Sudah masyhur bahwa ketika Rasulullah wafat, baju perang beliau masih dalam keadaan digadaikan kepada orang Yahudi bernama Abu Syahm, dengan 30 sha’ gandum. Diketahui bahwa Abu Syahm ini juga seorang penjual khamar (minuman keras).
Yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa Rasullullah menggadaikan baju perangnya ke tangan Yahudi, padahal masih banyak dari golongan sahabat yang kaya seperti Abdurahman bin Auf, Zubair bin Awam dan yang lainnya?
Sayyid Muhammad bin Ahmad bin Umar asy-Syatiri dalam bukunya Syarah Al–Yaqut An–nafis mengutip dua hikmah sebagai jawaban atas pertanyaan diatas.
Pertama: Rasulullah mengajarkan bahwa boleh bagi seorang muslim dalam keadaan tertentu bertransaksi dengan orang yang hartanya bercampur antara halal dan haram.
Baca juga:
Kedua: Rasulullah mengetahui andai saja beliau berhutang kepada para sahabat dengan menjadikan baju perangnya sebagai jaminan maka para sahabat pasti dalam tempo tertentu akan membebaskannya. Rasulullah mengajarkan kepada kita sebagai seorang muslim semestinya harus memiliki keluhuran jiwa dan tidak berharap pada apa yang ada dalam tangan orang lain. Hal ini sejalan dengan sabdanya.
عن سهل بن سعد الساعدي ازْهَدْ في الدنيا يُحبُّك اللهُ، وازهَدْ فيما عند الناسِ يُحبُّك الناسُ
Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’d as-Sa’ini, Rasulullah saw. bersabda, “Zuhudlah terhadap dunia niscaya Allah akan mencintaimu. Dan zuhudlah terhadap apa ada di sisi (milik) orang-orang, niscaya orang-oran akanmencintaimu.”
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah bernomor 4102 dan Abu Nu’aim dalam Hilyatul Aulia’ juz 3 halaman 252.
Melihat kisah di atas para ulama menyimpulkan bahwa diperbolehlan bermuamalah dan bertransaksi dengan orang yang kebanyakan hartanya adalah harta haram. Tetapi jika seseorang meyakini bahwa benda yang diberikan kepadanya adalah barang haram, secara sepakat ulama menghukumi haram bahkan dimasukan dalam kategori ‘ianah (membantu keharaman).