Jika anda mendengar suatu hukum yang mungkin terasa “ganjil”, karena rumit atau karena tidak paham dalilnya misalkan, padahal hukum tersebut bersumber dari kitab-kitab muktamad seperti Fathul Mu’in, Mahalli, Hasyiah Bajuri dan lainnya, maka jangan tergesa-gesa membantah dan menyalahkan, tapi tuduhlah diri sendiri terlebih dahulu yang minim ilmu.
Bukannya saya mengatakan semua hukum di kitab-kitab tersebut pasti benar 100% sesuai dengan ilmu Allah SWT, karena tidak ada yang maksum selain nabi dan ijmak umat. Tapi sadarilah kapasitas diri terlebih dahulu, kita siapa ulama itu siapa.
Sebagai contoh, penulis kitab Fathul Mu’in khatam mengkaji kitab Tuhfatul Muhtaj bersama penulisnya sendiri, yaitu guru beliau Imam Ibnu Hajar.
Khatam berarti mempelajari kitab dari awal sampai akhir. Dan bukan sekedar membaca saja kemudian minta ijazah, tapi mengkaji secara tahqiq dan pemahaman. Itu luar biasa sekali.
Sudah ma’ruf kedudukan kitab Tuhfahul Muhtaj bagi pembelajar mazhab Syafi’i. Memahami 2 baris saja dari ibarat Tuhfah sudah sulit. Sementara kita jangankan Tuhfah atau matannya Minhaj, Fathul Qarib saja mungkin tidak selesai. Apa yang pernah dibacapun tidak semuanya paham. Apa yang pernah paham juga sudah banyak yang lupa
Ajaib sekali orang jahil menghakimi ahli ilmu.
Kita mungkin tidak sadar, satu baris hukum yang termaktub dalam kitab-kitab para ulama itu di masa lalu entah berapa jerih payah yang telah dihabiskan untuk mengkaji dan muthalaah, waktu yang dikorbankan, pikiran yang dicurahkan, otak yang dikuras, diskusi ilmiah, istidlalat, kemudian munaqasyahnya, bantahan munaqasyah, bantahan dari bantahan munaqasyah
Sekarang kita tinggal menikmati kesimpulan dan hasil jadinya saja, ibarat makanan yang telah siap dihidangkan dan tinggal disantap
Dari pada anda bergumam ,”Masa’ begitu hukumnya!?” setiap kali mendengar permasalahan yang baru bagi anda, sebaiknya anda berkata, “Ternyata begitu ya hukumnya, ini baru bagi saya, Alhamdulillah saya yang sebelumnya tidak tahu menjadi tahu, saya akan belajar lebih banyak.”
Ini akan mewariskan sifat tawadhu dan adab kepada para ulama.