Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Majlis Imam Asy-Syafi’i, Kitab Ar-Risalah dan Ilmu-ilmu Favoritnya

Avatar photo
50
×

Majlis Imam Asy-Syafi’i, Kitab Ar-Risalah dan Ilmu-ilmu Favoritnya

Share this article

Dalam Tarikh Baghdad diceritakan bahwa awal mula Imam Asy-Syafi’i membuka majlis ilmu di Baghdad hanya diikuti oleh 6 orang. Seiring berjalannya waktu, majlisnya semakin ramai hingga pesertanya mencapai 50 orang. Dengan keluasan ilmu dan kefasihannya, beliau sanggup menjadi magnet kaum pelajar di ibu kota dinasti Abbasiyah itu.

Para murid sepertinya menemani sang guru siang malam. Sebab di Tarikh Baghdad juga diceritakan, “Kami jika ingin menangis mentadabburi Al-Qur’an, maka kami akan shalat di belakang Imam Asy-Syafi’i Al-Muttalibi.” Sebuah kesaksian tentang betapa khusuk shalat sang imam dan tadabbur bacaan Al-Qur’an hingga menangis.

Namun situasi politik ketika itu sedang tidak berpihak. Sementara fikih Irak sudah dikuasai, Imam Asy-Syafi’i memutuskan balik ke Makkah dan membuka majlis di sana. Di tanah suci itu, Ahmad bin Hanbal muda yang sedang melaksanakan haji melihat dan terpesona dengan keilmuan Imam Asy-Syafi’i.

“Majlis Sufyan bin Uyainah masih bisa diqadha tapi majlis Imam Asy-Syafi’i tak boleh dilewatkan.” demikian ujar Ahmad bin Hanbal pada sahabatnya.  

Imam Asy-Syafi’i memutuskan kembali ke Baghdad pada 195 H. Di sana dia diminta mengajar kembali dan membangun mazhab qadim yang terkenal itu. Suatu fase di mana dia mencapai kematangan intelektual dan terlepas dari bayang-bayang para gurunya.

Baca juga: Imam Asy-Syafi’i, Ulama Asuhan Dua Mazhab Fikih

Dalam satu riwayat, pada fase inilah Ar-Risalah ditulis atas permintaan Abdurrahman bin Mahdi, seorang ulama yang akrab dengannya. Berangkat dari pertanyaan sederhana: “Apa yang disebut al-Bayan?” Jawaban itu kemudian menjadi kitab Ar-Risalah.

Riwayat lain menyebutkan bahwa kitab itu ditulis ketika ia sudah berada di Mesir. Keduanya sama-sama benar sebab Ar-Risalah, menurut Imam Ar-Razi, memang ditulis dua kali. Cuma yang beredar sekarang adalah naskah kedua yang ditulis di Kairo.

Ahmad Muhammad Syakir, editor terkenal Ar-Risalah, menyebut bahwa Asy-Syafi’i masuk Mesir tahun 199 H. Bila dhitung sampai wafat pada Jum’at, 29 Rajab 204 H, berarti ia tinggal di Mesir hanya sekitar 4 atau 5 tahun. Namun masa yang singkat ini menjadi momen paling menentukan dalam kehidupannya secara pribadi dan para pengagumnya.

Di Mesir, Imam Asy-Syafi’i berhasil mendirikan mazhab Jadid dan mengukuhkan dirinya sebagai Imam mazhab, sebagai mujtahid mutlak yang kemudian mazhabnya diikuti oleh mayoritas penduduk Mesir, Yaman, sebagian Syam, dan Nusantara.

Ar-Rabi’ bin Sulaiman, Harmalah, Al-Buwaiti adalah sederet murid-murid hebatnya yang mendokumentasikan mazhab sang guru. Kitab Ar-Risalah dan Al-Umm yang menjadi induk mazhab Syafi’i adalah hasil jerih payah mereka.

Ar-Rabi’ mendeskripsikan majlis gurunya di Mesir. “Jika sudah shalat Subuh,” kata dia, “maka para pengkaji Al-Qur’an mendekat belajar pada Imam Asy-Syafi’i. Sampai ketika matahari mulai naik, para ahli hadis menggantikan, mereka mengaji dan bertanya tentang pemahaman hadis sampai menjelang waktu Dhuha akhir. Majlis kemudian diganti oleh pelajar dan pakar bahasa, arudh, nahwu dan syair hingga siang menjelang.”

Baca juga: Belajar Mengajar dari Mbah Hasyim, Syekh Fudhali dan Imam Syafi’i

Materi ilmu apa yang paling difavoritkan Imam Asy-Syafi’i? Ucapan berikut barangkali bisa menjawabnya.

Imam Asy-Syafi’i pernah berkata, “Barang siapa mendalami Al-Qur’an, nilai dirinya akan mahal. Siapa yang menulis hadis, akan kuat hujjahnya. Siapa mendalami fikih, akan naik derajatnya. Siapa mendalami bahasa dan sastra, akan lembut tabiatnya. Siapa mendalami ilmu hitung, akan luas pandapatnya. Dan siapa yang tidak menjaga diri, tak akan bermanfaat ilmunya.”

Kontributor

  • Abdul Munim Cholil

    Kiai muda asal Madura. Mengkaji sejumlah karya Mbah Kholil Bangkalan. Lulusan Al-Azhar, Mesir. Katib Mahad Aly Nurul Cholil Bangkalan dan dosen tasawuf STAI Al Fithrah Surabaya