Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Tafsir Syekh Sya’rawi Surat Al-Mumtahanah 8-9, tentang Hubungan antarumat Beragama

Avatar photo
28
×

Tafsir Syekh Sya’rawi Surat Al-Mumtahanah 8-9, tentang Hubungan antarumat Beragama

Share this article

Berikut ini adalah teks, terjemahan, dan kutipan tafsir menurut Syekh Muhammad Mutawali asy-Sya’rawi, tentang hubungan umat Islam dengan pemeluk agama lain.

Ayat ini diturunkan ketika Sahabat Abu Bakar menalak istrinya, Qatilah pada masa jahiliyah. Ia merupakan ibu dari Asma’ binti Abu Bakar. Suatu saat, Qatilah hendak mendatangi anak putrinya untuk memberikan anting, barang-barang dan beberapa hadiah lainnya.

Setelah keduanya bertemu, Asma’ yang saat itu sudah memeluk agama Islam, sementara ibunya masih dalam keadaan kafir menolak dengan tegas pemberiannya. Bahkan ia menyuruh ibunya keluar meninggalkan rumahnya, dengan alasan tidak diperbolehkannya menerima pemberian dan menjalin kerukunan dan pergaulan dengan pemeluk agama lain.

Dengan perasaan kecewa dan sikap yang marah, Qatilah sebagai ibu dari Asma’ menyuruh utusan untuk menanyakan semua itu kepada Rasulullah sekaligus untuk mengadukan kejadian yang ia rasakan. Setelah semuanya disampaikan kepadanya, turunlah ayat berikut,

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampong halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (QS Al-Mumtahanah [60]: 8)

إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَى إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

 

“Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan mereka sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu dalam urusan agama dan mengusir kamu dari kampong halamanmu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS Al-Mumtahanah [60]: 9)

Tafsir Syekh Mutawalli

Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi dalam tafsirnya mengatakan bahwa dua ayat di atas oleh Allah SWT dikehendaki sebagai batas-batas atau ketentuan dalam melakukan interaksi antara umat Islam dengan pemeluk agama lain. Oleh karenanya, umat Islam harus bisa membedakan antara hak-hak dirinya sebagai muslim, sekaligus hak-hak pemeluk agama lain.

Dalam konteks makanan, makanan yang halal bagi umat Islam adalah setiap makanan yang sudah mendapatkan legalitas halal dari syariat Islam, dan wajib mengingatkan umat Islam yang lain bahwa di dalam makanan non-muslim terdapat banyak makanan yang diharamkan, misalnya anjing, babi, minuman keras dan lainnya.

Oleh karenanya, penting untuk memahami kembali bahwa yang non-muslim makan belum tentu boleh dimakan umat Islam. Sebab, makanan-makanan tersebut tidak dihalalkan dalam syariat Islam. Lebih tegas, Syekh Mutawalli menegaskan dalam konteks makanan,

وَلْيَأْكُلْ مِنْ طَعَامِهِمْ مَا هُوَ حَلَالٌ لَدَيْنَا

“Dan, makanlah dari makanan-makanan mereka (non-muslim) setiap makanan yang halal bagi kita (umat Islam).” (Syekh Mutawalli, Tafsir Khawathir lisy Sya’rawi, I/2033).

Sedangkan dalam konteks sosial, ayat ini menjadi afirmasi perihal legalitas untuk berbuat baik kepada pemeluk agama lain yang tidak memerangi dan berbuat baik kepada umat Islam. Berbuat baik kepada mereka misalnya dengan cara memperlakukan adil, berinteraksi dengan baik, tidak mengganggu keberadaan dan saling tolong-menolong, sepanjang tidak sampai merendahkan ajaran Islam serta tidak menunjukkan pengagungan terhadap agama lain.

Oleh karenanya, pada ayat selanjutnya, Allah melarang umat Islam untuk berteman dan bergaul dengan pemeluk agama lain, apabila mereka memerangi umat Islam, membantu kelompok-kelompok yang menyerang Islam, atau merendahkan ajaran Islam.

Demikian penjelasan Syekh Mutawalli perihal ayat di atas. Kedua ayat di atas sangat penting untuk dipahami dalam konteks menjaga kerukunan dalam beragama khususnya dalam bernegara, bahkan seharusnya menjadikan umat Islam memiliki empati besar yang merepresentasikan perilaku toleransi sebagaimana yang tercermin dalam ayat di atas.

Perilaku ini tidak hanya sebagai tindakan formalitas dalam bersosial saja, akan tetapi juga harus dijadikan sebuah kesadaran perihal subtansi Al-Qur’an yang diajarkan kepada pembacanya, bahwa kerukunan menjadi salah satu nilai penting yang harus diupayakan. Dengan demikian, kerukunan dalam beragama akan tercipta, bahu-membahu akan terjadi, tolong-menolong akan sangat tampak, saling menghargai pendapat, kepercayaan dan keyakinan orang lain juga tidak lagi menjadi bahan bakar untuk saling menyalahkan.

Ketika sudah demikian, maka pergaulan antarumat beragama akan terus terjadi dan terjalin secara terus menerus. Sebab, sebagaimana yang telah disebutkan, interaksi sosial tidak hanya melibatkan umat Islam saja, akan tetapi juga melibatkan pemeluk agama lain.

Islam sebagai agama yang sangat tinggi dan universal, tidak hanya mengatur perihal aspek spiritualitas dengan Tuhannya, melalui ibadah-ibadah dan berbagai kebajikan yang lain, akan tetapi juga mengatur pola hidup yang baik, pola berhubungan yang benar, pergaulan yang didasari oleh akhlak yang baik, sekalipun dengan orang-orang yang berbeda dalam agama.

Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bisshawab.

Baca tulisan menarik lainnya tentang tafsir Syekh Sya’rawi di sini.

Kontributor

  • Sunnatullah

    Pegiat Bahtsul Masail dan Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Bangkalan Madura.