Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Pentingnya memahami Waqf dan Ibtida’ dalam membaca al-Quran

Avatar photo
22
×

Pentingnya memahami Waqf dan Ibtida’ dalam membaca al-Quran

Share this article

Waqf dalam bahasa Arab adalah salah satu bentuk masdar dari fi’il madhi (waqafa). Secara etimologi mempuyai arti berdiri, menahan, dan diam. Sedangkan secara termonologi ilmu Qira’at, ada beberapa pendapat ulama.

Ibnu al-Jazari  dalam kitab An-Nashr fi Al-Qira’at Al-‘Ashr, juz 1, hal. 189 mendefinisikan waqf sebagai berikut:

والوقف عبارة عن قطع الصوت على الكلمة زمنا يتنفس فيه عادة بنية استئناف القراءة إما بما يلي الحرف الموقوف عليه أو بما قبله لا بنية الإعتراض ويأتي في رأوس الآي وأوساطها ولا يأتي في وسط الكلمة

“Waqf ialah menghentikan suara pada suatu kata (ketika membaca al-Quran) sekedar untuk menarik nafas dengan niat memulai bacaan dari kata berikutnya atau dengan mengulang kata sebelumnya, bukan untuk niat berhenti. Hal ini boleh dilakukan pada akhir ayat dan pertengahannya, namun tidak boleh dilakukan di pertengahan kata.”

Kemudian kata ibtida’ secara etimologi berarti memulai. Sedangkan pengertian termonologi sebagaimana dalam Al-Lum’ah Al-Badriyah Syarah Matan Al-Jazariyah, hal. 83 adalah:

كيفية البدء ينطق الكلمة القرأنية في حالة الإنتقال من حالة السكوت إلى حالة التكلم

“Cara memulai dalam membaca al-Quran ketika berpindah dari keadaan diam ke membaca.”

Waqf dan Ibtida’ penting dalam membaca al-Quran

Ilmu Waqf dan Ibtida’ merupakan bagian penting yang harus diketahui dalam membaca Al-Quran, guna memelihara makna ayat dari kesalahan. Tentu mengetahuinya tidak mudah, karena membutuhkan beberapa ilmu yang harus difahami, di antaranya ilmu bahasa Arab termasuk ilmu nahwu, sharaf, ilmu tafsir dan lain sebagainya.

Sebagai contoh, terdapat pada QS. Al-Kahfi:

وَلَمْ يَجْعَلْ لَّهٗ عِوَجًا ۜ (1) قَيِّمًا لِّيُنْذِرَ بَأْسًا شَدِيْدًا

Pada ayat tersebut, terdapat dua kata yang tidak boleh disambungkan, sebab akan dipahami salah dari sisi makna. ‘Iwaja artinya bengkok, sedangkan Qayyima artinya lurus. Aabila disambung (bacaannya) maka akan bermakna bengkok yang lurus. Tentu kata bengkok tidak bisa disifatkan dengan kata lurus, maka dari itu diwajibka waqf (berhenti) pada kata ‘Iwaja, supaya tidak disangka ‘Iwaja disifati dengan Qayyima.

Dalam kitab Mabahist fi ‘Ulum Al-Quran karya Syekh Manna’ Al-Qattan, hal. 175 dijelaskan:

فيجب الوقف مثلا على قوله تعالى : (ولم يجعل له عوجا) ويبتدئ (قيما لينذر بأسا شديدا) لئلا يتوهم أن قوله (قيما) صفة لقوله (عوجا) إذ العوج لا يكون قيما

“ Wajib berhenti pada firman Allah ((ولم يجعل له عوجا dan mulai pada firmannya (قيما لينذر بأسا شديدا), supaya kata Qayyima tidak disangka sebagai sifat ‘Iwaja, karena bengkok tidak bisa dikatakan lurus.”

Kasus yang sama terdapat dalam QS. Yunus, pada ayat:

وَلَا يَحْزُنكَ قَوْلُهُمْ ۘ إِنَّ الْعِزَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا

Dalam ayat di atas, wajib juga berwakaf pada قولهم   dan mulai dari إن العزة sebab jika disambungkan maka akan disangka bahwa yang menyedihkan Nabi Muhammad sallahu’alihiwasallam adalah ucapan إن العزة لله جميعا.

Dari kasus dua ayat di atas, waqf dan ibtida’ merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui dalam membaca Al-Quran. Salah dalam berhenti akan terjadi kekeliruan dari sisi makna ayat.

Pembagian Waqf

Dalam kitab yang sama, Mabahist fi ‘Ulum Al-Quran hal. 176-177 dijelaskan, para ulama beragam pendapat mengenai pembagian waqf. Sebagian dari mereka ada yang membagi menjadi enam, ada yang menjadi tiga, dan juga dua, namun pendapat yang popular terbagi menjadi empat, yaitu Tam Muhktar, Kafi Jaiz, Hasan Mafhum, Qabih Matruk.

1. Tam Muhktar

Tam Muhktar adalah berhenti pada susunan kalimat yang sempurna dan tidak ada hubungan dengan kata sesudahnya baik dari sisi lafal ataupun makna. Biasanya waqf ini terletak pada akhir ayat.

Dalam sebagian mushaf, waqf tamm ini sering ditandai dengan tanda قلى   atau ط   yang diletakkan di atas kata. Dalam hal ini,pembaca lebih baik berhenti, lalu memulai bacaan berikutnya tanpa mengulangi kata sebelumnya.

Contoh dalam QS. al-Baqarah, berhenti pada (5) وأولئك هم المفلحون   kemudian mulai dari إن الذين كفروا (6)

2.  Kafi Jaiz

Kafi Jaiz adalah berhenti pada kalimat sempurna dan tidak ada hubungan dengan kalimat berikutnya dari sisi lafal, namun masih ada dalam kaitan makna.

Dalam hal ini pembaca boleh berhenti, lalu memulai bacaan berikutnya tanpa mengulagi kata sebelumnya. Biasanya waqf ini terletak di akhir ayat yang ayat berikutnya dimulai dengan Lam dan Kay.

Contoh:  إن هو إلا ذكر وقرأن مبين (69)   kemudian mulai dari لينذر من كان حيا (70)

3. Hasan Mafhum

Hasan Mafhum adalah berhenti pada kalimat sempurna namun masih terdapat hubungan kalimat sesudahnya baik dari sisi lafal ataupun makna.

Dalam hal ini pembaca diperbolehkan berhenti, namun ketika memulai hendaknya mengulangi dari kata sebelumnya hingga maknanya bisa dipahami dan tidak menimbulkan pemahaman yang salah, kecuali terletak pada akhir ayat, maka pembaca boleh memulai bacaannya dari ayat berikutnya.

Contoh: فقاتلوا أئمة الكفر إنهم لا أيمان لهم لعلهم ينتهون

Berhenti paa kata أئمة الكفر sebab kalimat tersebut sudah sempurna, namun tidak elok bagi pembaca apabila melanjutkan pada kata berikutnya, karena kalau di tinjau dari sisi lafal لعلهم ينتهون masih ada kaitannya dengan kata فقاتلوا, maka baiknya si pembaca memulai dari kata فقاتلوا.   

4. Qabih Matruk

Qabih Matruk adalah berhenti pada kalimat yang belum sempurna baik dari sisi lafal ataupun makna, sehingga tidak bisa difahami maknanya, ataupun menimbulkan arti yang tidak sesuai dengan maksud ayat bahkan tidak pantas bagi Allah. Contoh:

لقد كفر الذين قالوا إن الله هو المسيح ابن مريم

Jika berhenti pada kata قالوا dan memulai pada kalimat berikutnya yaitu إن الله, maka akan menimbulkan makna yang tidak sesuai, bahkan akan menghantarkan kepada kekufuran apabila diyakini, maka sebaiknya tidak berhenti pada kalimat tersebut, akan tetapi hendaknya menyempurnakan sampai kata Maryam.

Kontributor

  • Moh. Shofyan Saurie

    Mahasiswa pascasarana universitas Al-Qur'an Al-Karim dan Ilmu-ilmu keislaman Sudan.