Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Ka’bah Berganti Baju, Kiswah dalam Kisah

Avatar photo
23
×

Ka’bah Berganti Baju, Kiswah dalam Kisah

Share this article

Seperti yang sudah menjadi tradisi berabad-abad, setiap menjelang musim haji, kiswah ka’bah selalu diganti dengan yang baru, kalaupun ada perbedaan, mungkin timing prosesi penggantiannya, dan itu sangat kondisional. Seperti musim haji tahun ini, bersamaan dengan musim pandemi corona.

Kalau tidak ada perubahan, saya dengar kiswah ka’bah akan diganti sore hari ini (8 Dzulhijjah 1441H), dan dalam situasi pandemi Virus Corona ini, proses penggantiannya akan dilakukan sangat hati-hati dan memperhatikan protokol Kesehatan dengan ketat, agar tidak terjadi penyebaran virus justru di saat melakukan kegiatan yang sangat penting ini.

Pada tahun-tahun sebelumnya, di saat situasi normal dan tidak ada wabah penyakit seperti saat ini, biasanya penggantian kiswah ka’bah dilakukan pada pagi 9 Dzulhijjah, yaitu di saat para jamaah haji sedang menuju Arafah untuk wukuf di sana. Sehingga ketika mereka kembali ke Mekah keesokan harinya (10 Dzulhijjah), kiswah ka’bah yang mereka kelilingi saat tawaf ifadhah sudah kiswah yang baru.

Prosesi penggantian kiswah dilakukan dengan satu upacara khidmat, dihadiri oleh Ketua Umum Urusan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, dan para pejabat terkait di Kerajaan Arab Saudi.

Kiswah baru yang dibuat dan disimpan di Mugamma el Malik Abdul Aziz li Kiswatil Ka’bah (Komplek Kiswah Ka’bah al Musyarrafah “Raja Abdul Aziz”) diberangkatkan ke Masjidil Haram dalam iring-iringan yang sangat meriah. Tidak kurang dari 160 teknisi ahli yang bertugas memasang kiswah dengan sangat hati-hati.

Dalam tradisi yang ada, menjelang musim haji, penggantian kiswah lama dengan yang baru, bukanlah satu-satunya prosesi yang dilakukan terhadap kiswah. Ada kegiatan lain yang dilakukan, -mungkin saat melakukan ibadah haji kita tidak terlalu perhatian terhadap aktifitas ini-, yaitu mengangkat kiswah ka’bah ke atas, setinggi 3 meter.

Ini biasanya dilakukan pada 1 Dzulhijjah, tahun ini bertepatan dengan 22 Juli 2020. Lalu, bagian ka’bah yang terbuka tersebut ditutup dengan kain katun putih. Proses ini biasa mereka sebut sebagai “ihramul ka’bah” (mengihrami ka’bah).

Kenapa kiswah ditarik setinggi 3 meter? Seperti yang pernah saya denger, salah satu alasannya adalah untuk menghindari ditarik-tarik oleh jamaah dan untuk menyelamatkan kiswah.

Kita semua tahu, bahwa antara 1 – 9 Dzulhijjah, biasanya semua jamaah haji terkonsentrasi di Mekah, dan semua ingin memanfaatkan waktu untuk beribadah, salah satunya adalah tawaf, dan setiap yang tawaf ingin mendekat ka`bah dan mencium hajar aswad.

Mungkin kekhawatiran itu tidak relevan untuk musim haji tahun ini, karena disamping jumlah jamaah haji di musim covid-19 ini sangat terbatas, otoritas masjidil haram juga sudah memasang pembatas agar jamaah tidak menyentuh ka’bah. Tetapi tradisi menarik ka`bah tetap dijalankan.

Sebagai kiblat umat Islam, ka’bah yang dibungkus dengan kiswah warna hitam tersebut tampak anggun dan megah. Memandangnya, meskipun dari jauh, membuat hati kita sejuk dan adem. Bahkan ada yang histeris. Ah masak iya? Iya, benar, asli ini pengalaman, tepatnya waktu pertama kali ke Mekah sekitar tahun 1992 abad XX yang lalu.

Saya berangkat haji naik kapal “Saudi Moon atau dalam Bahasa Arabnya Qomar Saudi, orang Mesir nyebutnya Amar Saudi” dari Pelabuhan Safaga. Turun di pelabuhan Jeddah, kami singgah di Madinatul Hujjaj (asrama haji) dekat Pelabuhan.

Dalam perjalanan menuju Mekah, kami Masisir lima orang, berbagung satu satu bus dengan jamaah Mesir. Sepanjang jalan selama 1,5 jam tersebut suasana hening, suara talbiah dan doa-doa terdengar rengeng-rengeng, khusyu’.

Ketika sudah dekat Masjidil Haram, mata kami semua mencari-cari ka’bah di antara gedung-gedung tinggi, yang saat itu masih belum sebanyak sekarang. Tak lama kemudian gemuruh suara siul ala Mesir “lue lue lue lue lue “, dan tepuk tangan membuat suasana bus menjadi rame, ada yang berdiri sambil meneriakkan takbir, ada yang tetap duduk sambil tepuk tangan, tetapi semua mata tertuju pada ka’bah yang kokoh disinari lampu-lampu indah dari semua penjuru.

Kami berlimapun ikut senang, berdiri sambil membaca doa melihat ka’bah dan menyiapkan tas bawaan untuk siap-siap turun. Eh, ternyata “maktab” tempat dimana kami akan di drop masih setengah jam lagi, akhirnya duduk lagi.

(bersambung)

Kontributor

  • Muhlashon Jalaluddin

    Ustadz Mukhlason Jalaluddin, Lc, MA. adalah Rais Syuriah PCINU Mesir. Sehari-harinya berkantor di KBRI Cairo. Penikmat sejarah dan penulis buku ini berasal dari Jombang.