Mahaguru Tasawuf Sunni al-Azhar Mesir, Prof. Dr. Syekh Muhammad Muhanna mengatakan bahwa kitab hikmah al-Hikam anggitan Imam Ibnu Athaillah as-Sakandari memiliki signifikansi besar dalam membangun spiritualitas manusia.
Menurut Syekh Muhammad Muhanna, kitab al-Hikam Al-Athaiyah tidak sekadar ekspresi perasaan yang dituangkan dalam kata-kata sastrawi. Lebih dari itu, setiap hikmah dalam kitab tersebut mengungkap tahapan demi tahapan yang dilalui oleh Ibnu Athaillah, selayaknya tahapan yang dilewati oleh setiap salik, peniti jalan menuju Allah.
“Kitab al-Hikam mencerminkan sekian banyak tahapan, maqam dan ahwal yang telah dialami, dilewati dan dicapai oleh Ibnu Athaillah sebagai hasil dari mujahadah dan keberhasilan perjalanan beliau menuju Allah,” kata Guru besar hukum Islam di Universitas al-Azhar itu saat menjadi pembicara utama dalam program tasawuf yang disiarkan stasiun TV Mesir, Al-Nas.
Menurut Mursyid Tarekat Asyirah Muhammadiyah Syadziliyah Mesir itu menjelaskan bahwa hikmah adalah aturan-aturan hukum tentang bagaimana meletakkan sesuatu pada tempatnya.
“Hikmah datang setelah ilmu, karena itu para ulama mengatakan bahwa hikmah adalah aturan-aturan hukum terhadap ilmu sehingga kedudukannya lebih tinggi daripada ilmu,” kata Penasihat Imam Akbar Al-Azhar bidang Kerja Sama Luar Negeri itu.
Terkait hikmah, Syekh Muhanna menjelaskan bahwa ada hikmah yang sifatnya anugerah pemberian Allah, dan ada hikmah yang diperoleh setelah mencarinya. Namun hikmah pada hakikatnya, adalah hikmah yang Allah berikan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.
Beliau menambahkan bahwa seseorang yang diberi hikmah, berarti ia juga dianugerahi hukum (kemampuan menetapkan keputusan berdasarkan syariat).
Syekh Muhanna mengutip dua ayat al-Quran berikut terkait hikmah:
مَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
“Dan barang siapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak.” (Al-Baqarah: 269)
وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ ۚ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri.” (Luqman: 12)
Kata hikmah disebutkan berulang kali dalam al-Quran dan sunnah. Para ulama mengartikannya pun beragam. Ada yang mengartikan hikmah sebagai nubuwah (kenabian), sunnah, bahkan al-Quran itu sendiri.
Namun, menurut Syekh Muhanna, hikmah dan hukum pada hakikatnya adalah buah hasil dari perjalanan spiritual di jalan menuju Allah. Saking agungnya untaian hikmah yang disusun oleh Ibnu Athaillah beserta ilmu dan asrar (rahasia) yang terkandung di dalamnya, banyak ulama klasik dan kontemporer yang mendedikasikan diri untuk menuliskan syarah tentang kitab hikmah tersebut.
“Bahkan ada yang sampai mengatakan bahwa kitab al-Hikam karangan Ibnu Athaillah nyaris seperti Al-Quran, karena hikmah, asrar dan ilmu yang dikandungnya,” ujar Syekh Muhanna.
Prof. Dr. Syekh Muhammad Muhanna merupakan salah satu ulama besar al-Azhar Mesir. Beliau adalah murid dari Syekh Zakiyuddin Ibrahim, pendiri Tarekat Sufi Asyirah Muhammadiyah Syadziliyah.
Syekh Muhanna mendirikan Studi Sufi Mesir dan Bayt Mohammadi, dua-duanya adalah lembaga nirlaba yang mengkaji studi-studi keilmuan Islam termasuk tasawuf, di mana beliau merupakan salah satu pengasuhnya. Di antara ulama besar al-Azhar lainnya yang mengajar di sana adalah Syekh Abdul Aziz al-Syahawi, Mahaguru ulama mazhab Syafii al-Azhar Mesir.
Selain itu, beliau juga mengepalai Ruwaq Masjid al-Azhar Kairo Mesir, sebuah organisasi yang mengatur pengajian lintas disiplin ilmu-ilmu Islam di ruwaq-ruwaq masjid al-Azhar.