Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Meniti jejak para ulama terdahulu

Avatar photo
46
×

Meniti jejak para ulama terdahulu

Share this article

Menziarahi makam para ulama, selain mendapatkan berkah dan doa yang dikabulkan, juga mengingatkan serta memotivasi kita untuk meniti jalan yang mereka tempuh.

Iya, ulama bukanlah kata yang sembarangan, orang yang menyandang gelar ulama sangat agung. Dan tentu untuk menjadi ulama memerlukan waktu bertahun2. Karena harus menguasai berbagai macam ilmu. Al-Quran dan Hadist yang merupakan dua sumber utama syariat tidak cukup dipahami dengan terjemahan. Tapi memerlukan perangkat dari berbagai bidang ilmu.

Ketika mengunjungi makam Syaikh Syarqawi teringatlah kitab-kitab penting yang beliau wariskan, Hasyiah terhadap at-Tahrir dalam fikih syafii, Hasyiah atas Syarah al-Hudhudi terhadap ummul barahin, Syarah Hikam, Mukhtasar Mughnil Labib dalam Nahwu, Risalah terhadap masalah ushuliah dalam Jam’ul jawami’. Dan banyak kitab lainnya. Semua itu menunjukkan kedalaman beliau dalam Ilmu Bahasa, Fikih, Aqidah, Ulum aqliyah dan Tasawuf.

Bergeser sedikit dari Makam beliau Ada makam Syekh Abdul Mun’im ad-Damanhuri yang terkenal dengan kitab Sullam dan gelar Madzahibi, menguasai empat mazhab. Bahkan karangan beliau puluhan dalam berbagai disiplin ilmu: fikih, mantik, ilmu kalam, tasawuf, balaghah hingga ilmu hisab dan kedokteran.

Terus berjalan bertemu dengan makam Syaikh al-Azhar yang lain, Syaikh Muhammad al-Hifni. Teringat baru saja kami khataman ilmul wadh’i diantaranya dengan merujuk Hasyiah beliau terhasap Syarah as-Samarqandi atas matan Adhudiyah. Lalu ada Hasyiah terhadap Syarah Usymuni, Hasyiah terhadap Syarah Qashidah Hamziah, Hasyiah terhadap Syarah al-Hafid atas Mukhtasar Maani dalam Balaghah, Risalah fi Fadhli Tasbih. Dan banyak Lagi.

Bergeser sedikit ada makam Syekh Khatib Asy-Syirbini empunya al-Iqna, Mughnil Muhtaj, Syarah tanbih dalam Fikih. Mughisun Nida alal Qatr, Fathul Khaliqil Malik atas Alfiyah. Taqrirat terhadap Hasyiah Sayalkuti atas al-Muthawwal dalam Balagjah, Sawatiul Hikam syarah terhadap Hikam Syekh Athaillah. Dan banyak lagi.

Bergeser lagi bertemu dengan Syekh al-Bajuri. Yang hampir mempunyai Hasyiah dalam setiap ilmu: Fikih, Akidah, Tasawuf, Mantik, Balaghah, Syarah Qashidah dll. Saya sangat mencintai Syekh al-Bajuri.

Saya sengaja hanya menyebutkan karya-karya mereka dalam Bahasa, Fikih, Ulum Aqliah dan Tasawuf, sebab ilmu-ilmu inilah yang membuat mereka mencapai derajat mereka yang agung.

Ziarah ini menambah keyakinan saya tentang satu satu hal. Penguasaan bahasa dan sastra Arab sangat penting untuk memahami agama ini. Kita tidak akan mencapai level para ulama itu kecuali dengan meniti jalan yang sama: penguasaan bahasa dan sastra yang kokoh, akal yang kuat dengan ulum aqliyah, hati yang tenang dan bersih dengan tasawuf.

Pengetahuan bahasa Arab mengharuskan kita menguasai : Matan Lughah, Nahwu, Sharf, Bayan, Ma’ani, Badi’ Ilmul Wadh’ Ilmu Isytiqaq, dan ulum adabiah : tentu saja dengan menelaah kitab kata per kata pada setiap levelnya, belum lagi harus membaca karya-karya sastra seperti Syair Jahili, Maqamat Hariri dan lain2. Ulum aqliyah mengharuskan kita menguasai Mantik, Umur Ammah, Maqulat, adabul bahs, Ilmu Kalam, Ushul FIkih. Semua ilmu yang disebutkan ini hanya sebagai perangkat, alat untuk memahami kalam para ulama. Dan puncaknya memahami al-Quran dan hadis.

Apakah orang ajam bisa seperti mereka?

Kita punya pendahulu. Cobalah baca Kasyifatus saja, Syaikh Nawawi Banten, isi kitab ini fikih ibadah yang kental dengan corak tasawuf dengan wirid-wirid. Tapi ketika beliau menyampaikan faidah masalah lughah, rujukan beliau tak tanggung-tanggung, Syuruh Alfiyah seperti Syarah Uysmuni, Syarah al-Fakihi dan al-Hariri terhadap Mulhah, syarah Radiy terhadap Kafiyah, Mughni ibnul Hisyam. Syarah Usymuni dan Syarah Kafiyah salah satu buku pokok paling penting dalam dua madrasah Nahwu : Madrasah Ibnu Malik dan Ibnul Hajib. Menunjukkan luasnya pengetahuan Syaikh Nawawi Banten terhadap gramatika Bahasa Arab.

Ketika membaca as-silah fi bayanin nikah, Syaikh Khalil Bangkalan, saya kembali tertegun, beliau mengutip syairnya Syaikh Hasan al-Atthar. Syaikh Hasan al-Atthar memang punya karya kumpulan puisi dan prosa yang berjudul al-Insya. Tapi masa iya Syaikh Khalil sempat membacanya juga? Membaca karya sastra. Ini membuktikan kedalaman beliau dalam Sastra.

Syaikh Arsyad al-Banjari dan ulama Nusantara lain, tidak akan mampu menerjemahkan kitab-kitab klasik dengan bahasa yang indah kecuali mereka mempunyai pemahaman bahasa Arab yang Kokoh, Ilmu Syariat yang dalam, dan hati yang tenang dengan tasawuf.

Kontributor

  • Fahmi Ain Fathah

    Alumni Al-Azhar Kairo Mesir, Fakultas Bahasa Arab. Asal dari Tanjung, Kalimantan Selatan. Kini tengah melanjutkan studi jenjang S2 Al-Azhar. Meminati kajian Manthiq dan Balaghah