Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Kupas Tuntas Keutamaan dan Tata Cara Puasa Syawal

Avatar photo
29
×

Kupas Tuntas Keutamaan dan Tata Cara Puasa Syawal

Share this article

Setelah melaksanakan kewajiban berpuasa selama satu bulan
di bulan Ramadhan, kemudian diakhiri dengan merayakan hari kemenangan, yakni
hari raya Idul Fitri, ada salah satu anjuran (baca: sunnah) yang dapat
dilakukan umat Islam. Yaitu, menjalankan puasa selama 6 hari di bulan Syawal.

Namun, anjuran itu tidak serta merta langsung dilakukan
ketika memasuki bulan tersebut, dan Islam mengharamkan berpuasa pada tanggal 1
Syawal, karena pada hari itu merupakan hari Fitri. Oleh karenanya, anjuran
berpuasa pada bulan
Syawal harus dilakukan pada
tanggal 2 atau seterusnya.

Secara umum, kewajiban dan larangan-larangan dalam Islam
sudah final dan diatur oleh syariat. Hanya saja, Islam memberikan kebebasan,
berupa anjuran-anjuran untuk menambah dalam beribadah. Terbukti, dalam
melakukan amalan-amalan, Islam membuka kebebasan seluas-luasnya untuk selalu
melakukan kebaikan dan meningkatkan ketakwaan dengan memperbanyak ibadah.
Di antaranya
adalah
anjuran
berpuasa 6 hari setelah bulan Ramadhan.

Seperti halnya bulan-bulan lain dalam Kalender hijriyah, bulan Syawal memiliki keistimewaan
tersendiri, masa-masa untuk melakukan kebaikan dan ketaatan selalu berganti,
dari waktu ke waktu. Ketika Ramadhan berakhir, datanglah penggantinya berupa
bulan Syawal. Bulan disyariatkannya berpuasa selama 6 hari, sebagaimana dalam
sebuah hadist, Rasulullah saw bersabda:

صِيَامٌ شَهْرِ رَمَضَانَ بِعَشَرَةِ أَشْهُرٍ وَصِيَامُ
سَتَّةِ أيَّامِ بَعْدَهُ بِشَهْرَيْنِ فَذلِكَ صِيَامُ السَّنَةِ

“Puasa
Ramadhan (pahalanya) seperti puasa 20 bulan, dan berpuasa enam hari setelahnya
(Syawal) pahalanya seperti puasa dua bulan, maka jumlahnya menjadi satu tahun.”
(Syekh Jalaluddin as-Suyuthi, al-Jamius Shagir,
juz 2, h. 189)

Dalam hadist yang lain,
Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ،
ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Barang
siapa berpuasa di bulan Ramadhan, kemudian menyambugnya dengan puasa 6 hari di
bulan Syawal, maka pahalanya sama dengan puasa selama satu tahun.” (HR Muslim)

Dengan hadist di atas,
para ulama ahli hadist dan ahli fiqih mengatakan bahwa berpuasa 6 hari pada
bulan Syawal hukumnya sunnah, juga karena Rasulullah tidak pernah meninggalkan
amalan puasa tersebut.

Namun, yang terpenting
dari dianjurkannya puasa pada bulan Syawal bukan sekdar tentang sunnahnya
. Lebih daripada itu, syariat Islam
ingin memberikan jalan gampang pada pemeluknya untuk bisa mendapatkan pahala
sebanding dengan puasa satu tahun, tanpa harus melakukannya selama satu tahun
penuh. Sedangkan berpuasa selama satu tahun penuh hukumnya makruh. Sebagaimana
dalam sebuah hadist, Rasulullah saw bersabda:

لَا صَامَ مَنْ صَامَ
الْأَبَد

“Tidak
ada puasa bagi orang yang berpuasa selamanya (satu tahun).”
(HR Bukhari & Muslim)

Puasa 6 hari pada bulan
Syawal merupakan amalan khusus yang dilakukan oleh umat Nabi Muhammad saw, dan
nilai pahala
nya juga khusus. Bahkan harus
disyukuri, sebagai umat akhir zaman bisa dikatakan paling banyak diberikan
dispensasi ketika dibandingkan dengan umat-umat Nabi sebelumnya, karena Allah tidak
ingin memberikan beban terlalu berat kepada umat Nabi Muhammad, sehingga
Rasulullah mencukupkan puasa Ramadhan, kemudian disambung dengan 6 hari pada
bulan Syawal untuk bisa mendapatkan pahala yang sebanding dengan pahala puasa
selama satu tahun penuh.

Imam an-Nawawi dalam kitab Syarah an-Nawawi, memberikan
analogi yang bisa diterima oleh akal, tentang pahala puasa Ramadhan dan 6 hari
pada bulan Syawal bisa menyamai pahala puasa selama satu tahun.
Beliau mengatakan,

قال العلماء وانما كان
ذلك كصيام الدهر لان الحسنة بعشر امثالها فرمضان بعشرة أشهر والستة بشهرين

“Berkata para ulama:
alasan (puasa Ramadhan dan 6 hari pada bulan Syawal) bisa menyamai pahala puasa
selama satu tahun, berdasarkan bahwa satu kebaikan (puasa) menyamai sepuluh
kebaikan, dengan demikian bulan Ramadhan menyamai sepuluh bulan, dan 6 hari
(puasa di bulan Syawal) menyamai dua bulan lainnya.” (Imam Nawawi, Syarah
Muslim,
juz 8, h. 56)

Tanggungan Puasa Ramadhan

Imam ar-Ramli dalam
kitabnya Fatawa ar-Ramli, pernah ditanya tentang seseorang yang
mempunyai tanggungan puasa Ramadhan dan diganti pada bulan Syawal, apakah dia bisa
mendapatkan pahala qadha’ dan pahala 6 hari bulan Syawal.
Beliau menjawab:

 (فأجاب) بأنه يحصل بصومه قضاء رمضان وإن نوى به غيره ويحصل
له ثواب ستة من شوال وقد ذكر المسألة جماعة من المتأخرين

“Maka
Imam ar-Ramli menjawa
b: Dia mendapatkan pahala qadha’ Ramadhan bersama
puasa 6 hari bulan Syawal, meskipun dengan niat lainnya.
Dia juga mendapatkan pahala 6 hari bulan Syawal.
Masalah ini telah disampaikan oleh para ulama generasi
belakangan.” (Imam ar-Ramli, Fatawa ar-Ramli, juz 2,
h. 339)

Harus Terus Menerus atau
Boleh Terpisah?

Mayoritas ulama kalangan
mazhab Syafi’iyah mengatakan bahwa berpuasa pada bulan Syawal boleh dilakukan
secara terus menerus setelah hari raya Idul Fitri, atau secara terpisah. Dan
kedua cara ini sama-sama mendapatkan pahala sunnah. Hanya saja, lebih baik
dilakukan secara terus menerus. (Lihat, al-Fawaidul Mukhtaroh, h. 231)

Kontributor

  • Sunnatullah

    Pegiat Bahtsul Masail dan Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Bangkalan Madura.