Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Menyayangi dan Mendidik Anak ala Umar bin Khattab

Avatar photo
44
×

Menyayangi dan Mendidik Anak ala Umar bin Khattab

Share this article

Anak merupakan karunia Allah yang paling indah bagi pasangan suami-istri. Kehadirannya menyejukkan hati dan senantiasa dinanti setiap pasangan yang telah berkeluarga. Hal tersebut mengindikasikan bahwa anak merupakan qurratu ‘ain dan perhiasan dunia bagi orang tua. Ketika masih belia, para orang tua menunggu tingkah laku dan celotehan anaknya yang menggemaskan. Kemudian orang tua memanjakan anak-anaknya dengan menggendong, menimang serta mengajari mereka untuk berjalan, berkata-kata dan berbagai hal baik lainnya. Yang demikian lumrah adanya sebagai bentuk kasih sayang orang tua terhadap anak-anaknya.

Di samping sebagai khalifah, Umar bin Khattab juga berperan sebagai orang tua bagi anak-anak di keluarga kecilnya. Tentu keadaan semacam ini memposisikan Umar untuk bertanggung jawab terhadap kondisi rakyat sekaligus keluarganya. Keduanya harus seimbang, sebab Umar menjadi panutan bagi umat Islam yang dinanti petuah-petuahnya, juga teladan bagi putra-putrinya.

Dalam kitab al-Tarbiyyah al-Islamiyyah wa Falsafatuha, Muhammad ‘Athiyyah al-Abrasi menceritakan kisah kasih sayang Umar terhadap anak-anak. Suatu ketika, ada salah seorang pegawai Umar bertamu ke rumahnya. Ia lantas masuk ke dalam rumah Umar. Pegawai itu heran melihat Umar tiduran terlentang sedang anak-anaknya bermain di sekitarnya. Raut mukanya memperlihatkan ketidaksenangannya terhadap anak-anak Umar yang sedang asyik bermain.

Melihat gelagat pegawainya, Umar lantas bertanya kepadanya: “Bagaimana anda bersama keluarga di rumah?” Ia menjawab: “Kalau aku masuk rumah, mereka semua langsung diam.” Umar marah seraya berkata: “Keluarlah dari pekerjaan anda! Sesungguhnya anda tidak punya rasa kasih sayang terhadap keluarga anda. Bagaimana anda akan bisa memberikan kasih sayang terhadap umat Muhammad?

Baca juga: Kebijakan Ganjil Khalifah Umar Mendistribusikan Keadilan

Dari kisah ini, Umar bin Khattab ingin memberikan pelajaran kepada umat Islam sebagai orang tua dalam keluarganya. Setiap manusia pasti akan menjadi orang tua. Setiap orang tua harus mempunyai sifat kasih sayang terhadap anak-anaknya. Orang tua dituntut bukan hanya sukses dalam pekerjaannya, tapi juga mampu bergaul secara menyenangkan dengan keluarganya. Walhasil sepulang dari kantor, istri dan anak senantiasa menantinya dengan senyuman. Anak-anak dengan senang menunggu ayahnya menjadi imam shalat fardhu. Selepas belajar belajar malam, mereka dengan sabar menanti ayahnya bercerita tentang kisah-kisah para Nabi sebagai pengantar tidur.  

Maka para sarjana pendidikan Islam dengan getolnya menyiarkan bahwa keluarga merupakan madrasah pertama bagi anak. Keluargalah yang mengawali pengajaran anak dalam melihat, mendengar, merasakan, berbicara, membaca juga bersikap. Pengajaran ini dilakukan secara kontinyu dengan menerapkan metode yang berbeda seiring tumbuh-kembang anak. Hal ini dilakukan agar setiap anak merasakan peran orang tua dalam mendidik keluarganya. Harapannya, kelak setiap anak akan memiliki sifat welas asih kepada keluarganya dan sesama.  

Sudah tidak asing di telinga umat Islam akan ketegasan Umar bin Khattab baik saat masih menjadi sahabat Nabi maupun sebagai seorang pemimpin. Ketika Islam belum begitu berkembang di kota Mekkah, Umar menjadi cahaya saat menyatakan keislamannya.  Ia adalah sosok yang paling keras menantang kedzaliman kaum kafir terhadap umat Islam. Sikapnya tetap berlanjut saat menjabat sebagai khalifah, ketegasannya dalam memimpin juga tampak saat ada umat Islam yang melanggar syariat. Keluarganya juga tidak terlepas dari sikap tegas yang disematkan kepada Umar.

Baca juga: Memukul Anak untuk Mendidik, Begini Jawaban Al-Azhar

Mengenai ketegasan Umar terhadap keluarganya, Akramah bin Walid bercerita. Suatu hari setelah bermain di luar, Abdullah bin Umar bin Khattab pulang ke rumahnya. Saat pulang, ia mengenakan pakaian yang bagus. Tiba-tiba Umar memanggil Abdullah dan memukulnya dengan beberapa cambukan. Abdullah menangis. Menyaksikan hal itu, Hafsah berkata kepada Umar: “Mengapa engkau memukulnya?” Umar menjawab: “Saya lihat dia sedang dalam keadaan besar kepala (sombong), makanya saya pukul supaya kepalanya mengecil (tidak sombong)

Peristiwa ini merupakansalah satu kebiasaan Umar dalam mendidik keluarganya. Sebelum menegur atau melarang orang lain, Umar terlebih dahulu mempraktekkannya kepada keluarganya. Metode Umar mendidik keluarganya dengan cara seperti itu supaya bisa memberikan teladan bagi umat Islam agar tidak terbiasa jarkoni (iso ngujari, nanging ora iso nglakoni/ bisa ngomong tapi tidak bisa melaksanakan). Karena sosok pendidik yang baik adalah mereka yang sudah melaksanakan apa yang disampaikan kepada peserta didiknya, walaupun itu adalah anaknya sendiri.

Didikan Umar terhadap Abdullah mencerminkan bahwa sikap adalah hal urgent dalam hidup. Sebagaimana dituturkan dari kisah di atas, sikap Abdullah telah melanggar larangan Allah untuk tidak sombong yang tertuang dalam QS. Al-Isra’ ayat 37 dan QS. Luqman ayat 18. Walaupun sebagai putra khalifah, Abdullah tidak diperkenankan untuk bersikap layaknya anak raja dengan menikmati fasilitas kekhalifahan sang ayah. Nasihat ini memberikan antisipasi kepada umat Islam agar kekayaan harta dan jabatan tidak melalaikannya dalam mendidik anak. Jangan sampai mereka kelak kaya harta tapi miskin akhlak. Na’udzubillah min dzalik…

Bahkan Nabi juga sering mengingatkan umat Islam untuk berkasih sayang terhadap anak-anak. Pernah dalam shalatnya, ada anak kecil yang minta digendong oleh Nabi. Saat dalam pelukannya, anak kecil itu pipis. Orang tua si kecil memarahinya sambil membentaknya dengan kasar. Rasul lantas mengingatkan sahabat tersebut dengan bersabda: “Kotoran yang menempel di bajuku akan hilang seketika bila dicuci, tapi sakit hati si anak itu karena bentakanmu tidak akan mudah hilang.” Nabi melanjutkan: “Cintailah anak-anak dan kasih sayangilah mereka. Bila menjajikan sesuatu pada mereka, tepatilah. Sesungguhnya yang mereka ketahui hanya kamu yang dapat memberi rizki.

Baca juga: Momen-momen Spesial Baginda Rasulullah Mendidik Sahabat

Melalui kisah Umar bin Khattab yang dipertegas sabda Nabi, kita dapat menarik benang merah bahwa anak-anak membutuhkan kasih sayang orang tuanya. Ketegasan orang tua terhadap anak bukan berarti tidak sayang, namun memberinya pelajaran agar mandiri dan tidak senantiasa bergantung pada orang tuanya. Ketegasan berbeda dengan kekerasan.

Sebagai manusia yang punya hati nurani, kita tidak ingin menyaksikan terjadi kekerasan terhadap anak, baik itu anaknya sendiri maupun anak didik di instansi pendidikan. Karena sebagai orang tua dan pendidik, kita hanya diperkenankan untuk menyayangi sekaligus mendidik mereka dengan metode yang kreatif dan inovatif sesuai perkembangan zaman di bawah naungan pendidikan Islam. Wallahu A’lam.

Kontributor

  • Andi Luqmanul Qosim

    Mengenyam pendidikan agama di Ta'mirul Islam Surakarta dan Universitas Al-Azhar Mesir. Sekarang aktif sebagai pengajar di Fakultas Syariah IAIN Salatiga dan Guru Agama di SMAN 1 Parakan Temanggung.