Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Syekh Yusri Jelaskan Hukum Menikah dengan Perempuan Ahli Kitab

Avatar photo
28
×

Syekh Yusri Jelaskan Hukum Menikah dengan Perempuan Ahli Kitab

Share this article

Syekh Yusri hafidzahullah menjelaskan dalam pengajian kitab shahih al-Bukhari bahwa seorang mukmin hendaknya memperhatikan dan berikhtiar, agar jangan sampai keturunannya menjadi orang kafir. 

Di antara sebab memiliki keturunan kafir adalah ketika seseorang menikah dengan perempuan Ahli Kitab, yakni orang Nasrani dan orang Yahudi. “Meski pandangan ulama berbeda pendapat dalam hal ini,” tambah ulama al-Azhar itu.

Dalam mazhab Syafi’iyah, perempuan Ahli Kitab yang boleh dinikah adalah yang ada sebelum Baginda Nabi SAW diutus. Adapun yang datang setelah Nabi, hukumnya tidak boleh sama sekali untuk dinikahi. 

Adapun menurut mazhab Hanafi, boleh menikahi perempuan Ahli Kitab secara mutlak. Ini juga merupakan pendapat jumhur ulama. Sedangkan perempuan dari selain Ahli Kitab, adalah haram hukumnya untuk dinikah menurut ijmak ulama. Seperti perempuan yang beragama Hindu, Budha, ateis, dan yang lain sebagainya.

Para ulama yang sepakat dengan pendapat pertama mengatakan, bahwa firman Allah Ta’ala:

 الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلا مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ

“Pada hari ini telah dihalalkan bagi kalian segala sesuatu yang baik, dan makanan Ahli Kitab adalah halal bagi kalian, dan makanan kalian pun halal bagi mereka, dan perempuan-perempuan yang muhshan dari para perempuan yang beriman dan dari Ahli Kitab sebelum kalian, apabila kalian berikan mas kawin kepada mereka, dengan maksud menikahi mereka, tidak berberniat berzina serta tidak menjadikannya sebagai gundik-gundik.” (QS. Al-Maidah: 5), menasakh (mengganti) hukum yang ada pada ayat: 

وَلا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ

“Dan janganlah kalian (wahai laki-laki yang beriman) menikahi perempuan yang musyrik hingga mereka beriman. Dan sesungguhnya budak perempuan yang beriman adalah lebih baik daripada perempuan yang musyrik, meskipun ia membuat kalian tertarik.” (QS. Al-Baqarah: 221)

Sementara jumhur ulama mengatakan, bahwa ayat pada surat Al-Maidah di atas mentakhsish (mengkhususkan) ayat pada surat Al-Baqarah tadi. 

Ayat Al-Baqarah tersebut memberikan hukum umum, yaitu diharamkan untuk menikahi perempuan yang musyrik, sedangkan ayat Al-Maidah di atas mengkhususkan hukum tersebut, yaitu di antara perempuan musyrik tersebut ada yang boleh dinikah oleh laki-laki muslim, yaitu para perempuan dari Ahli Kitab, yang beragama Nasrani atau Yahudi. 

Imam al-Bukhari meriwayatkan, bahwa ketika Abdullah bin Umar RA ditanya tentang hukum menikahi perempuan Ahli Kitab, menjawab: 

 إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ الْمُشْرِكَاتِ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَلاَ أَعْلَمُ مِنَ الإِشْرَاكِ شَيْئًا أَكْبَرَ مِنْ أَنْ تَقُولَ الْمَرْأَةُ رَبُّهَا عِيسَى وَهْوَ عَبْدٌ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ

“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan perempuan-perempuan musyrik bagi laki-laki yang beriman, dan saya tidak melihat ada kesyirikan yang lebih besar daripada seorang perempuan yang berkata bahwa Isa adalah Tuhannya, sedangkan Isa adalah hamba dari para hamba Allah.” (HR. Al-Bukhari)

Begitu juga dengan Sayiduna Umar bin Khattab RA, mengharamkan untuk menikahi perempuan Ahli Kitab semasa kekhilafahannya.

“Tentunya larangan ini bukan tidak beralasan, akan tetapi berdasarkan kekhawatiran mereka terhadap keturunan yang mengikuti agama ibunya,” terang Syekh Yusri. 

Bagaimana tidak, sejak anak menyusu, ibunya menanamkan nilai-nilai kekufuran, yang harusnya membaca bismillah dengan menyebut nama Allah, ia akan berkata demi Tuhan Yesus. Tentunya ini sangat mempengaruhi akidah anak, karena sejak kecil telah tertanam benih-benih kesyirikan.

Mursyid tarekat Yusriyah Shiddiqiyah Syadziliyah Mesir itu menceritakan, bahwa ada beberapa temannya yang berprofesi sebagai dokter dan menikah dengan perempuan Nasrani dari Kanada dan Amerika, dan tinggal di sana berpuluh-puluh tahun lamanya. Anak-anak mereka sekarang beragama Kristen, dan ayahnya pun tidak bisa memaksakan agamanya. 

“Tidak ada sesuatu yang lebih menyedihkan dan menyakitkan apabila salah satu di antara keturunan kita menjadi orang kafir, semoga Allah menjada kita,” terang Syekh Yusri yang juga berprofesi sebagai dokter bedah.

Bahkan perempuan Ahli Kitab yang telah masuk Islam pun tidak ada yang menjamin, bahwa dirinya telah benar-benar masuk Islam dengan penuh keyakinan. Bisa jadi dirinya berpura-pura masuk Islam agar mendapatkan laki-laki muslim yang dicintainya. 

Syekh Yusri menasihati, “Laki-laki muslim asli, menikahlah dengan perempuan muslimah yang asli pula, agar sekufu’ (sepadan).”

Menikah dengan perempuan Ahli Kitab penuh dengan resiko, dan berhati-hati hukumnya wajib. Meskipun ada madzhab yang membolehkan, tetapi tidak setiap sesuatu yang diperbolehkan kita lakukan. Kita kembali kepada kaidah umum, bahwa: 

 الخروج من الخلاف مستحب

“Keluar dari perselihan ulama adalah mustahab.” 

“Apalagi dalam hal seperti ini, yang menyangkut masalah akidah keturunan kita,” pungkas Syekh Yusri. Wallahu a’lam.

Kontributor

  • Antony Oktavian

    Alumni MA Al Hikmah 2 Benda Brebes. Sekarang menempuh studi di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir.