Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Menyingkap makna pengorbanan di balik ibadah kurban

Avatar photo
42
×

Menyingkap makna pengorbanan di balik ibadah kurban

Share this article

Termasuk ibadah dan kesunnahan yang dianjurkan oleh syariat di dalam momentum bulan haji atau Dzulhijjah, ialah: berkurban.

Kurban di dalam bahasa arab yakni: أضحية yang merupakan akar kata dari: ضحّى – يضحّي berarti: pengorbanan.

Lalu di manakah letak pengorbanan dari ibadah kurban? Perbuatan dari orang yang berkurban manakah yang dinilai sebagai pengorbanan?

Imam Hakim Tirmidzi menjelaskan letak pengorbanan ketika orang mengeluarkan hewan kurban, tatkala ia menyembelih ego, kesombongan, rasa individualisme yang hinggap dihatinya dengan rela mendermakan sebagian hartanya untuk membeli hewan kurban dan membagikan dagingnya kepada orang lain yang membutuhkan.

Lalu Imam Hakim Tirmidzi menegaskan esensi dan hakikat dari ibadah kurban dalam kitabnya  Itsbat al `Ilal, (hal: 208), “Sejatinya ibadah kurban adalah uang tebusan yang diaturkan kepada Allah taala atas segala dosa, kekhilafan, serta kesalahan yang telah dilakukan oleh hamba selama setahun penuh.”

Maka tak heran, bilamana Rasulullah saw. bersabda,

ما عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا  

“Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam (manusia) pada hari raya Idul Adha yang lebih dicintai oleh Allah daripada menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu untuk melakukannya.” (Hadits Hasan, riwayat al-Tirmidzi: 1413 dan Ibn Majah: 3117)

Maka dengan berkurban, diharapkan seseorang akan memaknai hidupnya untuk mencapai ridha Allah semata. Ia “korbankan” segalanya (jiwa, harta, dan keluarga) hanya untuk-Nya. Oleh karena itu, pada hakikatnya, yang diterima Allah dari ibadah kurban itu bukanlah daging atau darah hewan yang dikurbakan, melainkan ketakwaan dan ketulusan dari orang yang berkurban, itulah yang sampai kepada-Nya. 

Juga termasuk hikmah disyariatkannya ibadah kurban adalah: agar para hamba mengenang serta menghayati kisah pengorbanan Nabi Ibrahim as. yang rela berkorban hati dan jiwa dengan menyembelih anak kesayangannya: Nabi Ismail as. karena taat atas perintah Allah.

Syeikh Umar bin Ahmad Baraja’ mengomentari kisah ini dalam kitabnya Al-Akhlaq Lil Banin (2/22) dengan perkataannya:

فَانْظُرْ أَيُّهَا الْوَلَدُ الْمَحْبُوْبُ كَيْفَ بِرُّ سَيِّدِنَا إِسْمَاعِيْلَ وَصَبْرُهُ؟ وَكَيْفَ اِمْتَثَالَ سَيُّدُنَا إِبْرَاهِيْمُ لِأَمْرِ رَبِّهِ، وَثَبَاتُهُ فِيْ هَذَا الْبَلَاءِ الْمُبِيْنِ؟

“Lihatlah anakku tercinta, bagaimana bakti dan kesabaran Sayyidina Ismail, dan bagaimana ketaatan Sayyidina Ibrahim dalam menjalakan perintah Tuhannya, serta keteguhannya dalam ujian yang sungguh nyata ini?”

Semoga Allah taala menerima pengorbanan kita dan menjadikan kita hamba-hamba yang taat dan patuh atas perintah-Nya. Amiin Ya rabb al `alamiin.

Kontributor

  • Muhammad Fahmi Salim

    Alumni S1 Univ. Imam Syafii, kota Mukalla, Hadramaut, Yaman. Sekarang aktif mengajar di Pesantren Nurul Ulum dan Pesantren Al-Quran As-Sa'idiyah di Malang, Jawa Timur. Penulis bisa dihubungi melalui IG: @muhammadfahmi_salim