Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Keindahan Bahasa Al-Qur’an (3): Perbedaan Patron Kata dalam Ayat yang Berbeda

Avatar photo
28
×

Keindahan Bahasa Al-Qur’an (3): Perbedaan Patron Kata dalam Ayat yang Berbeda

Share this article

Sesudah membahas pemilihan diksi dalam bentuk Fi’il Mudhari’ dan Isim Fa’il sebagai salah satu gaya ungkap Al-Qur’an (at-ta’bîr al-qur’âni), kali ini penulis hendak menguraikan poin yang kedua.

Yaitu, penggunaan suatu patron kata dalam sebuah ayat kemudian diubah ke patron lain pada ayat yang berbeda, namun masih menggunakan satu akar kata yang sama. Cara ini termasuk di antara ketelitian ekspresi Al-Qur’an dalam menyampaikan makna.

Hal ini menunjukkan adanya perbedaan konteks yang dibicarakan sekaligus menjadi bukti bahwa Al-Qur’an benar-benar sangat memperhatikan ketelitian diksi yang ia gunakan.

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman,  

(QS. Qâf: 2) (بَلْ عَجِبُوا أَنْ جَاءَهُمْ مُنْذِرٌ مِنْهُمْ فَقَالَ الْكَافِرُونَ (هَٰذَا شَيْءٌ عَجِيبٌ

(QS. Hûd: 72) (قَالَتْ يَا وَيْلَتَىٰ أَأَلِدُ وَأَنَا عَجُوزٌ وَهَٰذَا بَعْلِي شَيْخًا ۖ (إِنَّ هَٰذَا لَشَيْءٌ عَجِيبٌ

(QS. Shâd: 5) (أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَٰهًا وَاحِدًا ۖ (إِنَّ هَٰذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ

Pada ketiga ayat tersebut kita bisa melihat bahwa di Surat Qâf hanya dikatakan (هَذَا شَيْئٌ عَجِيْبٌ),  pada Surat Hûd dikatakan  (إِنَّ هَٰذَا لَشَيْءٌ عَجِيبٌ), sementara pada Surat Shâd dikatakan (إِنَّ هَٰذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ).

Baca juga: Keindahan Bahasa Al-Qur’an (1): Diksi Fi’il Mudhari’ dan Isim Fa’il

Perbedaan redaksi dan bentuk patron kata di atas menunjukkan adanya kualitas atau kadar tingkat keheranan tokoh pada masing-masing ayat tersebut.

Sebagaimana diketahui, bahwa dalam ayat Surat Qâf di atas digambarkan keheranan orang-orang kafir atas datangnya seorang pemberi peringatan yang berasal dari kaumnya sendiri. Hal ini wajar karena dinilai mengusik hati mereka. Umat terdahulu pun demikian. Mereka kedatangan seorang pemberi peringatan yang berasal dari kaumnya sendiri. Karena itu, mereka hanya berkata; هَٰذَا شَيْءٌ عَجِيبٌ

“Ini adalah sesuatu yang ajaib”, tanpa adanya taukid (penegasan) yang menyertainya.

Sedangkan pada Surat Hûd, keheranan yang dibicarakan ayat lebih besar dari pada itu. Karena ini menyangkut sesuatu yang berada di luar jangkauan manusia. Yaitu keheranan Sarah, istri Nabi Ibrahim atas dirinya yang diberi kabar bahwa tidak lama lagi ia akan dikaruniai seorang anak. Padahal, ia sendiri sudah tua renta. Suaminya pun demikian. (Bahkan, konon umur Nabi Ibrahim pada saat itu telah mencapai 120 tahun. Sementara istrinya 99 tahun).

Maka tak heran, jika hal ini mengundang ketakjuban besar kepada yang bersangkutan. Karena seorang wanita -pada umumnya- yang sudah menopause (tidak haid lagi karena usia lanjut) sudah tidak bisa melahirkan. Terlebih ia bukan hanya tua renta, tetapi memang sudah sejak awalnya mengalami kemandulan (QS. adz-Dzâriyât: 29). Sehingga, kemungkinan melahirkan anak baginya sangatlah jauh -kalau enggan mengatakan mustahil.

Baca juga: Keindahan Bahasa Al-Qur’an (2): Sifat Idhlal (Penyesatan) bagi Allah dan Setan

Karena itu, kita bisa melihat perbedaan ayat pada surat Hûd tersebut dengan ayat Surat Qâf di atas. Yaitu dengan dipasangnya dua taukid (إنّ dan ل) yang berfungsi untuk mengokohkan makna yang dikandungnya. Yaitu Firman-Nya;

 إِنَّ هَٰذَا لَشَيْءٌ عَجِيبٌ

“Sungguh ini benar-benar sesuatu yang sangat aneh.”

Sedangkan pada Surat Shâd, keheranan yang digambarkan lebih besar lagi daripada keduanya. Yaitu ketakjuban orang-orang musyrik ketika ia kedatangan seorang pemberi peringatan yang menyeru kepada agama tauhid. Mereka berkata;

أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَٰهًا وَاحِدًا إِنَّ هَٰذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ

“Apakah dia (seorang pemberi peringatan itu) menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar sesuatu yang sangat-sangat mengherankan.”

Bagaimana tidak! Orang-orang musyrik yang kemusyrikannya telah mendarah daging melihat adanya seorang penyeru yang membawa keyakinan yang bertolak belakang dengan keyakinan mereka. Yaitu mengajak untuk meninggalkan kesyirikan menuju menyembah Dzat Yang Maha Esa. Padahal, menyembah berhala bagi mereka itu telah menjadi keyakinan yang telah berurat-akar.

Sementara kita mengetahui, ajaran Islam pertama kali yang disebarkan bukanlah menyangkut ibadah atau muamalah, tetapi aqidah. Sesuatu yang langsung bersinggungan erat serta bersebrangan dengan kefanatikan mereka.

Sehingga, ketika seorang pemberi peringatan itu mengajarkan kalimat tauhid (لا إله إلا الله) kepada mereka, mereka sangat geram dan meneriakkan bahwa mengangkat pedang di medan peperangan yang panjang itu tidak akan segan dilakukannya hanya untuk menolak kalimat ini. Artinya, peperangan lebih mudah baginya ketimbang mengucapkan kalimat tersebut.

Kerena itu, redaksi yang digunakan pada Surat Shâd dalam menggambarkan hal ini selain dengan menyertakan dua adat taukid, juga tidak lagi menggunakan patron kata عَجيب, tapi telah diubahnya ke bentuk lain menjadi عُجاب.

Dari sinilah, kalimat yang mengikuti pola فُعال menurut orang Arab lebih mantap dari pada kalimat yang mengikuti pola فَعيل. Semisal Anda berkata; هو شجيع, itu berarti bahwa dia yang Anda maksud itu adalah seorang yang sangat pemberani. Tetapi ketika Anda mengatakan; هو شجاع, itu menunjukkan bahwa dia tidak hanya sekedar seorang yang sangat pemberani lagi, tetapi seolah-olah sudah tidak memiliki rasa takut sama sekali.

Dengan demikian, adanya perpindahan patron kata pada suatu ayat ke bentuk lain dalam akar kata yang sama, telah berhasil mengundang imajinasi mitra bicara untuk menggambarkan sebagaimana hal di atas, sekaligus membuktikan bahwa Al-Qur’an dalam hal ini benar-benar menaruh perhatian besar terhadap diksi atau pilihan kata yang digunakannya.

Maha benar Tuhan dengan segenap keindahan dan ketelitian kalam-Nya. Wallahu A’lam.

Sumber: Fadhil, Sholih. 2016. At-Ta’bîr Al-Qur’âny. Kairo; Dâr Ibn Katsîr

Kontributor

  • Hasyim Asy'ari

    Asal Demak Jawa Tengah. Alumni Ponpes Pasca Tahfiz Bayt Al-Qur'an, Pusat Studi Al-Qur'an asuhan Prof. Dr. Quraish Shihab. Sekarang sedang menempuh pendidikan di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir