Ketika Al-Qur’an turun, banyak respon yang diterima oleh Nabi Saw dari masyarakat Mekkah kala itu. Memang demikian adanya, setiap manusia mustinya memiliki respon yang beragam dalam menghadapi dan menerima suatu yang baru. Diantaranya kebenaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw.
Mereka yang memiliki hati yang bersih akan mudah menerima “cahaya ilahi” hanya dengan sedikit isyarat. Sebaliknya, mereka yang memiliki jiwa yang dipenuhi dengan kebathilan akan sangat sulit menerima kebenaran kecuali dengan cara-cara tertentu; penegasan dalil, penguatan argumentasi, dan yang lainnya sehingga membuat bungkam mereka yang mengingkarinya. Qasam (sumpah) adalah salah satu metode Al-Qur’an yang digunakan untuk menguatkan dalil argumentasi, muakkid.
Syekh Alawi bin Abbas Al-Maliki dalam kitabnya “Fayd al-Khabir wa Khulasah at-Taqrir ala Nahj at-Taysir Syarh Mandzumah at-Tafsir”, (cet: Daar al-Kutub al-Islamiyah, Jakarta hlm 208) menyebutkan bahwa: Allah Swt bersumpah atas dzat-Nya sendiri pada tujuh tempat dalam Al-Qur’an ( tepatnya pada surat At-Tagabun: 7, Saba’: 3, Yunus: 53, Maryam: 68, Al-Hijr: 92, An-Nisa: 65 dan Al-Ma’arij: 40). Dan selain pada ayat tersebut Allah bersumpah atas nama makhluk-Nya dengan menggunakan hal-hal yang dianggap agung oleh mereka saat itu.
Allah bebas bersumpah dengan siapapun makhluk-Nya sebagai tanda atas kemutlakan kuasa-Nya.
عن الحسن قال: إن الله يقسم بما شاء من خلقه وليس لأحد أن يقسم إلا بالله
“ari Hasan berkata: sungguh Allah (boleh) bersumpah dengan apa saja yang Ia kehendaki dari makhluk-Nya, sedang tidak satupun (dari makhluknya) boleh bersumpah kecuali dengan nama Allah.” (riwayat ini dikeluarkan oleh Ibnu Abu Hatim)
Lain halnya dengan manusia sebagai hamba Allah, sumpah dengan selain nama-Nya merupakan termasuk dari syirik.
عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: “من حلف بغير الله فقد كفر أو أشرك.
“ Dari Umar bin Khattab Ra: bahwa Rasulullah Saw bersabda: Barang siapa bersumpah dengan selain Allah maka ia telah kafir atau berbuat syirik” (HR, Tirmidzi)
Faidah Qasam dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an turun dengan menggunakan bahasa Arab fasih. Jika diteliti, bahasa Arab sendiri merupakan bahasa yang “istimewa”. Sebab, bahasa Arab memiliki banyak pengibaratan, perbeda’an uslub bahasa serta pelbagai macam tujuan pengucapan di dalamnya, mempertimbangkan lawan bicaranya.
Dalam ilmu Ma’ani perbeda’an keadaan lawan bicara (mukhotob) dengan pelbagai kabar yang diutarakan itu ada tiga:
Pertama, Ibtida’i, di mana lawan bicara belum mengetahui sama sekali kabar yang disampaikan, sehingga hanya perlu menjelaskannya tanpa dengan adanya “muakkid”, penguat argumentasi.
Kedua, Thalabi, lawan bicara bimbang terkait tetap atau tidaknya suatu kabar, maka dianggap baik untuk menguatkan argumentasi hukum dengan menyertakan muakkid.
Ketiga, Ingkari, lawan bicara mengingkari kabar, sehingga wajib untuk dikuatkan dengan adanya muakkid menyesuaikan kadar keingkarannya terhadap kabar.
Qasam dalam hal ini merupakan salah satu “muakkid”, penguat argumentasi yang ada dan digunakan dalam Al-Qur’an. Syekh Manna’ Al-Qathan dalam kitabnya “Mabahis fi Ulum al-Qur’an”, (cet; Al-Hidayah- Surabaya hlm 291 ) menjelaskan demikian:
والقسم من المؤكدات المشهورة التي تمكن الشيء فى النفس وتقويه, وقد نزل القرأن للناس كافة, ووقف الناس منه مواقف متباينة, فمنهم الشاك, ومنهم المنكر, ومنهم الخصم الالد. فالقسم فى كلام الله يزيل الشكوك, ويحبط الشبهات, ويقيم الحجة, ويؤكد الاخبار, ويقرر الحكم في أكمل صورة
“Qasam (sumpah) adalah termasuk dari muakkid-muakkid (penguat dalil argumentasi) masyhur yang digunakan untuk memantapkan dan menguatkan jiwa. Al-Qur’an turun diperuntukkan untuk seluruh umat manusia. Dalam menerimanya, manusia menempati pelbagai tempat yang berbeda-beda; diantara mereka ada yang ragu-ragu, ingkar dan ada juga yang memusuhi dengan sangat. Qasam dalam kalam Allah (dapat) menghilangkan kesamaran, menetapkan hujjah, menguatkan kabar dan menetapkan hukum dengan bentuk yang paling sempurna.”
Referensi:
- Syekh Manna’ Al-Qathan, Mabahis fi Ulum Al-Qur’an, Surabaya: Al-Hidayah
- Syekh Alawi bin Abbas Al-Maliki, Fayd al-Khabir wa Khulasah at-Taqrir ala Nahj at-Taysir Syarh Mandzumah at-Tafsir, Jakarta: Daar al-Kutub Al-Islamiyah.