Siapapun yang mengucapkan kalimat syahadat, harus diakui sebagai muslim, dijaga darah harta dan harga dirinya, tak peduli apapun iktikad yang tersembunyi di hatinya.
Rasulullah SAW berulang-ulang menyalahkan tindakan Usamah bin Zaid, yang dalam satu peperangan sempat membunuh musuh padahal musuh sudah mengucap syahadat, karena diduga kalimat syahadat itu diucapkan sekedar cari selamat dari pedang.
Kata beliau SAW kepada Usamah, “Kenapa tidak kamu bedah perutnya lalu kamu ketahui isi hatinya?” Artinya, urusan hati biar Allah saja yang menilai, kita hanya boleh melihat aspek lahiriah saja. (Lihat : HR Muslim 158)
Islam tidak memerangi atau membunuh orang kafir untuk memaksa mereka masuk Islam, tetapi Islam memerangi siapapun yang menghalangi tersebarluasnya dakwah Islam. (Jumhur fuqaha selain Syafi’iyah)
Baca juga: Mendudukkan Istilah Thaghut pada Makna Sebenarnya
Kemudian Islam memerangi siapapun yang memerangi Islam baik mereka sudah benar benar datang menyerang kaum muslim, atau baru merencanakan peperangan. Kaum muslim wajib angkat pedang membela diri saat ada serangan, juga boleh memulai serangan ke negeri yang merencanakan serangan. (Syekh Ramadhan Al -Buthi)
Islam berdamai dengan nonmuslim selama mereka mau menjalin perjanjian damai dan tidak berkhianat.
Seorang musyrik dari Najed bernama Amir bin Malik datang menemui Rasulullah SAW meminta agar beliau mengirim pendakwah mengajarkan Islam kepada kaum mereka.
Menyetujui permintaan ini, tujuh puluh sahabat pilihan yang alim alim, dikirim Rasulullah SAW. Misinya tidak lain mengenalkan dan mengajarkan Islam kepada ahli Najed.
Ternyata musyrikin Najed bermain licik, 70 sahabat mulia ini dikepung dibunuh semua kecuali satu orang yang berhasil lolos, Amr bin Umayyah Ad-Dlamri.
Dalam perjalanan pulang ke Madinah, Amr Ad-Dlamri bertemu dua orang musyrik yang diduga komplotan dari Najed. Segeralah ia bunuh keduanya.
Setiba di Madinah, dia melaporkan kabar ini kepada Rasulullah SAW, dan menceritakan bahwa dua orang yang dia bunuh ternyata bukan kelompok bani Amir dari Najed, melainkan Bani Kilab, kelompok musyrikin yang sudah mengikat perdamaian dengan muslimin.
Mendengar kabar ini, beliau sangat berduka atas wafatnya 70 sahabat yang beliau utus sebagai pendakwah, tetapi juga kecewa atas pembunuhan yang dilakukan sahabatnya terhadap dua orang musyrik.
Baca juga: Bagaimana Mencegah Diri Menjadi Teroris
Kata musyrik pada masa itu menunjuk kelompok penyembah berhala, yang statusnya lebih kafir dari pada kaum kafirin, yaitu Yahudi dan Nasrani.
Pada kasus pembunuhan ini, Rasullah SAW membebankan denda (diyat qatl) kepada Amr bin Umayyah Adllamri, dua ratus ekor unta. Tetapi, beliau mengajak penduduk Madinah baik muslim maupun nonmuslim untuk membantu Amr melunasi denda.
Inilah bukti bahwa Islam mengharamkan pembunuhan terhadap orang kafir selama mereka tidak memerangi Islam. Bahkan menghukum denda kepada muslim untuk diberikan kepada keluarga korban atas kekhilafannya.
Rasulullah SAW mengumumkan kepada Yahudi Bani Nadhir, kaum Yahudi yang tinggal di Madinah dan sudah mengikat perdamaian dengan Muslimin, dan selama ini hidup damai bersaudara dengan muslimin sebagai bagian dari rakyat Madinah, agar ikut membantu menyumbangkan hartanya kepada Amr bin Umayyah dalam rangka menyelesaikan denda pembunuhan.
Ternyata, mereka berencana jahat. Salah satu dari mereka hendak naik ke atas rumah, mengangkat batu besar, untuk dijatuhkan tepat mengenai Rasulullah SAW yang duduk di bawah.
Beruntung Rasulullah SAW mendapat kabar dari Allah atas rencana jahat ini, beliau bergegas pergi dan menyatakan permusuhan kepada Bani Nadhir. Perjanjian damai dibatalkan dan Bani Nadhir diusir keluar dari negara Madinah.
Baca juga: Nabi yang Bijaksana, Nabi yang Pemaaf
Atas provokasi dari Abdullah bin Ubai bin Salul (pimpinan orang munafik, yang mengaku sebagai muslim, bersyahadat, tapi berpihak kepada musuh Islam), menjanjikan bala bantuan 2000 pasukan yang siap membela Bani Nadhir memerangi Muslimin, membuat Bani Nadhir percaya diri, enggan keluar dari Madinah. Meski sebenarnya 2000 pasukan yang dijanjikan Bin Salul hanyalah hoaks.
Jihad pun terjadi, Rasul SAW mengumpulkan pasukan besar, mengepung mereka, merusak kebun kebun mereka, mengusir mereka agar segera keluar dari Madinah dengan meninggalkam semua harta benda kecuali yang bisa mereka bawa dengan onta. Tanah dan harta menjadi milik muslim.
Ini bukti bahwa Islam memerangi siapapun yang memerangi Islam, yang menghianati perjanjian damai, meskipun permusuhan mereka baru sebatas rencana yang belum terlaksana. Islam memerangi kaum yang menghianati perjanjian damai meski hanya satu dua orang yang mempelopori penghianatan.
Kaum Najed yang membunuh 70 sahabat nabi, menjadi sasaran serangan berikutnya, pada perang Zatu Riqo.
Abdullah bin Ubay bin Salul tidak dibunuh oleh Rasulullah SAW, karena dia secara lahir adalah muslim, meski kelakuannya sudah jelas jelas memusuhi Islam, pernah berkata buruk tentang Muhajirin, pernah membangun masjid Dhirar sebagai tempat Yahudi memata-matai kaum muslim, dan menjadi dalang ifki, tuduhan keji terhadap sayyidah Aisyah.
Baca juga: Benarkah Orang Murtad Harus Dihukum Mati?
Perlakuan sikap Rasulullah SAW dan para sahabat kepada orang munafik tetap sama sebagaimana kepada muslim lainnya.
Sayyidina Umar bin Khattab menawarkan diri agar diizinkan membunuh Abdullah bin Ubay Bin Salul, Rasul tidak mengizinkan.
Bahkan anak kandung dari Abdullah bin Ubay bin Salul, salah seorang sahabat taat, datang kepada Rasul menawarkan diri untuk membunuh ayahnya sendiri, agar bukan orang lain yang membunuh ayahnya. Beliau pun tidak mengizinkan, dan tetap mengangap Abdullah bin salul sebagai muslim.
Bahkan, ketika Abdullah bin Ubay bin salul pimpinan orang munafik ini meninggal dunia, putranya yakni Abdullah, meminta kain pakaian Rasulullah untuk dijadikan kafan ayahnya. Beliau pun dengan rela memberikannya. Roisul munafikin, pemimpin orang munafik, dikafankan dengan pakaian Rasulullah SAW.
Ini pelajaran penting agar ummat Islam tidak mudah menuduh sesama muslim sebagai munafik apapun alasannya apapun buktinya, selama mereka masih membaca kalimat syahadat dan menampakkan keislaman.
Rasulullah sengaja memberi contoh bagaimana memperlakukan seorang yang jelas-jelas munafik, diperlakukan sama dengan muslim lainnya, demi menutup celah bagi umatnya dari saling tuduh munafik, atau saling bunuh sesama muslim hanya gara gara klaim deteksi kemunafikan.
Disarikan dari Fiqh As-Sirah An-Nabawi karangan Syekh Ramadhan Al-Buthi
Bojonegoro, 9 Ramadhan 1440