Kehidupan umat manusia tidak terlepas
dari peradaban yang terus berkembang sedemikian rupa dengan menyesuaikan waktu
dan tempat. Demkian juga dengan aspek hukum yang terus berkembang, sebagai norma
yang mengatur kehidupan manusia di dunia agar tercipta sebuah tatanan hidup
yang baik. Epistemologi
merupakan salah satu pendekatan dalam filsafat ilmu yang berguna untuk memahami
ilmu dari sumbernya.
Epistemologi
dalam Ilmu Hukum
Ketika belajar ilmu hukum di fakultas
hukum maka terdapat mata kuliah seperti filsafat ilmu dan filsafat hukum. Keduanya merupakan dasar-dasar penting
dalam memahami suatu ilmu, dalam konteks ini
menyangkut ilmu hukum. Salah satu cabang filsafat ilmu yang memiliki peranan
penting dalam memahami suatu kaidah keilmuan adalah menyangkut epistemologi.
Mengutip dari sebuah jurnal, “Epistemologi
menunjukan proses mendapatkan materi pengetahuan (ilmah), strukturnya,
metodenya dan validitasnya dan menyusunnya menjadi batang tubuh pengetahuan (body of knowledge)”.[1] Selain itu mengutip pendapat dari Dr. Adian Husaini dalam
buku Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam pada intinya menjelaskan
bahwa epistemologi sebagai sumber dan bagaimana atau cara manusia dalam
memperoleh ilmu.[2]
Dari uraian di atas penulis memiliki
pendapat mengenai apa itu epistemologi,
yaitu merupakan suatu cara mendapatkan dan juga memahami ilmu pengetahuan dari
sumber-sumber ilmu, dengan menggunakan panca indera dalam diri manusia dan diteruskan
ke dalam akal sebagai pengolah untuk menghasilkan suatu pemahaman terhadap
suatu objek. Sehingga dalam hal ini, fungsi akal menjadi penting untuk
mendapatkan pengetahuan dari sumber-sumber ilmu tersebut.
Dalam konteks ilmu hukum juga tidak
terlepas dari bagaimana kerangka epistemologi bekerja, untuk menemukan hukum
melalui sumber-sumber hukum serta memahami apa yang menjadi urgensi dari hukum
itu sendiri. Harapannya adalah hasil dari penemuan hukum tersebut dapat
menghasilkan hukum yang baik karena dilakukan dengan metode yang benar, serta
memperhatikan berbagai aspek-aspek yang
menyangkut pembentukan atau penemuan hukum seperti agama, ekonomi, sosial dan
budaya. Maka dapat disimpulkan bahwa ilmu hukum tidak berangkat dari ruang
hampa, melainkan sudah ada faktor-faktor pembentuk hukum yang harus
diperhatikan dengan baik.
Maqashid Syariah dan Dinamika Hukum
Menyambung dari pembahasan diatas, maka
dalam tulisan ini penulis mencoba memaparkan mengenai kerangka Maqashid
Syariah dalam pendekatan epistemologi. Sebagaimana telah disinggung
pada poin pertama, bahwa Epistemologi merupakan bagian dari filsafat ilmu dan menempati posisi penting khususnya berkaitan
dengan pengembangan ilmu pengetahuan, salah satunya adalah ilmu hukum.
Perkembangan hukum kontemporer dapat
juga dilihat dalam sudut pandang Hukum Islam,di antaranya terdapat konsep Maqashid Syariah atau tujuan syariah
yang dapat menjadi rujukan ketika membahas mengenai aspek hukum.
Penulis berpendapat bahwa konsep
tersebut memiliki cakupan yang sangat luas, dan
komprehensif terutama dalam konteks muamalah atau hubungan antar manusia
di dunia. Konsep Maqashid Syariah
sebagai wujud dari perlindungan hak asasi manusia (HAM) yaitu : agama, jiwa,
akal, keturunan, dan harta. Berangkat dari konsep inilah kehidupan umat manusia
dapat berjalan baik sesuai dengan koridor yang ditetapkan syariah.
Selain itu dalam penerapan Hukum Islam
selalu memperhatikan aspek-aspek dimana hukum tersebut berlaku, seperti aspek
geografis, sosiologis, dan budaya. Terdapat sebuah pengertian bahwa, antar
wilayah, antar masyarakat, maupun antar budaya bukanlah persoalan yang homogen,
melainkan persoalan yang bersifat multikutural atau beragam dan sudah barang
tentu, memperlukan pendekatan yang berbeda pula untuk memahaminya.
Dari uraian ini penulis berpendapat
bahwa hukum yang baik ialah hukum yang dapat mentoleransi perbedaan yang ada, makna
toleransi di sini merujuk kepada
salah satu sifat hukum, yaitu dinamis dalam
menyikapi aspek-aspek kehidupan tanpa harus merubah arti substansif dari hukum
itu sendiri.
Oleh karena itu, dalam konteks Hukum Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan
Sunnah tidak semata-mata merujuk kepada penekanan
tekstual dari kaidah yang tercantum, namun juga tetap memperhatikan penekanan kontekstual
dari persoalan yang dihadapi.
Dengan demikian, diharapkan dapat
mengatasi kekosongan hukum dan menghasilkan apa yang disebut sebagai keadilan,
kemanfaatan, dan kepastian hukum tanpa menyelisihi sumber hukum asalnya. Dalam
hal ini penulis berpendapat mengenai pentingnya harmonisasi makna baik tekstual
maupun kontekstual.
Dari uraian di atas maka dapat ditarik sebuah
kesimpulan bahwa epsitemologi sangat berkaitan dengan bagaimana hukum itu
ditemukan dan penerapannya, yaitu tetap memperhatikan aspek ruang dan waktu supaya tidak terjadi
benturan mengenai apa yang tertuang di dalam kaidah hukum dengan kenyataan yang
ada.
Demikian pula dalam kaidah hukum Islam
yang berangkat dari prinsip Maqashid
Syariah bahwa penerapan suatu aturan bertujuan untuk melindungi hak setiap
manusia, dan juga menciptakan kemaslahatan dalam kehidupan tanpa memberatkan.