Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Tafsir Syekh Sya’rawi Surat Al-Isra’ 1, Mengapa Isra Mikraj Terjadi pada Malam Hari?

Avatar photo
55
×

Tafsir Syekh Sya’rawi Surat Al-Isra’ 1, Mengapa Isra Mikraj Terjadi pada Malam Hari?

Share this article

Berikut ini adalah teks, terjemahan, dan kutipan tafsir menurut Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, tentang peristiwa perjalanan Rasulullah dari Makkah ke Masjidil Aqsha, lalu dari Masjidil Aqsha menuju Allah swt, yang dikenal dengan peristiwa Isra Mikraj.

Peristiwa Isra Mikraj menjadi salah satu mukjizat terbesar dan paling bersejarah dalam Islam. Perjalanan yang panjang dan sangat jauh mampu ditempuh dengan tempo waktu yang sangat sebentar, bahkan akal tidak bisa menerimanya jika tidak disertai dengan keimanan yang matang.

Kisah itu diabadikan oleh Allah SWT dalam Al-Qu’an, tepatnya surat al-Isra’ ayat 1. Allah berfirman:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Artinya, “Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS. Al-Isra’ [17]: 1).

Tafsir Syekh Mutawalli Asy-Sya’rawi

Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi dalam kitab Tafsir wa Khawathiru Al-Qur’an al-Karim mengatakan, ayat ini memiliki dua dalil, (1) ayat ardliyah (tanda-tanda bumi); dan (2) ayat as-samawiyah (tanda-tanda langit), sebagai tanda-tanda kebesaran Allah serta kebenaran Nabi Muhammad dalam peristiwa Isra Mikraj.

Baca juga: Hikmah Nabi Menerima Perintah Shalat dalam Isra Mikraj

Yang dimaksud tanda-tanda bumi adalah perjalanan Rasulullah dari Makkah menuju Baitul Maqdis (Majidil Aqsa), yang kemudian dikenal dengan istilah isra’. Sedangkan yang dimaksud dengan tanda-tanda langit adalah perjalanan Rasulullah dari Baitul Maqdis menuju sidratul muntaha, yaitu tempat tertinggi yang tidak bisa diketahui oleh manusia dan para malaikat, dan ini dikenal dengan istilah mi’raj.

Hikmah Dimulainya Ayat dengan Subhana

Sebelum membahas lebih dalam perihal Isra Mikraj, ada pentingnya mengetahui penjelasan Syekh Mutawalli perihal alasan Allah memulai ayat di atas dengan lafal subhana (Mahasuci). Menurutnya, kata subhana memiliki makna bahwa Allah Mahsuci secara mutlak. Artinya, Allah tidak memiliki serupa, baik dalam Dzat, Sifat, dan juga pekerjaa-Nya.

Jika ditanya, “Allah ada, dan manusia juga ada, tentu terdapat serupa”. Maka jawabannya, Allah suci dari serupa. Sebab, keberadaan manusia itu setelah tiada, dan manusia ada karena diadakan bukan ada dengan sendirinya, sementara keberadaan Allah tidak berasal dari ketiadaan dan keberadaan-Nya pun dengan sendirinya.

Akan tetapi, ayat di atas tidak hanya memiliki makna itu saja. Lebih dari itu Allah hendak menyatakan dengan kemahasucian-Nya, perihal adanya peristiwa—setelah penyebutan lafal subhana—yang tidak bisa dicerna dengan akal dan tidak sesuai dengan kebiasaan (khariqun lil ‘adah), yaitu peristiwa Isra Mikraj.

Perjalanan Isra Mikraj Rasulullah

Membahas tentang perjalanan Rasulullah dalam peristiwa Isra Mikraj, maka yang sering disinggung oleh para ulama tafsir dan ahli sejarah adalah perihal perjalanannya, apakah sebatas ruhnya saja, atau bersama dengan jasadnya yang mulia, atau peristiwa luar biasa ini dirasakan hanya dalam mimpi?

Menurut pakar tafsir kontemporer asal Al-Azhar Mesir itu, pertanyaan ini sebenarnya tidak layak dibahas. Sebab, ketika Rasulullah menyampaikan peristiwa itu kepada orang kafir Makkah, semuanya mengingkari dan tidak ada yang menerima dan percaya kepadanya. Pengingkaran ini menjadi bukti bahwa Isra Mikraj merupakan perjalanan Rasulullah secara nyata dengan ruh dan jasadnya. Andaikan sebatas ruh, atau sebatas mimpi, tentu tidak akan ada yang mengingkarinya.

Selain itu, pada ayat di atas, Allah berfirman menggunakan lafal bi ‘abdihi (hamba-Nya), kata abdun memiliki arti ruh dan jasad, tidak bisa diartikan ruh saja. Oleh karenanya, tidak benar jika perjalanan Rasulullah hanya ruhnya saja tanpa melibatkan jasadnya.

Baca juga: Siksa Pedih Pemakan Riba dalam Perjalanan Isra Mikraj Nabi

Lantas, kenapa Allah memilihnya dalam peristiwa itu? Kenapa bukan nabi yang lain?

Perlu diketahui, perjalanan Nabi Muhammad dari Makkah menuju Baitul Maqdis hingga sidratul muntaha, merupakan salah satu mukjizat yang Allah berikan kepadanya secara khusus dan tidak pernah diberikan kepada nabi dan rasul yang lain. Hal ini tidak lain adalah untuk membedakan hamba pilihan-Nya dari makhluk-Nya yang lain.

Bisakah Peristiwa Itu Ditempuh Sebentar?

Di antara pembahasan yang paling sering dibahas dalam peristiwa heroik ini, adalah tidak adanya rasionalitas bahwa perjalanan yang sangat jauh bisa ditempuh dengan beberapa jam. Bahkan orang kafir Makkah dengan lantang mengingkari semua itu. Mereka mengatakan, “Bagaimana mungkin perjalanan ini bisa terjadi, sedangkan kami menunggangi unta yang besar dengan durasi waktu selama satu bulan, bahkan lebih.”

Ulama yang dijuluki Imam ad-Du’ah itu memberikan jawaban bahwa perjalanan Rasulullah dalam peristiwa Isra Mikraj bukanlah dimensi manusia, namun semua itu ada dalam kuasa Allah SWT.

Tentu, tidak masuk akal jika seandainya perjalanan yang jauh itu dilakukan oleh Rasulullah tanpa melibatkan kuasa Allah. Menjadi sangat mungkin jika semuanya dilakukan oleh Allah yang bisa melakukan apa saja yang Dia kehendaki. Oleh karenanya, pada ayat di atas Dia menyatakan, asra bi ‘abdihi (yang telah memperjalankan hamba-Nya).

Untuk lebih mudah, ulama asal Al-Azhar Mesir itu memberikan contoh, jika seandainya orang Mesir hendak pergi menuju Iskandaria, maka jarak tempuh yang harus dilewati akan berbeda antara berjalan kaki dengan menaiki pesawat. Maka rumusnya, semakin besar kecepatan dan kekuatan tempuhnya, maka semakin cepat pula sampai pada tujuan. Lantas, bagaimana jika semua itu dilakukan oleh Allah? Tentu waktu dan zaman ada dalam kuasa-Nya!

Kenapa Isra Mikraj Terjadi Pada Malam Hari?

Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi menjelaskan alasan kenapa peristiwa Isra Mikraj terjadi pada malam hari, dan bukan siang hari. Menurutnya, hikmah adanya peristiwa itu adalah agar perjalanan berangkat Rasulullah dari Makkah, dan pulangnya dari sidratul muntaha tidak bisa disaksikan oleh manusia. Selain sebagai mukjizat khusus Rasulullah, ini untuk menguji keimanan kaum Quraisy saat itu.

Seandainya peristiwa itu berlangsung pada siang hari, maka sama halnya dengan hal-hal indrawi yang bisa dilihat oleh mata kepala, sehingga keimanan akan sesuatu yang samar dan iman akan kekuasaan Allah tidak begitu mengherankan. Oleh karenanya, perjalanan yang dilakukan pada malam hari itu tidak lain untuk menguji keimanan kaum Quraisy pada masa itu.

Dari sinilah kisah sahabat Abu Bakar mendapatkan gelar as-Siddiq (orang yang paling benar). Sebab, ketika ia mendapati berita bahwa Rasulullah melakukan perjalanan dari Makkah menuju Baitu Maqdis dengan tempo yang sebentar, ia langsung menjawab, “Jika semua itu benar ucapannya, maka aku percaya dan iman kepadanya, bahkan sesuatu yang lebih jauh dari itu (kabar-kabar langit, mikraj) saya juga akan percaya dan iman.”

Selanjutnya, ulama pakar tafsir kontemporer itu juga menjelaskan tentang tujuan adanya Isra Mikraj. Menurutnya, sebagaimana yang telah dijelaskan pada ayat di atas bahwa tujuan Isra Mikraj adalah untuk memperlihatkan tanda-tanda kebesaran Allah kepada hamba pilihan-Nya yang tidak pernah dilihat oleh makhluk-Nya yang lain, sekalipun malaikat.

Di antaranya, penghormatan langit kepada Rasulullah, ia juga melihat kedudukannya yang mulia nan luhur di sisi Allah SWT. Peristiwa ini juga sebagai hiburan kepada Rasulullah setelah ia disakiti, dihina, dicemooh, dan dimusuhi oleh orang-orang kafir Makkah. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam bisshawab.

Baca tulisan menarik lainnya tentang Tafsir Syekh Sya’rawi di sini.

Kontributor

  • Sunnatullah

    Pegiat Bahtsul Masail dan Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Bangkalan Madura.