkan untuk mencela waktu karena pada hakikatnya mereka yang mencela waktu sama saja dengan mencela penciptanya yaitu Allah Swt. Ketika  terjadi suatu peristiwa entah itu baik maupun buruk maka tidak ada kaitannya dengan waktu sial maupun waktu beruntung.

Demikian hukum dan alasan diharamkannya mencela waktu. Wallahu a’lam.

Kontributor

  • Alwi Jamalulel Ubab

    Alumni Khas Kempek, Cirebon. Mahasantri Ma'had Aly Saidussidiqiyah Jakarta.