Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Menyelami mata air keteladanan Mbah Moen dalam mendidik bangsa

Avatar photo
43
×

Menyelami mata air keteladanan Mbah Moen dalam mendidik bangsa

Share this article

Pernah muncul sebuah wacana tentang usulan menjadikan KH. Maimoen Zubair sebagai Pahlawan Nasional. Berbagai pesan yang mencakup keagamaan, keindonesiaan, dan pesantren menjadi hal yang kuat membuktikan Mbah Moen sebagai ulama karismatik rujukan terlebih pesan-pesan beliau yang senantiasa menyuarakan NKRI harga Mati (kebangsaan).

Ulama asal Rembang itu layak menyandang gelar tersebut mengingat kontribusinya dalam merekatkan bangsa Indonesia ini sangat besar.   

Bukti juga bahwa KH. Maimoen Zubair merupakan sosok ulama besar adalah memiliki keberhasilan yang gemilang dalam hal mendidik anak bangsa. Baik anak kandung maupun santri-santrinya, Mbah Maimoen nyatanya mampu mengantarkan mereka menjadi orang-orang saleh yang bermanfaat bagi kalangan luas.

Hal ini tak terlepas dari keikhlasan Mbah Moen dalam mengajar, juga riyadohnya dalam mendoakan santri-santrinya agar menjadi ulama  dan tokoh yang mendalam keilmuan dan ikhlas berjuang di tengah masyarakat.

Pesan penting beliau yang patut dijadikan perenungan bagi kita semua yaitu, “Jadi Guru itu tidak usah punya niatan bikin pintar orang. Nanti kamu hanya akan marah-marah ketika melihat muridmu tidak pintar. Ikhlasnya jadi hilang. Yang penting niat menyampaikan ilmu dan mendidik dengan baik”.

Pesan bijak beliau ini ditujukan khusus kepada para guru yang menjadi bagian penting dari dunia pendidikan. Pesan-pesan bijak beliau yang menyorot berbagai aspek kehidupan itu tidak pernah luput dari pandangannya yang arif dan bijaksana. Baik itu dari persoalan agama, politik, sosial, hingga pendidikan.

Baca juga: Syaikhina Maimoen Zubair, Wali Zambil dan Nabi Khidir

Sebagai kiai yang tidak hanya di pesantren, tetapi aktif juga dalam pergumulan sosial politik, Mbah Moen memahami realitas masyarakat yang nanti menjadi ladang dakwah para santri ketika kembali ke masyarakat. Oleh karena itu, ilmu-ilmu yang diberikan Mbah Moen kepada santri-santrinya tidak hanya teori yang ada dalam kitab kuning saja, tetapi juga pengalaman dan praktik hidup yang sifatnya aktual-kontekstual. (Asmani, 2021)

Keteladanan adalah metode pengimplementasian nilai-nilai pendidikan karakter yang dijalankan oleh Mbah Moen selama ini. Metode inilah yang paling kuat dari sekian banyak metode membangun dan menanamkan karakter. Keteladanan dalam mengelola perbedaan dengan penuh kesantunan menjadi salah satu jejak Mbah Moen yang tidak akan pernah terlupakan. Karena kearifannya dalam menyikapi perbedaan pendapat, beliau sering menjadi tempat berlabuh banyak kalangan. (Ulum, 2020)

Mbah Moen juga sosok yang tidak melupakan santri-santrinya, baik masih di pesantren maupun  yang telah boyong (pulang) dan mengabdi di masyarakat. Beliau menjaga betul hubungan itu dengan baik dengan cara menjaga hubungan silaturahmi tanpa membeda-bedakan status dan kedudukan seseorang. Hal ini terlihat dari cara beliau menjalin komunikasi dengan politisi, keluarga, wali santri, bahkan dengan santri yang sudah lulus masih beliau ingat dengan benar namanya.

Keterbukaan, keluasan dan kedalaman ilmunya Mbah Moen inilah yang menjadikan siapa saja merasa menjadi santrinya. Sehingga anak bangsa bersatu di bawah keteduhan Mbah Moen yang berlatar belakang keragaman yang ada.      

Mbah Moen adalah mata air keteladanan yang tidak pernah kering di tengah gersangnya  zaman. Pada usianya yang senja sekalipun, yakni usia 90, Mbah Moen senantiasa mengemong umat. Khidmatnya terhadap ilmu, beliau tunjukkan dengan keistikamahan mengajar segenap santri di tengah kesibukannya dalam urusan politik kebangsaan. 

Salah satu indikator istikamah beliau adalah selalu mengaji kepada santri dan masyarakat meskipun baru saja datang dari acara luar yang menyita banyak waktu dan tenaganya. Dr. Jamal Ma’mur Asmani dalam KH. Maimoen Zubair Sang Maha Guru menyebut praktik keistikamahan Mbah Moen dalam kebaikan tidak hanya dijalankan pada santri-santrinya saja, namun juga dilakukan dalam mendidik putra-putrinya. 

Putra-putri Mbah Moen belajar di Pondok, di Madrasah Ghazaliyah, dan aktif dalam berbagai kegiatan pondok. Di samping itu, beliau menyuruh santri senior untuk mengajari putra-putrinya Mbah Moen ini secara khusus.

Praktik istikamah Mbah Moen adalah akhlak para ulama yang harus diteladani sebagai wasilah meraih keberkahan dan kesuksesan hidup.

Baca juga: Silsilah Sanad Mazhab Syafi’i Syaikhina Maimoen Zubair

Hal yang tidak kalah penting di samping keistikamahan dan visi besar KH. Maimoen Zubair dalam membangun peradaban Islam adalah soal kaderisasi. Mbah Moen menunjukkan kematangannya yang luar biasa dalam kaderisasi dengan adanya tokoh-tokoh publik yang berasal dari asuhan tangan dingin beliau.

Termasuk berdirinya pondok pesantren Al-Anwar 2, 3, dan 4 yang diasuh oleh putra-putri dan para santri adalah kontinuitas perjuangan dakwah sepanjang hayat yang dicanangkan oleh Mbah Moen. Merambahnya semua kader memperkuat peradaban Islam ke depannya.

Dalam konteks politik pun, Mbah Moen mendorong para santri untuk turut mencalonkan diri sebai bupati dan sebagainya. Totalitasnya beliau mendidik santri-santri, baik secara lahir maupun batin, sehingga Allah memberikan kemanfaatan dan keberkahan ilmu itu kepada mereka.

Mbah Moen mewariskan nilai-nilai keteladanan yang membentuk pribadi muslim yang bermoral (aksiologis), berwatak tanggung jawab, dan militan dalam kebaikan untuk membangun kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Kita berharap karya-karya dan pesan-pesan moral beliau ini dapat dirawat dan dilestarikan untuk mendidik generasi muda dengan keteguhan ber-Islam yang moderat. Agar keteladanan itu menjadikan bekal bagi kaum milenial untuk menghadapi pesatnya ilmu pengetahuan dan sekularisme yang kian mendegradasi moral anak bangsa dan menjauhkan diri dari nilai-nilai agama.   

Kontributor

  • Achmad Dhani

    Asal Grobogan, Jawa Tengah. Alumnus pesantren Al-Isti'anah Plangitan Pati. Sekarang menjadi mahasantri Mahad Aly Sa'iidus Shiddiqiyah Jakarta.