Nikmat hidup di Dunia yang diberikan Allah SWT kepada hambanya, tak akan bisa dihitung. Kita hambanya, selayaknya menggunakannya dengan baik untuk kepentingan hidup di Dunia dan mempersiapkan kehidupan di Akhirat kelak.
Untuk dapat memanfaatkan nikmat-nikmat Allah SWT yang sangat melimpah tersebut, tentunya membutuhkan ilmu yang baik agar dapat memanfaatkan nikmat Allah SWT dengan baik dan berkah di Dunia dan Akhirat.
Ilmu menjadi penting, agar kita tidak merugi di Dunia dan Akhirat akibat ketidak tahuan kita terhadap nikmat Allah SWT dan tergolong dalam golongan yang merugi.
Firman Allah SWT: “Dan mereka berkata: “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala.”
(QS. Al-Mulk : 10)
Menuntut ilmu dalam Islam merupakan sebuah kewajiban yang memiliki derajat keutamaan (afdhal). Sebagaimana Sabda Nabi SAW :
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim.” (HR. Ibnu Majah dari sahabat Anas bin Malik ra)
Keutamaan diwajibkannya menuntut ilmu, berimbang dengan derajat yang tinggi bagi para pelakunya. Ketinggian derajat orang-orang berilmu terekam dalam Al-Qur’an Surat Al-Mujadilah ayat 11 :
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَكُمْۚ وَاِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَانْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Orang-orang ber-ilmu juga diberikan “jaminan” kemudahan serta kemuliaan di Dunia dan Akhirat serta kekalnya pahala yang diterimanya kelak sebab ilmu yang dimilikinya.
Al-Qur’an, Surat Al-Baqarah ayat 269 menerangkan adanya “jaminan” kemudahan di Dunia dan Akhirat :
يُّؤْتِى الْحِكْمَةَ مَنْ يَّشَاۤءُ ۚ وَمَنْ يُّؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ اُوْتِيَ خَيْرًا كَثِيْرًا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ اِلَّآ اُولُوا الْاَلْبَابِ
Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).
Kekalnya pahala bagi orang-orang berilmu, disampaikan Rasulullah Muhammad SAW:
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ وَعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ وَوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَه
“Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh.” (HR. Muslim)
Dengan begitu banyaknya fasilitas kemudahan serta jaminan-jaminan yang diberikan Allah SWT kepada para penuntut ilmu dan bahkan kepada orang-orang ber-ilmu (alim/ulama), maka berimbang juga dengan tuntutan bagi mereka untuk mengamalkan ilmu yang dimilikinya.
Ilmu yang dipelajari dan dimiliki, tidak hanya sekedar disimpan atau digunakan untuk kepentingan pribadi semata namun juga dituntut untuk disebarkan kepada khalayak luas.
Tuntutan untuk mengamalkan ilmu yang dimiliki seorang Mukmin, terekam dalam Al-Qur’an Surat Ash-Shaf ayat 2-3 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ
2. Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?
3. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.
Begitu pula Nabi SAW berkata, “Perumpamaan ilmu yang tidak diamalkan seperti harta yang tidak dinafkahkan di jalan Allah.”
Bahkan al-Fudhail ibn Iyadh yang dikenal masyhur sebagai seorang perampok dan akhirnya bertaubat dan menjadi salah satu guru Imam Syafi’i, menegaskan celakanya orang-orang ber-ilmu yang tidak mengamalkan ilmu yang dipelajari/dimilikinya.
Beliau al-Fudhail mengatakan, “Seorang alim masih dianggap bodoh atas apa yang ia ketahui, sampai ia mengamalkan ilmunya.”
Begitulah tuntutan kewajiban kita sebagai hamba Allah SWT, yang tidak hanya wajib menuntut ilmu. Namun juga dituntut untuk mengamalkan ilmu yang kita pelajari atau miliki agar dapat menggapai keutamaan hidup di Dunia dan Akhirat.
Maka marilah mulai mensyukuri nikmat Allah SWT yang diberikan pada kita sekalian, dengan mempelajari ilmu, kemudian mengajarkannya sekaligus mengamalkannya, Ta’allama wa ‘Allama wa ‘Amila bi ‘Ilmihi. Wallahu a’lam bishawab.