Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Menguak Sakralitas Makna Basmalah dalam Literasi Islam

Avatar photo
33
×

Menguak Sakralitas Makna Basmalah dalam Literasi Islam

Share this article

Di antara ribuan ayat al-Qur`an, ada satu ayat yang sangat sakral dan mengandung banyak dimensi makna, yaitu Basmalah (Bismillâhirrahmânirrahîm). Mengapa sakral? Tentu jawabannya akan sangat luas dan beragam. Namun setidaknya ada beberapa poin mendasar yang bisa kita catat di sini.

Pertama, Basmalah merupakan ayat pembuka di dalam mushaf al-Qur`an, karena ia merupakan ayat pertama dari surat al-Fâtihah. Sehingga, Basmalah menjadi pintu untuk memasuki segala apa yang ada di dalam Kalâmullah. Kedua, ada beberapa riwayat yang menyebutkan bahwa Basmalah merupakan ayat pertama yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, sedangkan surat pertama yang diwahyukan adalah al-‘Alaq.

Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Wâhidî dari ‘Ikrimah dan Hasan al-Bashri, bahwa keduanya berkata: “ayat yang pertama turun dari al-Qur`an adalah bismillâhirrahmânirrahîm, dan surat yang pertama turun adalah iqra` bismi Rabbikalladzî khalaq.”

Selain itu, terdapat riwayat dari Ibnu Jarîr melalui jalur al-Dzahhâk dari Ibnu ‘Abbâs, ia berkata: “Yang pertama kali diturunkan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW adalah (sebagaimana Jibril berkata): Wahai Muhammad, bacalah ta’awwudz, lalu ucapkanlah: bismillâhirrahmânirrahîm.

Poin ketiga yang menggambarkan sakralitas Basmalah adalah karena setiap aktivitas seorang muslim selalu disertai Basmalah. Hal ini tidak lepas dari sabda Nabi Muhammad SAW yang berbunyi,

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “كُلُّ أَمْرٍ ذِي بَالٍ لَا يُبْدَأُ فِيْهِ بِبِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ فَهُوَ أَقْطَع.”

“Semua perbuatan baik yang tidak diawali dengan membaca bismillâhirrahmânirrahîm maka ia terputus (dari keberkahan Allah).”

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Abdul Qâdir al-Rahâwî dengan sanadnya dari Abu Hurairah. Lihat misalnya: ‘Abd al-Ra`ûf al-Manâwî, Faîdl al-Qadîr Syarh al-Jâmi’ al-Shaghîr; Al-Muttaqî al-Hindî, Kanz al-‘Ummâl; Jalâluddîn al-Suyûthî dan Yûsuf bin Isma’îl al-Nabhânî, al-Fath al-Kabîr.

Melalui hadis ini, Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada umatnya agar selalu memulai setiap aktivitas yang positif dengan membaca Basmalah, supaya mendapat keberkahan dari Allah SWT.

Selain itu, lafal Basmalah yang ringkas dan mudah dihafal, menjadikannya sangat dekat dengan siapapun, bahkan anak kecil yang belum bisa membaca sekalipun. Poin inilah yang menjadikan Basmalah sebagai pembuka hubungan manusia muslim dengan apapun yang ada di sekelilingnya.

Basmalah Merangkum Kandungan Pokok Al-Qur`an

Terkait dengan hal ini, ada salah satu ungkapan masyhur yang dinisbatkan kepada sahabat Ali bin Abi Thalib Ra.: “Semua rahasia yang ada di dalam kitab-kitab yang pernah diturunkan Allah termuat di dalam al-Qur`an. Dan sesungguhnya semua yang ada di dalam al-Qur`an termuat di dalam surat al-Fatihah.

Semua yang ada di dalam al-Fatihah termuat di dalam Basmalah. Semua yang ada di dalam Basmalah termuat di dalam huruf Bâ`. Semua yang ada di dalam Bâ`, termuat di dalam titik. Dan akulah titik yang ada di bawah huruf Bâ` itu. Kemudian Ali menjelaskan panjang lebar kepada Ibnu ‘Abbâs tentang huruf Bâ’ hingga terbit fajar. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Sulaiman al-Qundûzî al-Hanafi dalam kitab Yanâbî’ al-Mawaddah.     

Perkataan Ali bin Abi Thalib ini tentu menyisakan pertanyaan. Bagaimana bisa seluruh apa yang ada di dalam kitab-kitab samawi, termasuk al-Qur`an, terangkum kandungan maknanya di dalam Basmalah?

Menjawab pertanyaan ini, kita bisa bertolak dari apa yang menjadi topik-topik utama yang terkandung dalam al-Qur`an, maupun kitab suci lainnya. Badiuzzaman Said Nursi, di dalam Isyârât al-I’jâz fî Madhânni al-Îjâz menyatakan, maksud dan tujuan mendasar al-Qur`an, serta unsur-unsur utamanya ada 4, yaitu: ke-Tuhan-an (tauhîd), kenabian (nubuwwah), hari kebangkitan/kehidupan akhirat (hasyr) dan keadilan (‘adâlah).

Kempat tujuan utama al-Qur`an tersebut apakah terkandung dalam Basmalah? Jika sebagian pakar linguistik dan para mufassir mengatakan bahwa ada kata perintah yang tersembunyi sebelum lafadz Bismillâh, yaitu Qul (bacalah!), maka ini mengisyaratkan adanya unsur kenabian.

Karena di balik perintah menyiratkan adanya hubungan khusus antara yang memerintah dan yang diperintah. Hubungan inilah yang menempatkan Nabi Muhammad sebagai utusan Allah yang mengemban misi menyebarkan risalah Islam.

Kemudian di dalam Bismillâh juga mengandung nama Allah (lafdz al-jalâlah), sehingga ini mengisyaratkan adanya unsur ke-Tuhan-an (ulûhiyyah). Dan adanya pendahuluan huruf ` di awal mengisyaratkan pentingnya tauhîd, meng-Esa-kan Allah. Karena huruf Bâ` memiliki fungsi membatasi (al-hashr), yaitu hanya dengan nama Allah. Bâ` di sini juga mengajarkan makna ikhlas dalam setiap ucapan dan perbuatan.

Kata al-rahmân sendiri mengandung banyak dimensi makna, namun seringkali dimaknai sifat pengasih Allah SWT di dunia, bagi seluruh makhluknya secara umum, tanpa terkecuali. Dengan demikian ini mengisyaratkan sifat keadilan dan kebaikan Allah (al-‘adâlah wa al-ihsân).

Sedangkan lafal al-rahîm, yang juga multi-arti, namun sering dimaknai sifat penyayang Allah SWT di akhirat, dan secara khusus diperuntukkan bagi orang-orang yang beriman. Hal ini mengisyaratkan adanya al-hasyr, yaitu kehidupan akhirat.

Sehingga dengan demikian, statemen bahwa kandungan pokok al-Qur`an terangkum dalam Basmalah bisa dipahami, karena secara umum telah mencakup unsur Tauhid, Kenabian, Keadilan dan berita tentang Akhirat.

Basmalah dan unsur sosial-spiritual

Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa Basmalah merupakan syi’ar Islam dan lafal dzikir bagi seluruh makhluk Allah, dengan bahasa dan tata caranya masing-masing. Untuk dapat memahami tingkat keagungan dan kekuatan Basmalah, Badiuzzaman Said Nursi dalam kitab al-Kalimât memberikan ilustrasi naratif yang menarik.

Jika ada seorang Badui yang pola hidupnya nomaden dan sering menjelajah di luasnya gurun sahara, maka ia harus berafiliasi kepada ketua kabilah atau suku tertentu, dan masuk dalam jaminan penjagaannya. Hal ini penting agar ia selamat dari berbagai ancaman kejahatan,  termasuk agar ia tetap bisa bekerja dan memenuhi kebutuhannya. Jika tidak demikian, maka ia akan mengalami kebingungan dan kesulitan di tengah banyaknya ancaman musuh dan beban kebutuhan hidup yang tidak terhitung.

Sebagai permisalan, ada dua orang yang sama-sama akan menempuh sebuah perjalanan jauh. Salah satu di antaranya memiliki karakter tawâdlu’ (rendah hati) dan satunya lagi cenderung sombong. Yang memiliki karakter rendah hati memilih untuk mengafiliasikan diri (intisâb) kepada seorang kepala suku, sedangkan orang yang sombong menolaknya. Keduanya kemudian menempuh perjalanan menyusuri sahara.

Setiap kali orang yang yang rendah hati tadi mampir ke sebuah perkemahan, ia selalu disambut dengan baik dan dihormati, karena ia membawa nama besar kepala suku. Jika ditengah jalan ia bertemu dengan begal, ia akan berkata: “aku sedang menempuh perjalanan ini dengan seizin dan rekomendasi dari kepala suku”, sehingga begal pun menyingkir darinya.

Sedangkan orang yang sombong tadi sepanjang perjalanannya banyak menemui kesulitan dan cobaan yang tidak bisa digambarkan, karena ia selalui dihantui rasa takut dan was-was, serta mengalami kebingungan. Sikapnya tersebut justru menjadikannya hina-dina, serta tidak dihormati.

Setiap manusia dalam kehidupannya di dunia ibarat seorang Badui yang menempuh perjalanan mengarungi sahara yang luas. Sedangkan manusia memiliki kekurangan dan kelemahan yang tak terhitung, sebagaimana banyaknya musuh dan kebutuhan hidup yang tak berkesudahan. Selama kondisi manusia seperti itu, hendaknya ia berafiliasi kepada nama Sang Raja yang menguasai secara penuh sahara dunia, agar selamat dari segala bahaya dan terhindar dari ketakutan dalam menghadapi setiap peristiwa.

Dari ilustrasi di atas, ada beberapa hikmah yang bisa kita petik. Pertama, Basmalah memberikan gambaran tentang pola hubungan sosial antar sesama manusia. Bahwa nama memiliki pengaruh signifikan dalam kehidupan bermasyarakat. Demikian pula hubungan antara manusia sebagai hamba dengan Allah SWT, yang merajai alam semesta. Maka dengan senantiasa mengucap Basmalah dalam setiap aktivitas, manusia memiliki keterikatan dengan Allah SWT.   

Kedua, bahwa manusia, di dunia kecilnya, secara alamiah seringkali menggantungkan kebutuhan serta kepentingannya kepada sesama makhluk. Namun di dunia yang lebih luas, dengan tingkat resiko yang lebih besar, bahkan di luar jangkauan kemampuan manusia, ia butuh kepada Dzat Yang Mahapengasih dan Mahapenyayang untuk bisa selamat dan survive, baik di dunia maupun di akhirat.

Ketiga, dengan mengucap Bismillâh, yang disertai kesadaran dalam hati, seseorang akan tenang melakukan apapun, di tempat manapun, karena ia yakin bahwa segala sesuatu yang terjadi hanyalah atas kehendak dan kuasa-Nya. Sikap ini akan melahirkan ketenangan (sakînah) dalam diri seseorang. Dan seseorang yang telah mencapai tingkat spiritualitas tinggi, akan mampu menjalani kehidupan sosialnya dengan lebih baik dan lebih bermanfaat. Wallahu a’lam bi al-shawâb.

Rembang, 02 Agustus 2020, 12 Dzulhijjah 1441.

Kontributor

  • Mohammad Luthfil Anshori

    Ustadz Mohammad Luthfil Anshori, Lc. M. Ud. Lulusan Universitas Al-Azhar, Peneliti dalam Kajian Tafsir AL-Qur'an, Dewan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Rosyid Rembang, Dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Anwar Sarang Rembang.