Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Makna Ahlul Bait dan Perbedaan Ulama tentang Keluarga Rasulullah

Avatar photo
41
×

Makna Ahlul Bait dan Perbedaan Ulama tentang Keluarga Rasulullah

Share this article

Secara kebahasaan, para ulama berbeda perdapat soal kata Ahlul Bait, baik dari segi derivasi atau maknanya. Khalil bin Ahmad, Ibnu Faris, Ibnu Taimiah, Fairuzabadi, Ibnu Al-Jauzi dan lain-lain memiliki pendapat yang berbeda soal kata Ahlul Bait. Namun, mereka sepakat bahwa kata “Ahlu” memiliki arti yang sama dengan kata “Aalu”.

Perbendaan pendapat di antara mereka tidak signifikan, bahkan hampir dipastikan mereka sepakat bahwa Ahlu memiliki arti orang-orang yang punya hubungan nasab (darah) atau hubungan kesetiaan (afiliasi). Dengan kata lain, meski tidak punya hubungan darah, jika ada hubungan ketaatan dan kesetiaan pada seseorang, maka mereka disebut keluarganya.

Keluarga Nabi Muhammad Saw.

Ada empat pendapat soal siapa yang dimaksud dengan Keluarga Nabi.

1. Keluarga Nabi adalah mereka yang tidak boleh menerima sedekah. Soal mereka ini, ada beberapa penjelasan:

a. Mereka adalah Banu Hasyim dan Banu Muthalib. Ini adalah pendapat Imam Asy-Syafi’i (Al-Umm karya Imam Asy-Syafi’i: 2/88 dan Al-Hawi karya Al-Mawardi: 7/516) dan Imam Ahmad (Al-Mughni karya Ibnu Qudamah: 2/517).

b. Mereka adalah Banu Hasyim. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah (Al-Mabsuth karya Imam Syarakhsi: 10/12 dan Badai’ as-Shanai’ karya Imam Al-Kasani: 2/49) dan pendapat Ibnu Al-Qasim Al-Maliki (Adz-Dzakhirah karya Al-Qurafi: 3/142 dan Mawahib al-Jalil karya Al-Hattab: 5/9).

c. Mereka adalah Banu Hasyim ke atas sampai Ghalib. Maka mereka adalah Banu Muthalib, Banu Umayah, Banu Nouval sampai ke Bani Ghalib.

2. Keluarga Nabi adalah keturunan dan istri-istri beliau. Ini pendapat Ibnu Abdil Bar (At-Tamhid karya Ibnu Abdil Bar: 16/183-196). Pendapat ini berdalilkan hadits: اللهم صل على محمد وعلى آل محمد

Yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Ka’ab ibn Ajrah. Juga berdalilkan hadits riwayat Imam Bukhari: اللهم صل على محمد وعلى وأزواجه وذريته

Mereka menegaskan bahwa makna kata Aal dan Ahlu adalah sama.

3. Keluarga Nabi adalah para pengikutnya sampai hari kiamat. Pendapat ini disampaikan juga oleh Ibnu Abdil Bar dan lain-lain. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Jabir ibn Abdullah yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi (Sunan: 2/82). Pendapat ini dipilih juga oleh sebagian pengikut Imam Syafii (Al-Hawi: 7/517) dan diunggulkan oleh Syaikh Muhyiddin An-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim: 7/185).

4. Keluarga Nabi adalah orang-orang bertakwa dari umatnya. Pendapat ini dikemukakan oleh Qadhi Husein (At-Ta’liqah al-Kubra), Ar-Raghib dan lain-lain.

Baca juga: Al-Faqih Al-Muqaddam, Penggagas Tarekat Alawiyah dan Jejak Apolitiknya

Pendapat yang pertama (keluarga Nabi adalah mereka yang tidak boleh menerima sedekah) memiliki dalil-dalil sebabagai berikut:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يؤتى بالنخل عند صرامه, فيجيء هذا بتمرة وهذا بتمرة حتى يصير عنده كوم من تمر, فجعل الحسن والحسين يلعبان بذلك التمر, فأخذ أحدهما تمرة فجعلها في فيه, فنظر إليه رسول الله صلى الله عليه وسلم فأخرجها من فيه, فقال: أما علمت أن آل محمد لا يأكلون الصدقة

“Rasulllah Saw. pernah diberi kurma yang ranum-ranum. Banyak yang memberikan kurma kepada beliau hingga kurma-kurma itu menumpuk. Hasan dan Husein kemudian bermain-main dengan kurma itu. Salah satu dari mereka memasukkan kurma ke mulutnya. Rasulullah melihatnya, lantas mengeluarkan kurma tersebut dari mulutnya. Beliau berkata, “Tidakkan kamu tahu bahwa keluarga Muhammad tidak boleh memakan sedekah.” (HR. Bukhari).

Dalam riwayat Imam Muslim:

إنا لا تحل لنا الصدقة

“Sesungguhnya kami tidak boleh menerima sedekah.” Dan banyak lagi hadits lainnya.

Pendapat kedua (keluarga Nabi adalah keturunan dan istri-istri beliau saja). Dalilnya sudah disebutkan di atas dan banyak lagi dalil-dalil lainnya.

Pendapat ketiga (keluarga Nabi adalah para pengikutnya sampai hari kiamat) berdalilkan bahwa kata “aali” berarti kembali atau merujuk.

Baca juga: Belajar Mencintai Nabi dari Guru Imam Al-Bukhari dan Muslim

Sudah maklum bahwa para pengikut adalah orang-orang yang kembali dan selalu merujuk kepada orang yang diikuit dalam soal perintah dan larangan. Dengan kata lain, orang yang diikuti menjadi imam dan sumber rujukan mereka.

Dalam Al-Quran ditegaskan:

 إِنَّا أَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ حَاصِبًا إِلَّا آلَ لُوطٍ نَجَّيْنَاهُمْ بِسَحَرٍ

“Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang membawa batu-batu (yang menimpa mereka), kecuali keluarga Luth. Mereka Kami selamatkan sebelum fajar menyingsing.” (QS. Al-Qamar: 34)

Yang dimaksud dengan keluarga Luth dalam ayat ini adalah para pengikut yang beriman padanya, dan termasuk para kerabatnya.

Ada juga ayat dalam surah Al-Mukmin,

 ٱلنَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا وَيَوْمَ تَقُومُ ٱلسَّاعَةُ أَدْخِلُوٓا۟ ءَالَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ ٱلْعَذَابِ

“Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): ‘Masukkanlah Fir’aun dan keluarganya ke dalam azab yang sangat keras.’” (QS. Al-Mukmin: 46)

Kata “aalu” dalam ayat ini berarti pengikut.

Selain ayat-ayat, ada juga dalil hadits dari Watsilah ibn Al-Asqa’:

أن النبي صلى الله عليه وسلم دعا حسناً وحسيناً، فأجلس كل واحد منهما على فخذه، وأدنى فاطمة رضي الله عنها من حجره وزوجها، ثم لف عليهم ثوبه, ثم قال: اللهم هؤلاء أهلي، قال واثلة: فقلت يا رسول الله، وأنا من أهلك؟ فقال: وأنت من أهلي

“Rasulullah Saw. pernah memanggil Hasan dan Husein dan mendudukan keduanya di pangkuan beliau. Fathimah kemudian mendekati kamar beliau begitu pula suaminya. Rasulullah kemudian menerungkupkan pakaiannya kepada mereka, lantas bersabda, ‘Ya Allah. Mereka adalah keluargaku.’ Watsilah kemudian berkata, ‘Wahai Rasul. Apakah aku termasuk keluargamu?’ Beliau menjawab, ‘Kamu bagian dari keluargaku.’” (HR. Al-Baihaqi)

Padahal, Watsilah ibn Al-Asqa’ adalah dari Bani Laits ibn Bakr ibn Manat. Watsilah disebut keluarga Nabi karena dia adalah pengikut Nabi.

Pendapat keempat (keluarga Nabi adalah orang-orang bertakawa dari umatnya) berdalilkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani dalam Mu’jam-nya dari Anas ibn Malik:

سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم: من آل محمد؟ فقال: كل تقي, وتلا النبي صلى الله عليه وسلم: إِنْ أَوْلِيَاؤُهُ إِلا الْمُتَّقُونَ

“Rasulullah Saw. pernah ditanya, ‘Siapakah keluarga Muhammad?’ Beliau menajwab, ‘Semua orang yang bertakwa.’ Nabi Saw. lantas membaca ayat: kekasih-kekasih Allah tidak lain adalah orang-orang yang bertakwa.’ (QS. Al-Anfal: 34)

Pada ayat lain, Allah berfirman:

قَالَ يَٰنُوحُ إِنَّهُۥ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُۥ عَمَلٌ غَيْرُ صَٰلِحٍ

“Allah berfirman, ‘Wahai Nuh. Sungguh dia bukan bagian dari keluargamu. Sungguh (perbuatannya) perbuatan yang tidak baik.’” (QS. Hud: 46)

Baca juga: Kisah Pegulat Menjadi Wali Berkat Cinta Pada Keturunan Nabi

Dalam ayat ini, putra Nabi Nuh disebut bukan bagian dari keluarga Nabi Nuh karena dia tidak beriman kepada Nabi Nuh. Meski satu darah, putranya itu tidak dianggap sebagai keluarga karena tidak beriman.

Berdasarkan dalil-dalil ini, maka yang disebut sebagai keluarga Rasulullah adalah para pengikutya. Inilah sekelumit tentang arti “keluarga Nabi Muhammad Saw.” Semoga bermanfaat.

Kontributor

  • Taufik Damas

    Alumni Universitas al-Azhar Mesir, penulis dan tokoh Nahdatul Ulama. Menjabat sebagai Wakil Katib Syuriah PWNU Jakarta dan pengasuh program "Artis Bertanya Kiai Menjawab" di TVNU.