Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Saint Simon, Si Tukang Sol Sepatu Yang Mampu Membelah Gunung

Avatar photo
27
×

Saint Simon, Si Tukang Sol Sepatu Yang Mampu Membelah Gunung

Share this article

Suatu ketika saya duduk bersama Adham di Gereja Saint Simon, Muqattam Hill, Kairo. Kami berdua menghadap altar gereja. Dinding Gereja Saint Simon dihiasi berbagai lukisan yang menggambarkan kisah pembelahan bukit Muqattam oleh seorang tukang sol sepatu bernama Sam’an, yang kemudian dalam ejaan Inggris disebut Simon.

Saint Simon sendiri dalam kepercayaan Kristen Koptik Mesir adalah seorang saleh (mungkin semacam wali mastur kalau dalam Islam) yang dimintai pertolongan oleh uskup Koptik Mesir untuk membuktikan mukjizat Kekristenan kepada penguasa Fatimiyah sebagai bagian dari diskusi Islam-Kristen ketika itu. Dia pun berdoa pada Tuhan dan Gunung Muqattam berhasil dia belah dan tercabut dari bumi lalu terbang di langit. Lukisan lain menceritakan hubungan antara pemerintahan Islam Dinasti Fatimiyah dengan komunitas Kristen Koptik di Mesir.

Adham adalah seorang Ibn al-Kanisah (anak gereja). Mungkin kalau dalam Islam Nusantara biasa disebut “marbot”. Konon Ia adalah seorang yatim yang dipungut dan dibesarkan oleh pengurus gereja Saint Simon. Setelah dewasa dia mengurus gereja dan menjadi pemandu para peziarah dari seluruh dunia. Dia lumayan pintar berbahasa Inggris. Tapi kami tetap bercakap-cakap dengan bahasa Arab.

Di samping altar gereja terdapat lemari yang berisi relik suci Yohanes atau Yohana, saya agak lupa. Gereja St. Simon ini sangat unik. Bangunannya bukan sebuah bangunan yang disusun dengan batu bata atau granit. Akan tetapi berupa goa. Tempat duduknya dibuat miring layaknya stadion. Kapasitasnya cukup besar. Adham memperkirakan jika diisi penuh gereja ini bisa memuat sampai 1000 jemaat.

Bagian dalam Gereja Saint Simon di bukit Muqattam

Baca juga: 15 Pernyataan Grand Syekh Al-Azhar Terkait Perayaan Hari Natal

Gereja Saint Simon ini terletak di bukit Muqattam. Untuk sampai ke sana saya harus berjalan kaki dari depan Citadel Shalahuddin Al-Ayubi sekitar 2-3 kilometer.

Kita akan melewati perkampungan kumuh sepanjang jalan menuju Saint Simon, karena daerah Muqattam memang merupakan tempat pembuangan akhir (TPA) kota Kairo dan sekitarnya. Kebanyakan penduduk Muqattam bekerja sebagai pemungut sampah yang bisa didaur ulang untuk dijual ke penadah.

Saya banyak belajar tentang Kristen Koptik dari Adham. Mengenal bagaimana teologi dan kepercayaannya. Juga perbedaannya dengan Kristen-kristen lain di dunia. Injil yang dipakai oleh Kristen Koptik atau Kristen Timur bukanlah Injil Kanonik yang empat, melainkan Injil Barnabas, peninggalan seorang pastur yang pernah hidup di kota Alexandria, Mesir.

Natal bagi umat Kristen Koptik juga berbeda dengan Natal Kristen Katolik dan Protestan. Kristen Koptik merayakan Natal setiap tahun pada tanggal 7 Januari. Hal ini karena perbedaan penggunaan kalender.

Umat Kristen Katolik dan Protestan menggunakan kalender Gregorian yang kita pakai sehari-hari. Sementara umat Kristen Koptik atau Kristen Timur atau juga kadang disebut Kristen Ortodoks menggunakan kalender Julian.

Kalender Julian ini jika dihitung secara ilmu astronomi memang lebih pendek sekitar 11 menit per tahun. Sehingga setiap 400 tahun sekali kalender Julian harus ditambah tiga hari. Sehingga kini kalender Julian terlambat sekitar 13 hari dari kalender Gregorian. Hal ini yang mengakibatkan perayaan Natal Kristen Koptik atau Kristen Ortodoks ada di tanggal 7 Januari.

Baca juga: April, Titik Penting Permulaan Sejarah Islam di Mesir

Saya juga pernah bertanya bagaimana soal Isa Al-Masih dalam teologi Koptik kepada Adham. Dia menjawab, “Ada perbedaan fundamental antara Kristen Koptik dan Kristen Roma dalam meyakini Al-Masih. Bagi Kristen Koptik, al-Masih secara esensinya (Jauhar) manusia namun memiliki atribut (‘aradh) ketuhanan. Sedangkan bagi Kristen Roma, al-Masih secara esensi dan atributnya adalah Tuhan karena dia adalah anak Tuhan.” Demikian Adham menjelaskan kepada saya.

Kami berdua tidak pernah memperdebatkan kebenaran agama kami masing-masing. Bagi kami berdua, kebenaran agama kami masing-masing adalah seperti aurat yang harus ditutupi untuk kehidupan pribadi sendiri. Selama saya di Mesir saya bersahabat dengan Adham sebagai dua insan keturunan Adam.

Kami lalu bangkit meninggalkan gereja Saint Simon dan menuju sebuah kafetaria yang menghadap kota Kairo. Dari bukit Muqattam kota Kairo nampak jelas seperti kumpulan kubus-kubus berwarna coklat. Tak lama kami duduk di kafetaria pesanan teh kami datang. Kami sama-sama bersulang teh merayakan persahabatan.

Entah bagaimana kabar Adham sekarang. Yang pasti dia belum merayakan Natal tentunya hari ini. Jika tulisan ini dirasa menarik, akan saya tuliskan lagi tulisan selanjutnya tentang situs-situs keagamaan di Mesir lainnya, mulai dari Masjid, Khanqah, Zawiya, gereja, sampai Sinagog juga ada.

Sebenarnya masih banyak yang ingin saya tuliskan. Seperti kisah Saint Simon dan hubungan Koptik Mesir dengan penguasa Islam di Mesir. Tapi mungkin lebih baik di tuliskan di tulisan yang berbeda.

Akhirnya, selamat merayakan hari raya bagi umat Nasrani. Semoga damai menyelemuti bumi kita. Peluk Cinta dari saya untuk kalian semua.

Jumat, 25 Desember 2020.

Kontributor

  • Zulfahani Hasyim

    Alumni Universitas al-Azhar Mesir. Suka menerjemah kitab-kitab klasik. Sekarang tinggal di Banyumas Jawa Tengah.