Tahun ajaran sekolah sudah mulai mendekati masa penghabisannya. Beragam pertanyaan orang tua akan nasib anaknya pun sudah mulai berputar-putar di kepala. Khususnya anak yang sekarang berada di jenjang SD sederajat. Para orang tua mulai berpikir: anakku ini saya masukkan ke sekolah umum, atau saya pondokkan saja ya?
Untuk menjawab pertanyaan tahunan ini, saya akan mencoba jelaskan secara perlahan, agar orang tua bisa bijak dan tidak salah akan keputusannya.
Yang pertama yang harus dipahami oleh orang tua, adalah tujuan utama dari mereka untuk menginginkan anaknya menjadi seperti apa. Apakah mau menjadikan anaknya sebagai dokter, insinyur, arsitektur, jurnalis atau yang faham agama? Ini adalah jembatan pertanyaan yang harus dijawab oleh orang tua.
Pilihan pertama, orang tua yang ingin menjadikan anaknya sebagai seorang ahli di satu bidang di selain agama, tentunya dengan harapan anaknya bisa makmur secara finansial nantinya, selain juga bisa manfaat dalam bidang tersebut. Sedangkan pilihan kedua, orang tua lebih memilih untuk anaknya faham agama saja, atau hafidz kalau anaknya dipondokkan di pesantren tahfidz Al-Qur’an.
Saya katakan, kedua pilihan ini tidak ada yang tidak baik, semuanya baik. Karena semua itu tidak tergantung dengan luarnya, akan tetapi tergantung dengan dalamnya atau niat awal.
Ilmu Umum dan Ilmu Agama
Imam Ghazali dalam kitab Ihya’-nya tidak membedakan Ilmu Umum dan Agama. Ilmu Umum bisa bernilai kebaikan, jika difungsikan untuk kebaikan. Ini yang kebanyakan orang sering salah paham. Tapi ada beberapa hal yang musti diperhatikan oleh orang tua jika hendak memasukkan anaknya di sekolah umum.
Selain orang tua harus punya niat yang mulia, sang anak juga harus diajarkan untuk berniat demikian. Sehingga niat mulia itu akan selalu terpatri ketika ia belajar dan sampai pada nantinya dia berprofesi seperti yang diinginkan. Orang yang menanamkan niat baik di awalnya, dan senantiasa mengawalnya, maka besar kemungkinan nantinya sebuah pekerjaan yang didapat akan digunakan untuk kebaikan.
Baca juga:
Kalau anaknya masuk jenjang SMP sederajat ke atas, maka perlu diperhatikan juga pakaiannya, jika perempuan. Apalagi untuk sekarang, sekolah sudah tidak mempermasalahkan muridnya untuk berpakaian dengan jilbab atau tidak. Yang tak kalah penting, tetap memantau pergaulan anak, baik laki-laki ataupun perempuan. Memantau ini bukan berarti pantauan yang sampai mengganggu kenyamanan anak, karena hal ini saya rasa membuat sang anak justru menjadi tidak bebas dalam memaksimalkan pendidikannya. Cukup dengan pantauan yang tidak terlihat tapi efektif.
Yang sering dilupakan oleh orang tua adalah kewajibannya mengajarkan Ilmu Hal (Ilmu-ilmu yang berhubungan dengan sang anak saat menginjak baligh saat itu) kepada anaknya: mulai dari tata cara wudhu, sholat, seputar kenajisan, dan yang berkaitan dengan haidh jika anaknya perempuan, pun juga akhlak. Paling tidak, hal-hal ini dipersiapkan oleh orang tua sebelum anak menginjak usia baligh. Jika semua sudah terpenuhi, maka orang tua bebas untuk memasukkan anaknya ke mana saja dia mau, termasuk ke sekolah umum. Tapi kalau belum, orang tua masih berhutang untuk menyelesaikan kewajibannya terhadap anaknya. Entah diajari secara mandiri, atau memasrahkan pendidikan ini ke orang lain.
Yang selanjutnya, jika orang tua punya keinginan untuk memondokkan anaknya, pun ada hal-hal yang perlu diperhatikan dan musti mereka ketahui.
Pertama, orientasi awal dalam hal ini adalah kebaikan. Yaitu untuk menjadikan anaknya bisa paham agama, dan nantinya agama yang dia paham bisa bermanfaat untuk dirinya atau untuk lainnya. Tidak harus menjadi Kiai atau Ustadz, selama nanti anaknya punya ilmu, hukum alam akan berjalan sebagaimana mestinya. Orang yang punya sesuatu untuk diberikan, biasanya akan mudah jika diminta untuk diberikan.
Yang kedua, jangan dituntut untuk seperti anak-anak tetangga yang orientasinya beda. Misalkan anak-anak tetangga sudah bisa sukses dalam kerjaannya, sudah bisa mengirimkan uang untuk orang tuanya. Orientasi anak pondokan sama anak umum sangatlah berbeda. Yang satu di ilmu keagamaan dan pendidikan jiwa, yang satunya memang finansial. Kalau berkeinginan anaknya makmur dalam hal finansial, mestinya disekolahkan umum saja, bukan dipondokkan. Ini yang seringkali orang tua salah paham.
Tanggung Jawab Orang Tua
Sebenarnya orang tua yang anaknya sekolah umum atau dipondokkan punya kewajiban yang sama, kewajiban mengajarkan Ilmu Hal kepada anaknya, paling tidak sebelum dia baligh. Hanya saja, orang tua yang anaknya dipondokkan bebannya bisa dipasrahkan di pesantren tempat anaknya nanti ditempatkan. Oleh karenanya, jeli dalam memilih pondok ini sangat perlu diperhatikan. Cari pondok-pondok yang memang betul mengajarkan ilmu-ilmu wajib bagi sang anak dengan benar. Jangan cari pondok yang hanya terkenal dengan megahnya saja tapi penuh dengan kebebasan, apa gunanya?
Baca juga:
Ini juga berlaku pada pondok Tahfidz yang hanya mengajarkan Al-Qur’an saja, tanpa ada pengajaran Ilmu Fikih dan Ilmu Akhlak. Benar, sang anak hafal Al-Qur’an, tapi buat apa halaf Al-Qur’an jika cara membersihkan najis saja tidak tahu? Maka, memilih pondok Tahfidz yang ada pengajaran Fikih juga Akhlak adalah sebuah keniscayaan.
Yang terpenting, orang tua harus paham, bagaimana bersikap terhadap anaknya dengan bijak. Dengan kebijakan inilah nanti, dalam setiap langkah anaknya dalam menuntut ilmu, baik yang umum atau yang agama, orang tua akan senantiasa mendapatkan cucuran pahala. Hingga segala kebaikan yang dikerjakan oleh anaknya kelak, dari ilmu yang dituntutnya berkat orang tuanya.
Kairo, 15 Februari 2022
Please login to comment