Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Meneladani Abu Bakar Menjadi Pemimpin: Antara Bekerja dan Mengurus Umat

Avatar photo
10
×

Meneladani Abu Bakar Menjadi Pemimpin: Antara Bekerja dan Mengurus Umat

Share this article

Sesudah Abu Bakar dibaiat menjadi khalifah, keesokan harinya dia berangkat ke pasar dengan memanggul kain. Umar yang melihatnya bertanya, “Mau ke mana engkau?”

Abu Bakar menjawab, “Ke pasar.”

“Apa yang akan engkau lakukan,” tanya umar lagi, “sedangkan engkau telah diangkat sebagai khalifah untuk memimpin umat Islam?”

Pemimpin baru umat Islam itu balik bertanya, “Lalu, darimana aku harus memberi makan keluargaku?”

Kemudian Umar berkata, “Pergilah ke rumah Abu Ubaidah. Kita akan meminta pendapatnya tentang biaya hidupmu dan keluargamu.”

Mereka berdua lalu pergi menemui Abu Ubaidah.

Baca juga: Khalifah Al-Manshur dan Firasat Minyak Wangi

Abu Ubaidah mengatakan, “Aku anggarkan untukmu makanan seperti yang dimakan seseorang dari kalangan muhajirin, bukan dari golongan atas dan bukan pula dari golongan bawah, serta pakaian musim dingin dan musim panas. Apabila kamu mendapati pakaian itu telah rusak, kembalikan dan silakan engkau ambil yang lain.”

Kemudian Abu Ubaidah dan Umar ibn Khaththab menetapkan jatah makanan bagi Abu Bakar setiap harinya, berupa setengah kambing, serta apa yang dikenakannya untuk menutupi kepala dan badan.

Riwayat lain yang diceritakan oleh Ibnu Sa’ad dari Maimun menuturkan bahwa para pengurus baitul mal menetapkan gaji Abu Bakar sebesar 2.000 dirham setahun. Namun gaji itu dirasa belum mencukupi kebutuhannya sekeluarga sehingga ia meminta sedikit kenaikan. “Mohon tambahkan untukku, “pinta Abu Bakar, “karena aku mempunyai keluarga yang harus nafkahi sedangkan kalian telah membuatku tidak bisa berdagang.” Atas permintaannya, mereka memberikan tambahan gaji kepadanya sebesar 500 dirham.

Seperti dikisahkan oleh Aisyah putrinya,  Abu bakar pernah berkata, “Kaumku telah mengetahui bahwa pekerjaanku mencari nafkah tidak akan melemahkan urusanku terhadap keluargaku, sementara aku juga disibukkan dengan urusan kaum muslimin. Maka keluarga Abu Bakar akan makan dari harta yang aku usahakan ini dan dia akan bersungguh-sungguh bekerja untuk urusan kaum muslimin.”

Abu Bakar menyadari bahwa tunjangan gaji yang diperolehnya dari baitul mal berkenaan langsung dengan tanggung jawabnya sebagai pemimpin kaum muslimin. Setelah tidak lagi menjadi khalifah, dia memberhentikan harta dan keuangan yang biasa terima dari baitul mal. Dia ingin bisa menjaga agama dan amalnya agar tidak ada orang yang membicarakannya sesudah dia meninggal dunia.

Baca juga: Masjid Malika Safiya: Mimpi Abadi Sang Harem Sultan

Di penghujung hidupnya menjemput ajal, Abu bakar berwasiat kepada Aisyah, “Sejak memimpin kaum muslimin, kita belum pernah menggunakan dinar ataupun dirham dengan cara tidak benar. Akan tetapi, kita telah memasukkan makanan di perut kita dari sisa pengayaan gandum mereka. Kita hanya mengenakan pakaian yang lebih kasar di tubuh kita daripada kepunyaan mereka. Kita tidak memiliki harta, baik sedikit maupun banyak, yang menjadi milik kaum muslimin kecuali budak Habsyi yang ini, unta tua yang ini, dan kain selimut usang yang ini. Jika aku meninggal, berikanlah barang-barang ini kepada Umar dan mintalah kebebasanku dari hak-hak mereka.”

Umar ibn Khaththab tak kuasa menahan air mata mendengar wasiat tersebut. “Semoga Allah merahmatimu, wahai Abu Bakar.” ujar Umar, “Engkau telah meletihkan orang-orang yang datang sesudahmu.”

Kontributor

  • Redaksi Sanad Media

    Sanad Media adalah sebuah media Islam yang berusaha menghubungkan antara literasi masa lalu, masa kini dan masa depan. Mengampanyekan gerakan pencerahan melalui slogan "membaca sebelum bicara". Kami hadir di website, youtube dan platform media sosial.