Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Ka’bah Berganti Baju, Kiswah Pasca Khulafaurrasyidin (3)

Avatar photo
31
×

Ka’bah Berganti Baju, Kiswah Pasca Khulafaurrasyidin (3)

Share this article

Sebagai satu kehormatan, kisah kiswah ka’bah tidak berhenti hanya pada masa khulafaurrasyidin, tetapi berlanjut pada masa-masa berikutnya.

Masa Dinasti Bani Umayyah

Dalam kekhalifahan Islam, setiap penguasa setelah Khulafaurrasyidin, memiliki kepedulian yang sama dalam memelihara masjidil haram. Sudah pasti karena Masjidil Haram dan Ka`bahnya adalah kiblat umat Islam di seluruh dunia. Ia menjadi poros pengaruh khalifah terhadap seluruh negeri yang berada dalam naungannya.

Maka tak heran, kiswah Ka`bah tidak luput dari perhatian itu. Mereka selalu berusaha memberikan inovasi terbaik yang bisa  dilakukan. Terlebih, masalah kiswah Ka`bah, tidak ada aturan syara khusus yang harus diikuti.

Berbeda dengan para pendahulunya, ketika Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan berkuasa, kiswah Ka`bah diganti dua kali dalam satu tahun. Yang pertama pada hari “Asyura” kiswah yang dipakai berasal dari “Dibaj”, sebuah tenun dari sutera asli berwarna-warni. Kalau dipakai sebagai bahan baju, biasanya Dibaj ini antara luar dan dalam sama-sama berbahan sutera.  Kiswah kedua dipasang pada bulan Ramadhan menyambut Idul Fitri dengan kain ber bahan “Qubbathi”.

Di masa kepemimpinan Yazid bin Muawiyah dan Abdullah bin Zubair, kiswah ka’bah dibuat dari bahan Dibaj khorsani (khas Khorasan, Iran).

Para khalifah dinasti Bani Umayyah memiliki kebiasaan memasang kiswah baru di atas kiswah yang lama. Maka banyak kiswah menumpuk di atas Ka’bah, menjadikan bangunan ka’bah menanggung beban berat.

Sehingga suatu saat pada masa khalifah Abu Abdullah Muhammad Almahdy dari dinasti Abbasiah pergi haji pada 777 M, pengelola Masjidil Haram melaporkan kekhawatirannya tentang banyaknya tumpukan kiswah yang dapat merusak kondisi ka’bah.

Berdasarkan laporan tersebut, khalifah menitahkan melepas semua kiswah yang menempel di Ka’bah. Seluruh dinding ka`bah dicat mulai dari bawah hingga atas. Lalu diberikan wewangian dari misk, ambar dan wewangian lainnya. Selanjutnya, Ka’bah ditutup menggunakan 3 kiswah, yang terbuat dari Qubbathi, Khaz dan Dibaj.

Walhasil beban  berat dari tumpukan kiswah masih seperti sebelumnya.

Masa Dinasti Bani Abbasiah

Di zaman khilafah dinasti Bani Abbasiah ini, teknologi tenun, pewarnaan kain, bordir, sulam maupun teknik menjahit sudah berkembang pesat. Maka kualitas pembuatan kiswah Ka`bah pun mengalami kemajuan. Saat itu, kota Tennis atau Tanis di sekitar Portsaid (Mesir) dikenal sebagai penghasil produk tenun sutera terbaik.

Sementara kota yang sangat terkenal dengan seni jahit dan bordir maupun sulam adalah kota Tunah (kota Minya sekarang) dan kota Shata (Damiyetta sekarang). Dari kota-kota di Mesir inilah kiswah Ka`bah dikirim ke Mekah.

Pada masa Khalifah Al Ma`mun, kiswah Ka`bah diganti tiga kali dalam satu tahun. Pada hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah) kiswah yang dipakai terbuat dari kain Dibaj berwarna merah. Penggantian kedua dilakukan pada awal bulan Rajab, kiswahnya yang dipasang terbuat dari kain Qubbathi. Ketiga kalinya diganti pada tanggal 27 Ramadhan, dengan kain Dibaj warna putih dipilih menggantikan kiswah sebelumnya.

Setelah masa Khalifah Al Ma`mun, dinasti Abbasiah mengganti kiswah setiap tahun dengan kain sutera berwarna hitam. Ketika Dinasti Abbasiah mulai melemah, penggantian kiswah ka`bah dilakukan bergantian oleh Wali (Gubernur) Mesir dan terkadang oleh Wali (Gubernur) Yaman.

Masa Dinasti Fathimiyah

Khalifah Muiz Lidinillah di Cairo membuat kiswah Ka`bah dengan sangat mewah, menggunakan jenis kain dan tenun yang sangat menawan dengan hiasan batu mulia di beberapa sisinya. Pada masa  ini, kiswah Ka`bah yang dikirim pernah berwarna putih, lalu berganti merah. Kiswah berwarna kuning pernah juga dipakai menghiasi Ka’bah disamping warna hitam.

Tetapi yang terkenal pada masa itu adalah kiswah ka`bah berwarna putih.

Masa Dinasti Ayyoubiah

Ketika Shalahuddin Al Ayyoubi berkuasa di Mesir, kiswah ka’bah yang dikirim ke Mekah setiap tahun berwarna hitam. Sejak saat itu, kiswah ka’bah hingga sekarang berwarna hitam.

Masa Mamalik

Bagi raja-raja Mamalik, kesempatan dan hak mengganti kiswah ka`bah adalah satu kehormatan yang harus dijunjung tinggi dan dipertahankan.

Dalam satu riwayat, pada tahun 1351M, raja Yaman “Almujahid” bermaksud melepas kiswah ka`bah asal Mesir dan akan menggantinya dengan kiswah ka`bah asal Yaman.  Hal itu diketahui oleh Emir Mekah yang melaporkannya kepada warga Mesir, maka pelakunya langsung ditangkap.

Usaha menggantikan kiswah ka`bah asal Mesir zaman itu juga pernah dilakukan oleh Penguasa Parsi dan juga Irak, tetapi para Sultan Mamalik tidak pernah membiarkannya.

Untuk mempertahankan keberlanjutan pengiriman kiswah setiap tahun, Raja Saleh Ismail  bin Nashir bin Qalawoon (Almalikus Saleh) pada tahun 750H membeli 3 desa di wilayah Qalyoubiyah dari dana Baitul Maal, lalu diwakafkan khusus untuk kepentingan kiswah ka`bah.

Kalau sebelumnya, kiswah ka’bah diganti  sebanyak 3, 2 atau 1 kali dalam setahun, maka sejak Abad VI Hijriyah, kiswah diganti sekali setiap tahun yaitu pada malam Idul Adha.

Dinasti Usmaniah

Dinasti Usmaniyah ketika berkuasa juga melanjutkan tradisi mengirim kiswah untuk mengganti kiswah yang lama. Setiap tahun iring-iringan yang membawa kiswah ka`bah dipimpin oleh Amirul Haj bersama rombongan haji asal Mesir menuju Mekah.

Bersambung…

Kontributor

  • Muhlashon Jalaluddin

    Ustadz Mukhlason Jalaluddin, Lc, MA. adalah Rais Syuriah PCINU Mesir. Sehari-harinya berkantor di KBRI Cairo. Penikmat sejarah dan penulis buku ini berasal dari Jombang.