Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Imam Malik Tidak Melafalkan Hadits Kecuali Dalam Keadaan Suci

Avatar photo
35
×

Imam Malik Tidak Melafalkan Hadits Kecuali Dalam Keadaan Suci

Share this article

Sebuah hadits hasan riwayat Imam At-Tirmidzi menyebutkan:

يُوشِكُ أَنْ يَضْرِبَ النَّاسُ أَكْبَادَ الْإِبِلِ يَطْلُبُونَ الْعِلْمَ فَلَا يَجِدُونَ أَحَدًا أَعْلَمَ مِنْ عَالِمِ الْمَدِينَةِ

“Hampir saja banyak orang mengencangkan untanya untuk pergi menuntut ilmu, mereka tidak mendapatkan seorang alim yang lebih berilmu daripada seorang alim (di) Madinah.”

Hadits ini kemudian dijelaskan bahwa maksud dari seorang yang alim (di) Madinah itu adalah Al-Umari, cicit sahabat Abdullah bin Umar bin Khattab ra. Namun banyak ulama generasi tabi’it tabi’in menjelaskan bahwa yang dimaksud dan diramalkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam hadits tersebut adalah Imam Malik bin Anas ra.

Imam Malik bin Anas ra. terlahir pada tahun 93 H. Dia berguru pada banyak ulama generasi tabi’in dan tabi’it tabi’in di Madinah. Karena budi pekerti, kecerdasan dan hafalannya yang kuat, banyak orang saat itu meminta dia menjadi gurunya. Bahkan di usia 17 tahun, dia sudah mempunyai majlis ilmu tersendiri dan banyak gurunya sendiri mengambil pelajaran dalam meriwayatkan hadits dari beliau, seperti Imam Az-Zuhri dan Rabi’ah yang tergolong ulama fikih Madinah kala itu.

Diriwayatkan bahwa saat datang ke Madinah, Khalifah Harun al-Rasyid mengirim utusan ke rumahnya. agar berkenan mengunjunginya di rumah dinasnya dan membacakan hadits-hadits Rasulillah SAW kepadanya. Namun beliau mengirimkan balasan bahwa Al-‘Ilmu yu’tâ wa lā ya’tî (ilmu itu semestinya didatangi bukan mendatangi). Atas balasan sang Imam, Khalifah Harun kemudian pergi mendatangi rumah beliau..

Baca juga: Bersyafi’i di Negeri Maliki

Pada saat membacakan dan menjelaskan hadits-hadits dalam kitab Al-Muwaththa`, Imam Malik ra. melihat khalifah menyandarkan punggungnya pada dinding. Melihat pemandangan itu, beliau berkata:

يا أمير المؤمنين، من إجلال رسول الله إجلال العلم

“Wahai Amirul Mu’minin, termasuk mengagungkan Rasulillah adalah menghormati ilmu.”

Maka bersegeralah Khalifah Harun duduk di hadapan beliau untuk mendengar dan mengambil pelajaran dengan seksama.

Hal demikian dilakukan oleh Imam Malik bukan karena ingin dihormati namun beliau ingin mengajari pada benak seluruh manusia baik yang sedang menjadi pejabat atau bukan tentang mashlahah syar’iyah,yaitu bagaimana semestinya sebuah ilmu dan ulama itu harus dihormati.

Imam Malik ra. sendiri masyhur di kalangan penduduk Madinah kala itu sebagai seorang ulama yang agung berbudi pekerti, figur yang sangat dipenuhi ketawadhuan dan jauh dari kata sombong serta sangat lemah lembut pada sesama.

Kedalaman dan keagungan budi pekertinya menjadikan rumah beliau tidak pernah sepi dari tamu yang datang, baik penduduk Madinah maupun pendatang.

Diriwayatkan bahwa ketika ada orang-orang yang datang bertamu di rumah beliau, maka pelayan akan menanyakan keperluan atau maksud kedatangannya. Jika bermaksud ingin sekadar sowan dan menanyakan sebuah masalah, beliau akan sesegera menemui mereka.

Namun jika bermaksud ingin mendengarkan hadits, maka beliau terlebih dahulu akan mandi, membersihkan diri sepenuhnya, memakai baju terbaik, memakai ‘imamah kepala, meletakkan surban di pundak, memakai wewangian dan meminta pembantunya menyiapkan majlis di rumah dengan bersih, rapi dan aroma wewangian bukhūr (dupa) yang akan selalu menyala sampai majelis selesai.

Hal demikian ini pernah ditanyakan pada beliau, dan sang Imam menjawab:

أُحِبُّ أنْ أُعَظِمَ حديثَ رسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم وأنْ لا أُحدِّثَ به إلا على طَهَارَةٍ مُتَمَكِّنًا

“Saya senang mengagungkan hadits Rasulillah SAW dan saya tidak akan melafalkannya kecuai dalam keadaan suci dan tenang.”

Banyak ulama memuji sosok beliau. Semisal Yahya bin Said al-Qattan, berkata, “Malik adalah Amirul Mukminin dalam bidang hadits.”

Imam Asy-Syafi’i yang tergolong murid beliau memuji, “Jika disebutkan nama-nama ulama maka Imam Malik adalah bintangnya.”

Ibnu Ma’in berkata, “Malik adalah sebagian hujjah (bukti) Allah swt. atas makhluk-mkahluknya.”

Imam Al-Bukhari berkata, “Tiada hadits yang paling sahih sanadnya melebihi sanad hadits Imam Malik yang menyambung sampai kepada Imam Nafi’ hingga Ibnu Umar ra.”

Baca juga: Keramat Syekh Ahmad Ad-Dardiri Ulama Al-Azhar Yang Gemar Bershalawat

Al-Allamah Syekh Ahmad Toha Rayyan, salah satu guru besar fikih mazhab Maliki di Al-Azhar dan juga anggota Dewan Senior Ulama Al-Azhar menceritakan dalam salah satu pengajiannya. bahwa setiap malam Imam Malik ra. selalu bermimpi Rasulullah SAW. Beliau sering mengendurkan ke bawah surban yang ada di kepala agar wajahnya tidak terlihat dan beliau tidak melihat.

Imam Malik ra. hanya ke kamar kecil pertiga hari sekali. Sejarang itu pun beliau sampai menyesal dan berkata,

و الله لقد استحيت من الله في كثرة تردّدي للخلاء

“Demi Allah, sungguh saya malu pada Allah swt. sebab seringnya saya masuk toilet.” Semoga kita beserta keturunan kita mendapat keberkahan ilmu dan budi pekerti dari Imam Malik ra. Allâhumma amîn.

Kontributor

  • Bakhrul Huda

    Kord. Akademik Ma'had Jami'ah UINSA Surabaya dan Tim Aswaja Center Sidoarjo.