Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Karangan Kitab Sebagai Karamah Ilmu Para Ulama

Avatar photo
12
×

Karangan Kitab Sebagai Karamah Ilmu Para Ulama

Share this article

Penulis menyangka dulu karamah hanya terbatas pada hal-hal di luar adat kebiasaan manusia. Seperti bisa terbang, jalan di atas air, bisa menempuh perjalanan jauh dengan sekejap mata, tahan bacok, mengubah kacang hijau jadi tentara, dan hal-hal yang lain yang berada dalam dimensi panca indera. Demikian yang sering diceritakan oleh guru-guru di pesantren.

Namun sebenarnya, karamah lebih luas dari semua itu. Ada karamah yang lebih besar dari hal-hal tersebut: karamah ilmu. Syekh Abdul Wahab Sya’rani dalam kitabnya, Ath-Thabaqat Ash-Sughra mengatakan tentang salah satu guru beliau, Imam Jalauddin As-Suyuthi.

“Sekiranya Imam As-Suyuthi tidak punya karamah selain kitab-kitab beliau, maka itu sudah cukup.” tulis beliau.

Syekh Abdul Wahab Asy-Sya’rani menganggap kitab-kitab ulama termasuk karamah bagi mereka.

Baca Juga:

Penulis suka sekali dengan penjelasan ini. Karamah indrawi, jauh berada di bawah karamah maknawi, yaitu karamah ilmu. Syekh Sayyid Abdur Rahim menyebutkan karamah Imam Asy-Syatibi ketika menjelaskan biografinya. Beliau mengatakan bahwa karamah terbesar yang dimiliki Imam Asy-Syatibi adalah kitab Asy-Syathibiyah (Nazam Qiraat yang berjumlah seribu seratus lebih).

Imam Ibnu Malik memiliki karamah yang tinggi pula, yaitu Alfiyah. Meski beliau diriwayatkan tak memiliki karamah terbang, atau jalan di atas air, Alfiyah Ibnu Malik merupakan karamah yang lebih besar dari itu semua. Nazam berkah ini diberi syarah (penjelasan), ikhtisahar (ringkasan), hasyiyah (catatan kaki) oleh dengan ulama-ulama setelahnya.

Ratusan kitab ditulis untuk nazaman Alfiyah penuh berkah ini. Jutaan orang dari berbagai generasi membacanya. Di madrasah Al-Azhar, di Hijaz, di Zaitunah, di pesantren-pesantren Indonesia, nazaman Alfiyah dihafal, dipahami, bahkan dijadikan wirid hingga meninggal. Bukankan ini juga karamah?

Imam Al-Baidhawi juga memiliki karamah yang luar biasa menakjubkan. Tafsir beliau diberikan hasyiyah hingga mencapai ratusan hasyiyah! Demikian ungkap guru penulis. Bukankah ini juga karamah? Begitu pula Imam An-Nawawi di mana salah satu kitabnya yang berjudul Minhaj Ath-Thalibin diberi syarah hingga lebih dari 200 kitab syarah oleh para ulama yang kitab-kitabnya dibaca berabad-abad di berbagai madrasah dunia.

Abu Ath-Thayyib Al-Mutanabbi, panglima para penyair juga tak kalah saing dengan Diwan-nya yang menginspirasi banyak penyair setelahnya. Yaqut Al-Hamawimenyebutkan bahwa Diwan Al-Mutanabbi merupakan diwan (antologi syair) yang paling banyak disyarah. Bagi penulis, kitab Diwan ini juga karamah yang dimiliki Al-Mutanabbi.

Ibnu Ajjurum, pengarang kitab Jurumiyah, memiliki karamah yang berwujud kitab beliau yang tipis itu tadi. Namun ratusan ulama memberikan syarah dan hasyiah atas kitap kecil itu. Bahkan tidak ada satu pun ulama pada awal-awal masa tahsil ‘ilm (menimba ilmu), kecuali telah membaca matan penuh berkah itu. Karamah Jurumiyah ini tentu jauh lebih besar daripada karamah-karamah yang berbentuk indrawi. Dan masih banyak lagi karamah-karamah ulama yang terinterpretasi dari karya-karyanya.

Karamah inderawi berhenti ketika orang yang diberi karamah meninggal. Karamah maknawi tetap mengalir keberkahannya meski orang-orangnya telah berada di bawah tanah. Bukankah Imam An-Nawawi, Imam Ibnu Malik, Ibnu Ajjurum dan ulama-ulama lain seperti mereka masih hidup bersama kita dengan kitab-kitabnya?

Madinatul Buuts, 7 Agustus 2020

Kontributor

  • Syihab Syaibani

    Asal Pulau Dewata Bali. Sekarang menempuh studi di Universitas al-Azhar Kairo Mesir. Menyukai talaqqi, ziarah dan syair Arab.