Scroll untuk baca artikel
Ramadhan kilatan
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Ketika Jam’ul Jawami’ Jadi Ujian Hidup, Kiai Afif Jawabannya

Avatar photo
579
×

Ketika Jam’ul Jawami’ Jadi Ujian Hidup, Kiai Afif Jawabannya

Share this article
Ngaji Syarah Jam'ul Jawami' sama Kiai Afif itu bukan cuma pengalaman belajar, tapi semacam ritual upgrade otak yang bikin kita makin pinter.
Ngaji Syarah Jam'ul Jawami' sama Kiai Afif itu bukan cuma pengalaman belajar, tapi semacam ritual upgrade otak yang bikin kita makin pinter.

Pernah enggak sih, kamu lagi ngaji kitab kuning, terus tiba-tiba mikir, “Ini beneran ilmu apa kode rahasia buat masuk Freemason?” Nah, kalau pernah, kemungkinan besar kamu lagi baca kitab Ushul Fikih. Dan di antara para begundal-begundal kitab ini, ada satu nama yang kayak monster di game level terakhir: Jam’ul Jawami’. Karya Imam Tajuddin As-Subuki yang hidup berabad-abad lampau. Judulnya aja udah bikin curiga: “Kumpulan dari Kumpulan-kumpulan.” Kayak judul mixtape dangdut koplo yang isinya kumpulan remix dari remix yang udah ada. Cuma bedanya, ini bikin otakmu overheat.

Isinya? Ampun. Ini bukan buku resep masakan atau panduan self-improvement biar cepet kaya. Ini isinya dalil, kaidah, dan perdebatan ulama yang kalau dibaca sepintas doang, kamu pasti langsung ngecek Google Maps, “Ini beneran di pesantren apa lagi nyasar ke seminar metafisika?” Pokoknya, rumitnya itu di luar nalar sehat manusia biasa.

Nah, karena Jam’ul Jawami’ ini memang levelnya udah dewa, banyak ulama mencoba menjinakkannya dengan bikin syarah (penjelasan). Salah satu yang paling terkenal itu Syarah Jam’ul Jawami’ yang ditulis oleh Jalaluddin Al-Mahalli. Kiai Afif sendiri waktu saya ngaji itu ya pakai syarahnya Al-Mahalli ini.

Dan ini dia bagian lucunya; Al-Mahalli ini, di bukunya, bilang kalau syarahnya ini “سهل للمبتدئين” — alias “mudah untuk pemula.” Halah! Pemula yang mana dulu ini? Pemula level dewa yang dari orok udah nge-hack internet?

Faktanya, meski sudah disyarahi Al-Mahalli, kitab itu tetap aja bikin kita jedotin kepala. Sampai-sampai, di kitab Hasyiyah Al-Bannani (penjelasan atas syarah al-Mahalli itu), ada ulama yang ngedumel sambil ngasih bantahan:

قد يقال: كيف ذلك مع أن شرحه هذا قد عجزت عن فهمه فحول العلماء.

Kira-kira begini: “Lah, gimana ceritanya ‘mudah buat pemula’, lha wong penjelasannya (syarah Al-Mahalli) itu aja bikin para pentolan ulama pada nyerah nggak paham?!”

Bayangin, para pro player aja angkat tangan, apalagi kita yang cuma remahan rengginang di lautan ilmu ini. Enggak heran kalau dulu banyak teman santri yang kalau udah ngaji kitab ini, bawaannya pengen buru-buru wisuda terus balik kampung, buka usaha angkringan atau ternak lele. Katanya sih lebih realistis.

Tapi ya Tuhan, di tengah kegelapan yang bikin putus asa itu, muncullah secercah cahaya. Ibarat lagi nyasar di hutan belantara dan tiba-tiba ketemu Indomaret. Cahaya itu bernama Kiai Afifuddin Muhajir. Beliau ini bukan sekadar baca teks terus terjemah. Beliau itu spesialis penjinak kerumitan, trainer Ushul Fikih yang bikin materi seberat 10 ton jadi kayak biskuit bayi.

Saya masih ingat betul, bagaimana dengan tenang Kiai Afif menguraikan satu per satu kalimat yang tadinya saya kira cuma deretan huruf yang lagi demo. Beliau itu kayak hacker handal yang bisa membongkar kode terumit sekalipun. Tiap dalil, tiap kaidah, tiap perselisihan ulama yang tadinya bikin kepala saya berasap, mendadak jadi masuk akal. Oh, jadi begini toh alurnya? Oh, jadi begitu toh maksudnya? Rasanya kayak semua potongan puzzle yang berserakan di lantai, tiba-tiba nyambung jadi gambar pemandangan indah. Indahnya Jam’ul Jawami’ itu baru kelihatan kalau Kiai Afif yang ngejelasin.

Kiai Afif enggak cuma mengajarkan “apa” isi kitab, melainkan “bagaimana” cara berpikir seorang Ushuli. Kami enggak cuma dituntut hafal kaidah di luar kepala, tapi diajak mikir kenapa kaidah itu ada, bagaimana ulama dulu merumuskannya dengan perjuangan berat (pasti ngopi berat juga), dan kenapa kita harus pusing-pusing mikirin itu sekarang. Beliau juga sering banget ngaitin Ushul Fikih sama masalah-masalah kekinian yang kadang bikin kita garuk-garuk kepala sebelah kanan. Jadi, ilmu yang tadinya kesannya cuma buat jadi bahan debat di media sosial, mendadak jadi relevan buat kasus-kasus di dunia nyata. Ini nih yang bikin saya ngerasa, “Wah, ilmu ini berguna juga, bukan cuma buat pamer sertifikat atau ijazah!”

Ngaji Syarah Jam’ul Jawami’ sama Kiai Afif itu bukan cuma pengalaman belajar, tapi semacam ritual upgrade otak yang bikin kita makin pinter. Beliau enggak cuma bikin saya paham Ushul Fikih, tapi juga ngajarin cara berpikir ala Ushuli. Bagaimana membangun argumen yang enggak gampang di-KO lawan, bagaimana menelusuri akar masalah hukum sampai ke dasarnya, dan yang paling penting, bagaimana bersikap santai tapi tetap hormat sama perbedaan pendapat yang (ternyata) punya landasan keilmuan yang kuat.

Nah, kalau kamu penasaran seberapa manjur ilmu Kiai Afif ini, ada buktinya. Sebagian kecil dari materi Jam’ul Jawami’ (dan ilmunya yang luas itu) yang pernah beliau sampaikan di pengajian, terangkum dalam sebuah buku tipis tapi nampol karya beliau sendiri, yang diberi judul Taisir al-Wushul Ila Ilmi al-Ushul. Judulnya saja sudah menjanjikan: “Memudahkan untuk sampai ke Ilmu Ushul Fikih.” Kalau Kiai Afif yang nulis, memang benar-benar memudahkan. Ibaratnya, kalau Jam’ul Jawami’ itu gunung Everest yang bikin kaki pegel, maka buku Taisir al-Wushul ini adalah tangga darurat yang ramah bagi para pendaki pemula.

Singkat kata, Kiai Afifuddin Muhajir dengan kealimannya yang bikin geleng-geleng kepala adalah berkah tak terhingga bagi dunia pesantren dan para santri yang otaknya sering eror. Beliau membuktikan kalau ilmu setinggi langit pun bisa disampaikan dengan gaya yang membumi, mengalir, dan mencerahkan. Saya cuma bisa bersyukur, pernah jadi salah satu santri yang kecipratan magic beliau yang bikin otak encer itu. Kalau enggak, mungkin sekarang saya lagi sibuk ngitung jumlah rumput di lapangan, bukan nulis ginian.

Kontributor

  •  Wandi Isdiyanto

    Saat ini menjadi tenaga pengajar Ma'had Aly Situbondo. Tinggal di Banyuwangi Jawa Timur. Meminati kajian tafsir, hadits, fikih, ushul fikih dan sejarah.