Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Merayu Tuhan di bulan Ramadhan

Avatar photo
17
×

Merayu Tuhan di bulan Ramadhan

Share this article

Kala bulan suci Ramadhan tiba, semuanya bisa berubah seketika. Panorama seputar religiositasnya begitu indah untuk dilihat dan dirasakan, apalagi diteliti. Umat Islam pada bulan suci ini sangat bergairah dalam melaksanakan ritual keagamaan, bahkan seolah kesan muncul bahwa umat muslim berebut pahala, mencari berkah Tuhan lewat bulan suci.

Saking bergairahnya berebut pahala Tuhan, masjid-masjid dan musala-musala (yang awalnya sepi) seketika dipenuhi para jamaah salat wajib dan sunah tarawih, bahkan hingga mencapai halaman masjid-musala. Terkadang, mereka tak kunjung pulang ke rumahnya sebelum selesai membaca Al-Quran, baik secara individu maupun model tadarus Ramadhan.

Pun, pada bulan ini bagi yang merasa berdosa, mendapatkan jalan (tiket) untuk mengurangi rasa bersalahnya dengan kembali pada “Tuhan” dan bersikap sangat islami. Fenomena ini dengan mudah kita lihat, baik di kehidupan nyata maupun realitas kehidupan semu (media massa seperti televisi dan dunia periklanan).

Misalnya, adanya sebagian dari para selebritas yang biasanya mengumbar aurat, mempertontonkan lekuk tubuh yang kerap mengundang berahi orang lain, seketika berubah menjadi sosok sangat saleh dan penuh kelakar dengan jilbab beserta ungkapan-ungkapan religius.

Begitu pula media massa yang biasanya jauh dari norma-norma moralitas agama, menampilkan wajah lain di bulan suci Ramadhan, dengan menawarkan kepada umat Islam semangat untuk kembali pada “Islam” melalui ceramah-ceramah, kuliah-kuliah pendek, maupun pengajian-pengajian tertentu.

Fenomena inilah, yang saya maksud dengan merayu Tuhan. Artinya, pada bulan suci Ramadhan Tuhan coba dirayu dan disogok agar memberikan pahala, yang kelak akan mereka nikmati di surga. Walau begitu, kita patut merasa bangga dengan apa yang dilakukan kaum muslimin, serta merasa bersyukur akan semangat dalam beragama yang dipertontonkan oleh sebagian besar umat Islam, terutama di Indonesia.

Namun, adalah menjadi tidak etis dan arif rasanya jika segala amal kebajikan ini hanya berlangsung sekadar di bulan suci Ramadhan. Sementara ketika bulan Ramadhan telah habis, mereka kembali lagi melakukan aktivitas seperti sedia kala; mempertontonkan lekuk tubuh, menyebarkan berita hoax, mengadu domba, ujaran kebencian, dan lain-lain. Kebaikan dan ampunan Tuhan, seolah-olah tengah direduksi hanya di bulan suci ini. Sungguh ironis perilaku demikian.

Padahal Ramadhan, hanyalah sekadar bulan latihan untuk aktivitas masa depan selanjutnya. Kita dipaksa menahan dari segala hal yang dapat membatalkan puasa. Bukan hanya makan, minum, berhubungan intim bagi suami-istri, melainkan juga membicarakan serta melakukan hal-hal negatif seperti menggunjing orang, mencaci-maki, memfitnah, dan lain sebagainya. Kesemuanya ini, tentu saja, sebagai modal awal dalam melakoni hidup yang lebih baik.

 

Lebih jauh lagi, seseorang dikatakan sukses dalam menjalankan ibadah puasa, apabila segala amal kebajikan yang dilakukan di bulan Ramadhan masih melekat dalam diri setiap individu, bahkan kebajikannya kian meningkat  kendati telah habis masanya (bulan Ramadhan). Inilah, parameter keberhasilan umat Islam dalam melakoni ibadah puasa di bulan suci Ramadhan.

Hal ini didasarkan atas tujuan utama ibadah puasa khususnya di bulan Ramadhan, yakni menjadi manusia bertakwa. Sebagaimana dinyatakan dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 183, yaitu:

يَاَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Dari sini, kita bisa memahami bahwa ibadah puasa bukan sekadar menjalankan kewajiban agama Islam, melainkan juga sebagai ajang untuk melatih diri, rohani, atau spiritual setiap individu muslim dalam mencapai tingkatan hidup yang lebih baik di sisi Allah dengan memperoleh predikat makhluk paling bertakwa.

Oleh karena itulah, kita berharap bahwa ibadah puasa di bulan Ramadhan saat ini dan hampir mencapai kesempurnaan satu bulan benar-benar dapat memberikan dampak positif bagi kita. Dengan kalimat lain, agar ibadah puasa yang kita jalankan tak sekadar menjadi ritus-ritus berisikan bujuk-rayu belaka terhadap Tuhan. Namun, bagaimana dapat menghilangkan sifat serta perilaku negatif yang selama ini tengah melekat dalam diri, sekaligus menarik perilaku terpuji masuk ke dalam diri kita semua. Sebagaimana tujuan utama dari ibadah puasa tersebut. Wallahu a’lam.

Kontributor

  • Saidun Fiddaraini

    Alumnus Ma'had Aly PP Nurul Jadid, Paiton, kini mengajar di PP Zainul Huda, Arjasa Sumenep. Juga penikmat kajian keislaman dan filsafat.