Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Nasihat Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad untuk Kepala Negara

Avatar photo
23
×

Nasihat Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad untuk Kepala Negara

Share this article

Memberikan petuah nasihat kepada kepala negara merupakan darma istimewa yang patut dilaksanakan oleh segenap kaum muslimin. Terlebih jika penguasa tersebut telah membelot dari syariat agama, maka bukan lagi suatu kesunnahan, melainkan beralih menjadi kewajiban.

Eksistensi para penguasa individualis semakin bertambah dari masa ke masa, tak berkurang walau ditelan waktu. Riskannya, mereka selalu mengutamakan egonya sendiri dan mengesampingkan kemaslahatan umat.

Tidak jarang kita menemukan kepala negara seperti ini. Mereka telah melakukan deviasi dalam memangku amanah dan menyalahgunakan wewenang hak kekuasaan.

Melihat hal ini, membuat hati Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad terenyuh. Sedih dan iba atas perilaku para kepala negara yang bersifat otoriter dalam merumuskan suatu perkara. Pasalnya, kepemimpinan adalah perihal yang berat, diperlukan pemimpin yang berkualitas dan memiliki kredibilitas tinggi. Tidak hanya itu, ia pun harus memahami mekanisme dalam memangku struktur roda pemerintahan sesuai tuntunan syariat.

Selain itu, setiap perkara yang ia pimpin akan dimintai pertanggungjawaban kelak di hari kiamat. Baik kecil atau besar, semuanya takkan luput para hari pembalasan.

Rasulullah Saw bersabda,

كلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته. (رواه البخاري وأحمد وابن حبان والبيهقي في شعب الإيمان)

“Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya.”

إنكم ستحرصون على الإمارة وإنها ستكون ندامة يوم القيامة. (رواه النسائي وابن حبان والبيهقي)

“Kalian akan sangat tamak akan kepemimpinan (pemerintahan), dan hal itu akan membuat kalian menyesal di hari kiamat nanti.”

ما من وال على الناس إلا جيء به يوم القيامة مغلولة يده إلى عنقه، فكه عدله أو أوبقه جوره

“Tidaklah dari seorang penguasa kecuali ia akan didatangkan di hari kiamat dalam keadaan tangan yang terbelenggu ke lehernya. Yang akan melucutkannya ialah sikap adilnya (selama memimpin di dunia), sedang yang membinasakannya ialah ketidakadilan yang ia perbuat.”

Peringatan yang termaktub pada riwayat di atas, tertuju kepada mereka yang tidak berkompeten dalam bersikap adil ketika merumuskan perihal pemerintahan. Adapun kepala negara yang memiliki kredibilitas tinggi, ia merupakan penguasa adiluhung di sisi Allah dan Rasul-Nya, begitu pun di mata mahluk Allah lainnya.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah figur kepala negara adiluhung yang patut dijadikan suri teladan. Gaya pemerintahan yang dia terapkan senada dengan mekanisme yang dianut oleh Khulafa ar-Rasyidin, dan kesemuanya itu berantai melantas kepada Rasulullah Saw.

Habib Abdullah Al-Haddad mengisahkan, bahwa Khalifah Umar bin Abdul Aziz acap kali menangis ketika berada di rumahnya. Mendengar hal itu, sekumpulan orang yang melewati rumahnya bertanya-tanya, mengenai sebab yang membuat sang khalifah tersendu mengucurkan air mata.

Dikatakan, bahwa beliau telah memberikan pilihan kepada para istri-istrinya. Usulan yang ia ajukan cukup melinglungkan. Sebab, mereka diperintah untuk memilih tetap menjadi istrinya, namun dengan syarat ia tak bisa memenuhi keinginan hasrat mereka untuk bersenggema, sedang alternatif kedua ialah bercerai.

Loyalitas khalifah Umar bin Abdul Aziz bisa terlihat dari bagaimana ia menggerakkan roda pemerintahan. Sikap seperti ini sangatlah diperlukan karena mampu membangun suka cita dalam bertindak dan mengambil keputusan.

Hal ini beliau curahkan semata-mata karena besarnya tanggung jawab yang dipikulnya sebagai pemimpin kaum muslimin. Baginya, tak ada sedetik pun waktu yang tak dimintai pertanggungjawaban kelak. Setelah itu, para istrinya pun tetap bersikukuh untuk mempertahankan status mereka sebagai istri, dan menolak untuk bercerai.

Nilai penting yang lazim dimiliki oleh kepala negara ialah rasa takut, dan hal yang dapat memotifasi rasa takut ialah kesadaran akan kecacatan diri sendiri dan kekurangannya dalam hal perintah dan larangan Allah. Sikap yang paling minim dalam takut kepada Allah adalah mencegah diri dari perbuatan dosa. Dengan demikian ia akan menjadi orang yang warak, karena orang warak adalah yang meninggalkan perbuatan dosa.

Deretan Pesan Habib Abdullah Al-Haddad untuk Kepala Negara

Nasihat-nasihat Habib Abdullah Al-Haddad teruntuk para kepala negara, beliau himpun dalam kitabnya yang diberi nama Ad-Da’wah at-Tammah wa at-Tadzkirotul Ammah, di antaranya:

“Sudah selayaknya bagi kepala negara agar merenungkan persoalan kaum muslimin, dan hal itu tak bisa ia gapai kecuali dengan ketaatan dalam beragama, memperlajari ilmu-ilmu yang ia perlukan, agar mampu memilah antara yang hak dan yang batil.”

“Sikap seorang kepala negara harus cekatan dan sigap dalam bertindak, terlebih ketika menegakkan hukum-hukum syariat yang telah Allah turunkan melalui kekasih-Nya, Muhammad Saw. Lalu, menyuarakan kebenaran kepada umat, menghindari pertikaian, serta menanamkan kecintaan antar sesama.”

“Penguasa adiluhung selalu berdiri di barisan paling depan, bak tameng yang siap siaga melindungi tuannya. Tak peduli dengan resiko yang hadir, ia tetap berpegang teguh menegakkan kalimat tauhid dan melaksanakan hukum-hukum Allah.”

“Peranan penting kepala negara adalah adil, yaitu melakukan tindakan preventif dengan memberi ganjaran terhadap gerombolan yang menyimpang dan melanggar syariat. Membuat mereka jera, sehingga tak ada lagi hasrat untuk melakukan keburukan serupa.”

“Sudah semestinya bagi para kepala negara, agar bersikap lembut penuh kasih sayang di ajang yang seharusnya, seperti kepada orang miskin yang lemah, orang yang terdzalimi dsb. Serta bersikap tegas lagi bijak kepada para manusia yang berbuat dzalim dan melampaui batas dalam kejahatan.”

“Kemudian, hendaknya kepala negara senantiasa membukakan pintu dan menyibakkan tabir, menghilangkan pembatas antara dirinya dengan siapa yang saja dipimpinnya. Semua itu, demi memenuhi hajat kaum muslimin yang ingin bertemu langsung dengan sang pemimpin.

Namun, jika ia terlalu sibuk, maka ia bisa menunjuk sang wakil sebagai orang yang menampung keluhan masyarakat. Dan upayakan, sang penguasa lazim menetapkan seorang wakil yang baik nan amanah, mengerti hukum syariat agama.”

Seorang kepala negara adil, patut melantik menteri yang berakal, shaleh, dan mampu menuahkan nasihat. Dalam hadits disebutkan,

إذا أراد الله بالأمير خيرا جعل له وزيرا صالحا، إن نسي ذكره، وإن ذكر أعانه. وإذا أراد به سواء جعل له وزيرا غير صالح، إن نسي لم يذكره، وإن ذكره لم يعنه

“Apabila Allah menginginkan kebaikan bagi pemimpin, maka Dia akan menjadikan menterinya shaleh, apabila ia (pemimpin) lupa (lalai), maka sang menteri akan mengingatkannya, dan ketika sudah diingatkan, maka ia akan membantunya. Begitupun sebaliknya, apabila Allah berkehendak keburukan kepada sang penguasa, maka ia akan menjadikan menterinya tidak shaleh, dalam artian ketika si penguasa lupa, maka menterinya tak akan mengingatkannya. Atau jika ia mengingatkan, ia malah tak kunjung membantu.”

“Seorang kepala negara juga harus waspada dan berhati-hati, karena kedzaliman merupakan pangkal dasar dari segala kerusakan dan kehancuran. Betapa banyak penguasa yang dihancurkan Allah swt sebab kerakusan dan kedzaliman yang diperbuat.”

“Baginya, tidak halal harta kaum muslimin walau sedikit. Harta tersebut adalah amanah, yang sudah semestinya disalurkan untuk kemaslahatan kaum muslimin. Selain itu, ia pun tidak boleh berlaku boros dan menghambur-hamburkan harta kaum muslimin.”

Simpulan dari untaian nasihat di atas yang dapat kita petik ialah, apabila seorang kepala negara baik, shaleh, mampu menjalankan amanah umat dengan tindakan tepat, maka baik pula masyarakat yang ia pimpin. Dan kebalikannya, apabila dia berperilaku buruk, dzalim, tidak amanah, maka ia masyarakat yang dipimpinnya pun akan berperilaku sama.

Imam Fudhail bin Iyadh pernah berkata, “Apabila doaku pasti terkabul, niscaya kugunakan teruntuk kepala negara, karena apabila Allah memperbaiki imam, maka amanlah para ahli ibadah pun negara.”

Demikian beberapa petuah nasihat Habib Abdullah Al-Haddad untuk kepala negara yang beliau tuangkan dalam mahakaryanya. Semoga kita semua senantiasa tetap berada dalam lindungan dan naungan rahmat Allah swt. Wallahu a’lam bis shawab.

Kontributor

  • Faisal Zikri

    Pernah nyantri di Daarul 'Uulum Lido Bogor. Sekarang meneruskan belajar di Imam Shafie Collage Hadhramaut Yaman. Suka membaca, menulis dan sepakbola.