Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Menghadapi Narasi Ekstrem di Kitab Turats, Begini Jawaban Syekh Ali Jum’ah

Avatar photo
19
×

Menghadapi Narasi Ekstrem di Kitab Turats, Begini Jawaban Syekh Ali Jum’ah

Share this article

Syekh Ali Jum’ah mendapatkan pertanyaan menarik dalam salah satu majlis pengajian. “Mengapa teks-teks di kitab turats yang kerap dipahami keliru tidak dibuang saja?” demikian tanya orang itu?

Penanya mencontohkan dalam kitab-kitab turats ada teks-teks yang kerap disalahpahami menyangkut masalah-masalah yang dianggap mengarah pada tindakan-tindakan ekstrem. “Kita tidak lantas membuangnya karena kita umat yang memegang amanat ilmu,” jawab Syekh Ali Jum’ah.

Beliau menjelaskan bahwa rahasia mengapa teks-teks yang memancing perdebatan dan menciptakan kesalahpahaman dalam kitab-kitab turats sengaja tidak dihilangkan adalah karena kaum muslimin adalah umat yang dapat dipercaya mengemban amanat.

“Kita bukan kelompok yang gemar membuang, mengganti dan memutarbalikkan fakta.”

Umat Islam yang diembani amanat bermanhajkan ilmu, bukan menerapkan metode mengaburkan bahkan menghilangkan keterangan yang ada dalam kitab-kitab klasik.

Baca juga: Hukum Memelihara Anjing

Ulama pakar Ushul Fikih itu kemudian bercerita bahwa ketika beliau berangkat haji pada tahun 1976, ada sekelompok orang dari kabilah Afrika melakukan rituan tari-tarian tertentu di dekat Ka’bah pada saat tengah melakukan thawaf.

Beliau mencari tahu hingga kemudian mengetahui bahwa itu adalah tarian bernama Jojo. Jamaah Afrika itu hidup bersama orang-orang yang masih menganut kepercayaan animisme dan dinamisme, ditambah minimnya pengetahuan agama yang mereka miliki dan tidak banyaknya sarana pendidikan agama dan ulama di tempat mereka. Hal itu membuat mereka beranggapan kalau tari-tarian itu sebagai ekspresi ibadah kepada Tuhan.

Pendidikan yang Lurus Adalah Kunci

Apa yang harus dilakukan? Anggota Dewan Ulama Senior Al-Azhar itu mengatakan bahwa kita harus meluruskan pemahaman mereka secara baik-baik. Mereka diberi pengertian bahwa Ka’bah adalah rumah milik Allah yang harus diagungkan dan dimuliakan karena Dia akan mengabulkan doa yang dipanjatkan di tempat suci itu.

Kemudian mereka diberitahu bahwa Allah tidak disamai dan diserupai oleh apapun juga. “Kita beritahu mereka agar jangan menari dan meniru siapapun juga,” terang beliau. Karena yang harus diikuti adalah Rasulullah SAW.

Nabi pernah diminta oleh seorang Arab badui, “Buatkan untuk kami Dzatu Anwath sebagaimana mereka punya Dzatu Anwath (semacam pohon tempat menggantungkan senjata).”

“Yang dilakukan Nabi adalah memberitahu dan meluruskan mereka secara baik-baik,” lanjut beliau.

Syekh Ali Jum’ah kemudian bercerita bahwa ketika keluar ke Hunain, Rasulullah SAW melewati sebuah pohon milik orang-orang musyrik yang bernama Dzatu Anwath yang digunakan untuk menggantungkan senjata. Orang-orang berkata, “Buatkan untuk kami Dzatu Anwath sebagaimana mereka punya Dzatu Anwath.”

Lalu Nabi bersabda, “Subhanallah. Ini adalah seperti perkataan kaum Musa, ‘Buatkanlah untuk kami tuhan sebagaimana mereka mempunyai tuhan-tuhan.’ Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sungguh kalian benar-benar mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian.”

Baca juga: Fatwa Darul Ifta Tentang Hukum Memelihara Burung

Beliau kemudian mencontohkan kisah lain tentang bagaimana Rasulullah berhadapan dengan masalah seperti ini. Ketika salah seorang pelayan bernyanyi di dalam rumah beliau, lalu Nabi masuk maka mereka bernyanyi, “Bersama kami seorang nabi yang mengetahui apa yang akan terjadi esok hari.”

Nabi lalu berkata, “Jangan berkata seperti itu. Tarik apa yang tadi kamu katakan.”

Syekh Ali Jum’ah menggarisbawahi bahwa manhaj Rasulullah SAW adalah meluruskan kekeliruan dan mendidik orang yang berbuat salah. “Senjata kita adalah pendidikan bukan pengaburan dan pemutarbalikan fakta, karena kita umat yang diemani amanat,” jelas beliau.

Kontributor

  • Redaksi Sanad Media

    Sanad Media adalah sebuah media Islam yang berusaha menghubungkan antara literasi masa lalu, masa kini dan masa depan. Mengampanyekan gerakan pencerahan melalui slogan "membaca sebelum bicara". Kami hadir di website, youtube dan platform media sosial.