Berikut
adalah kelanjutan dari pengajian Maulana Syekh
Yusri Rusydi Gabr al-Hasani hafizhahullah tentang hak
anak dalam pendidikan. Sebelumnya, beliau mengatakan bahwa perangai anak
adalah hasil didikan kedua orang tua.
Hal kedua terkait hak anak
dalam pendidikan, menurut mursyid Thariqah Shiddiqiyah Syadziliyah Mesir, adalah bagaimana orang tua mendidik putra-putrinya agar terhubung dengan Sayyiduna Nabi
Muhamad saw.
“Kamu mesti membuatnya hidup dengan
perasaan penuh cinta yang mendalam kepada Baginda
Nabi,”
ujar beliau.
Cara
menumbuhkan kecintaan anak kepada Nabi Muhammad antara lain:
Pertama:
Orang tua harus
sering bercerita tentang Nabi Muhammad
saw.
Kedua:
Anak-anak harus sering
melihat orang tuanya membaca shalawat.
Ketiga:
Orang tua mengajak anak membaca buku sirah Rasulullah setiap sehari atau dua
hari misalnya.
Keempat:
Orang tua membuat anak memiliki hubungan dengan para sahabat dan orang-orang
shaleh.
Kelima:
Orang tua membawa anak berziarah ke makam para waliyullah (kekasih Allah), baik yang masih hidup atau sudah meninggal. “Boleh jadi, anak-anak kalian mendapat belaian dan
doa dari para
wali yang shaleh, sehingga berguna bagi mereka seumur hidup,” terang beliau.
Keenam:
Didik mereka agar menghafal al-Quran.
Ketujuh:
Orang tua rajin melaksanakan shalat sehingga anak-anak akan mengikuti ibadah
ayah-ibunya.
Kedelapan:
Orang tua jangan merokok. “Jangan sampai kamu merokok, lalu melarang anak-anakmu agar jangan merokok, karena kamu yang pertama membawanya
ke rumah,” jelas beliau.
Kesembilan:
Orang tua memberi
anak-anaknya makanan halal.
Syekh
Yusri melanjutkan bahwa terkadang anak-anak membuat emosi dalam berbagai fase hidup
mereka. “Maka jangan berinteraksi dengan mereka saat kamu marah,” pesan beliau, “Lawan dirimu baik-baik
karena orang yang
kuat adalah orang yang bisa melawan nafsu.”
Beliau
melarang orang tua memukul anaknya saat dia marah. Boleh
jadi pukulan itu membuatnya cedera. Beliau bercerita pernah mengenal seseorang yang memukul anaknya saat marah hingga tulang pahanya patah.
“Bersabarlah sedikit dan jangan putus asa dengan anak-anakmu meskipun mereka melawanmu,” nasihat beliau. “Doakan mereka sebanyak mungkin. Doa itu dapat mengubah hati dan doa
ayah–ibu itu mustajab.”
Syekh
Yusri mencontohkan bagaimana Sayyiduna Nabi Muhammad saw. mendidik dengan pandangan, kata-kata yang indah, belaian tangan, pelukan, dan ciuman. Demikian yang beliau lakukan
terhadap cucunya.
“Pelukan dan belaianmu kepada anak-anakmu bagaikan
suntikan yang sangat berguna untuk mereka dalam menghadapi berbagai musibah
yang akan mereka temui,” kata dokter bedah yang alim itu.
Sementara orang tua yang enggan memeluk anak-anaknya,
bahkan tidak mau meletakkan di pangkuan, akan membuat mereka tidak punya rasa
cinta, bahkan kepada orang tua mereka sendiri. Lambat laun, mereka juga tidak mempunyai rasa cinta kepada negara, karena rasa cinta negara tumbuh di hati anak lewat ibunya. Anak yang sangat mencintai ibunya, akan mencintai negaranya.
Lalu apakah ayah yang memberlakukan anaknya dengan keras
akan mendapat dosa?
Tentu saja, siapapun yang melakukan kekerasan akan mendapat dosa. Sebagaimana dia melakukan kekerasan, maka Allah swt. akan melakukan yang sama untuknya. “Berbuat baiklah sebagaimana Allah swt. berbuat
baik padamu,” pesan beliau mengutip ayat
al-Quran.
Beliau
berkisah,
seorang ibu datang dengan anaknya yang masih kelas 2 SD di majelis pengajian. Saat itu beliau menjelaskan hadits
riwayat Abu Daud, “Allah swt.
menyiksa orang
yang menyiksa manusia.“
Sebulan kemudian,
sang ibu menyuruh anak menghafalkan
pelajaran materika. Bila si anak salah, langsung dipukul olehnya.
Anaknya pun berkata, “Bukannya Ibu mendengar Syekh Yusri
mengatakan bahwa Allah menyiksa orang yang menyiksa manusia? Kenapa Ibu menyiksaku
padahal aku juga manusia?”
Syekh Yusri melanjutkan, “Saat kamu membawa anakmu ke masjid, ia juga
mendengar dan belajar, kadang mengingatkanmu. Mmeskipun bermain, mereka mendengar.”
Sayyiduna Nabi Muhammad saw. menyukai keberadaan anak-anak
di masjid, bergerak dan bermain, selama mereka tidak membuat
najis di sana. Ketika anak sudah tidak buang air sembarangan, biarkan
mereka di masjid, melihat kaum muslim shalat dan mendengar pengajian.
Syekh Yusri lalu bercerita bahwa putrinya yang bernama Aya
pernah bermain-main di kamar mandi Masjid Qaitbay. Saat
itu dia belum masuk sekolah, da beliau menjelaskan tata cara shalat.
Kemudian beliau melihat dia shalat tanpa menutup kaki. Beliau
bertanya, “Aya,
kenapa kamu tidak pakai kaos kaki seperti ibumu? Kamu perempuan atau laki-laki?
Aku tidak memakai kaos kaki saat shalat karena aku laki-laki, tapi perempuan
harus menutup kakinya karena kakinya aurat.”
Aya menjawab, “Aku shalat dengan mazhab yang lain.”
Putri Syekh Yusri menjawab seperti itu karena beliau mengatakan
pada hadirin bahwa mazhab Hanafi membolehkan perempuan shalat tanpa kaos kaki.
“Ternyata dia menangkap kata itu sehingga
tidak menggunakan kaos kaki saat shalat. Artinya,
anak-anak menangkap pelajaran
sambil bermain. Jangan kamu remehkan!” beliau mengingatkan.
Faedah dars Jumat, 29 Januari 2021M bersama Maulana Syekh
Yusri Rusydi al-Hasani hafizhahullah.