Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Penjelasan Hadits Orang Mukmin Seperti Pohon Kurma

Avatar photo
38
×

Penjelasan Hadits Orang Mukmin Seperti Pohon Kurma

Share this article

Ibnu Umar meriwayatkan
bahwa pada suatu majelis, Nabi Muhammad SAW pernah bertanya kepada para sahabat
tentang sebuah pohon. Pohon yang daunnya tidak berguguran, pohon tersebut
merupakan perumpamaan seorang muslim. 

“Pohon apakah itu?” Nabi
bertanya.

Para sahabat yang hadir
mencoba menerka pohon apa yang dimaksud oleh Rasulullah. Pikiran mereka jauh
melayang membayangkan pohon-pohon yang ada di pedalaman. Rasanya tidak mungkin
itu sekadar pohon biasa. 

Sementara itu, Ibnu
Umar yang masih belia, turut mencoba menerka. Terbesitlah dalam hatinya bahwa
yang dimaksud oleh Nabi adalah pohon kurma. Namun ia malu mengutarakannya,
lantaran di majelis tersebut turut hadir pembesar sahabat seperti Abu Bakar dan
Umar, ayahnya. 

Sampai akhirnya semua
sahabat tetap hening karena tidak bisa menerka pohon apa yang dimaksud oleh Nabi.

Nabi pun kemudian
menyampaikan bahwa pohon yang beliau maksud adalah pohon kurma. Beliau
mengumpamakan seorang muslim seperti pohon kurma, karena banyaknya kebaikan dan
manfaat yang dihasilkan oleh pohon kurma. 

Pohon kurma terkenal
menghasilkan banyak manfaat, baik dari buahnya, batang pohonnya, daunnya dan dahannya.
Semuanya bermanfaat. Bahkan biji kurma saja dijadikan sebagai makanan hewan. 

Perumpamaan ini
memberikan pesan bahwa seorang muslim seharusnya bisa memberikan manfaat dari
sisi manapun dari dirinya. Boleh jadi dengan tenaganya, harta, pikiran, ide,
gagasan dan lain sebagainya.

Lalu juga ada pesan lain
dan luar biasa yang dibawa oleh hadis tersebut. 

Lanjutan kisahnya,
setelah majelis selesai, Ibnu Umar menyampaikan kepada Umar, ayahnya, bahwa
sebetulnya ia sudah menerka bahwa yang dimaksud oleh Nabi adalah pohon kurma. Namun
ia malu mengutarakannya karena banyak sahabat yang lebih senior darinya. 

Mendengar hal itu Umar
sangat menyayangkan jawaban anaknya tersebut. Umar berkata, “Anakku, kamu
utarakan apa yang terbesit dalam hatimu itu lebih aku senangi daripada harta
termewah di dunia ini.”

Kisah ini diriwayatkan
oleh Imam al-Bukhari dalam Bab: Malu dalam Ilmu dalam Shahih-nya. 

Imam al-Bukhari ingin
menyampaikan bahwa rasa malu yang menghambat menuntut ilmu bukanlah hal yang
terpuji. Dari kisah di atas kita bisa menyaksikan betapa berharapnya Umar agar
anaknya tidak malu-malu mengutarakan jawabannya. Karena jika ternyata
jawabannya benar, dan memang jawabannya benar, sudah pasti Nabi akan semakin
senang dengannya dan akan mendoakan kebaikan baginya. Orang tua mana yang tidak
ingin anaknya mendapat pengakuan dan doa dari Nabi?

Gigihnya seorang
pelajar mencari keridhaan dan menyenangkan hati gurunya adalah hal yang
terpuji. Caranya bisa jadi dengan aktif bertanya, aktif menjawab, melaksanakan
tugas dengan baik, mengulang pelajaran dengan baik, dan menunjukkan
kegigihannya itu kepada gurunya.

Kontributor

  • Khalilul Rahman

    Khalilur Rahman, Lc. Dipl. Mengenyam pendidikan Madrasah Sumatera Thawalib Parabek dan Universitas Al-Azhar.