Semua bangsa, semua negara, dan semua rakyat yang ada di dalamnya, pasti menghendaki, bangsa dan negaranya untuk merdeka, demikian juga dengan bangsa Indonesia.
Tidak ada satu pun dari rakyat Indonesia yang menginginkan negaranya terus ditekan di bawah penjajahan yang tidak manusiawi dan tidak berprikeadilan. Segala tindakan akan mereka lakukan demi meraih kebebasan, kemerdekaan, kenyamanan, dan kesejahteraan tanpa adanya tekanan dari bangsa penjajah.
Saat ini, Indonesia sudah mencapai usia 77 tahun. Umur yang sudah sangat tua jika diukur dengan usia manusia, namun bagi negara? Tergantung bagaimana para penduduknya memperlakukan negaranya.
Jika diperlakukan dengan baik, maka umur tersebut merupakan sebuah bukti keberhasilan mereka dalam mempertahankan kemerdekaan dengan segala upaya yang baik dan bijak. Jika tidak, maka usia tersebut tak ubahnya sebagai waktu yang berlalu tanpa ada makna yang tersirat di dalamnya.
77 tahun sudah Indonesia dan semua penduduknya bisa bernafas dengan lega, lapang, nyaman, dan tanpa rasa takut sedikit pun. Mereka sudah bebas, tidak ada lagi tekanan dan segala belenggu-belenggu yang dilakukan para penjajah sebelum kemerdekaan. Dan, upaya untuk meraih kemerdekaan pun sudah selesai, bersamaan dengan pengumuman proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus di Jakarta, yang berbunyi:
“Kami bangsa Indonesia, dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan dll, diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.”
Diraihnya kemerdekaan Indonesia menjadi salah satu nikmat besar yang harus disyukuri oleh semua rakyat Indonesia. Dengan kemerdekaan, siapa pun bisa beribadah dengan mudah, mencari ilmu dengan gampang, silaturrahim tanpa rasa khawatir adanya tekanan, bekerja dengan mudah dan gampang. Dengan kemerdekaan pula, segala tindakan yang tidak berperikemanusiaan dan berperikeadilan terhapus dengan sendirinya.
Berbuat baik setelah kemerdekaan
Jika ditanya, “Apa saja hal-hal yang harus dilakukan oleh bangsa Indonesia saat ini, setelah kemerdekaan berhasil diraih oleh para pejuang?”
Maka jawabannya adalah dengan cara mencintai negara itu sendiri. Sebab, ketika cinta tanah air sudah tertanam dalam diri seseorang, ia akan terus berusaha dan berbakti pada bangsa dan negaranya.
Selain itu, salah satu kata singkat yang sangat memotivasi adalah ungkapan para ulama perihal nasionalisme, yaitu, “Cinta tanah air merupakan bagian dari iman.” Kata ini menjadi salah satu motivasi, khususnya bagi umat Islam untuk terus menumbuhkan iman dengan sikap nasionalisme yang tinggi pada negaranya, serta berusaha untuk mengharumkan nama bangsanya.
Bukti sikap nasonalisme tertanam dalam diri penduduk suatu negara adalah ia akan selalu berusaha untuk berbuat baik dan benar pada negaranya. Ia tidak akan membiarkan negaranya hancur dan rusak. Hal ini sebagaimana penjelalsan Syekh Muhammad Bakri as-Shiddiqi asy-Syafi’i (wafat 1057 H) dalam kitabnya,
يَنْبَغِي لِكَامِلِ الْإِيْمَانِ أَنْ يُعَمَّرَ وَطَنَهُ بِالْعَمَلِ الصَّالِحِ وَالْإِحْسَانِ
Artinya, “Sudah seharusnya bagi orang yang sempurna imannya untuk membangun negaranya dengan perbuatan-perbuatan benar dan baik.” (Syekh Muhammad Bakri, Dalilul Falihin li Thuruqi Riyadlis Shalihin, [Bairut, Darul Fikr: 2005], juz I, halaman 22).
Penjelasan ini menjadi suatu nasihat bagi bangsa Indonesia khususnya, bahwa tidak ada perbuatan dan tindakan yang lebih baik dan bermanfaat yang bisa diberikan untuk negaranya selain perbuatan baik, adil, sejahtera, benar, dan jujur. Inilah sikap nasionalisme yang tepat dalam bingkai kebangsaan.
Tidak hanya itu, mencintai tanah air atau nasionalisme seharusnya dengan cara berkhidmah dan berjuang demi bangsa dan negara. Artinya, pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang harus memiliki nilai manfaat pada negara, harus bisa mengharumkan nama negaranya, harus mengorbankan semua waktunya hanya untuk negara. Nah, cara paling tepat dalam hal ini tidak ada selain dengan cara memperbanyak mencari ilmu dan membuang segala kebodohan yang ada dalam diri seseorang,
هُوَ أَنْ تَجْتَهِدَ فِي تَحْصِيْلِ الْعُلُوْمِ وَالمَعَارِفِ التي بِهَا تَتَمَكَّنُ مِنْ خِدْمَةِ الوَطَنِ العَزِيْزِ عَلَى وَجْهِ الْاِكْمَالِ فَاِنَّ الجَاهِلَ تَصَرُّفَاتُهُ كُلُّهَا دَرِيْعَةٌ لَا يَعْرِفُ مَا فِيْهَا المَنْفَعَة
Artinya, “(Sikap nasionalisme pada negara) yaitu dengan cara berupaya untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan, yang dengannya bisa berbakti pada negara yang mulia, dengan cara yang sempurna. Sebab, semua tindakan orang bodoh adalah sebuah upaya yang ia tidak tahu manfaat di dalamnya.” (Sayyid Afandi, at-Tahliyatu wat Targhib, halaman 31).
Demikian penjelasan perihal upaya-upaya yang harus kita lakukan sebagai anak bangsa pasca kemerdekaan. Tidak ada cara yang lebih baik dalam mempertahankan kemerdekaan selain belajar untuk lebih berilmu, sehingga bisa berkhidmah pada negara dengan lebih baik dan benar. Sebab, kebodohan tidak memiliki manfaat untuk kebaikan suatu bangsa.
Selamat merayakan Hari Kemerdekan, Dirgahayu Republik Indonesia ke-77. 17 Agustus 1945 – 17 Agustus 2022. Mudah-mudahan momentum perayaan ini menjadi salah satu bentuk syukur kita sebagai anak bangsa karena telah diberikan kebebasan oleh Allah melalui kemerdekaan, sekaligus sebagai bentuk mengingat segala perjuangan yang sudah dihadapi oleh para pejuang Indonesia.