Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Artikel

Ulama al-Azhar ingatkan bahaya belajar agama dan mencari fatwa dari Google

Avatar photo
46
×

Ulama al-Azhar ingatkan bahaya belajar agama dan mencari fatwa dari Google

Share this article

Era digital menawarkan akses internet cepat yang bisa diandalkan siapa saja untuk menjangkau apa saja dengan mudah dan cepat. Kemudahan itu dinikmati oleh warganet untuk mencari jawaban atas pelbagai persoalan yang dialami. Termasuk dalam urusan hukum agama.

Dunia digital yang ditopang oleh maraknya platform media sosial, telah mengkondisikan manusia untuk mencandu internet. Dalam aspek keagamaan, dakwah Islam semakin luas menjangkau banyak kalangan, ngaji online menjamur dan informasi keislaman selalu update perdetik.

Di sisi lain, konten-konten dakwah dan keislaman itu dapat dibuat oleh siapapun. Termasuk dari pihak yang belum mumpuni atau bahkan cenderung kontraproduktif dengan spirit Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Hal ini semakin berbahaya dengan kenyataan bahwa tidak sedikit orang yang gemar mencari hukum agama langsung dari Google. Tanpa verifikasi, tanpa telaah dan tanpa penyaringan.

Hal ini yang diamati oleh Syekh Usamah al-Sayyid al-Azhari, ulama besar al-Azhar Mesir. Beliau menyatakan bahwa mengambil fatwa dari Google sangat berbahaya. Orang-orang di zaman sekarang, menurut beliau, begitu mudahnya mencari hukum agama dan mencari fatwa yang diinginkannya.

Ulama Al-Azhar itu mengkhawatirkan bila mereka yang gemar mencari fatwa lewat internet, akan mendapati banyak sekali situs-situs keislaman yang berafiliasi Ikhwanul Muslimin dan kelompok salafi, lalu mengambil fatwa secara serampangan atau yang sesuai dengan keinginannya.

Situs-situs keislaman berbahasa Arab ternyata tidak jauh berbeda dari situs-situs keislaman berbahasa Indonesia. Ditemukan banyak sekali media-media keislaman yang dikembangkan oleh kelompok-kelompok salafi dan umumnya mereka memenangi pertarungan pencarian Google dalam search engine.

Dalam wawancaranya dengan Shada Elbalad, Sabtu (13/8/2022), ulama yang mengajar di Ruwaq Atrak Masjid al-Azhar itu mengatakan bahwa situs-situs keislaman salafi bekerja tidak secara ilmiah namun memahami betul algoritma Google. Hal itu yang membuatnya selalu muncul di halaman pertama pencarian Google.

Masalah besar saat ini adalah banyak umat Islam yang menjadikan Google sebagai sumber pengetahuan agama. Siapa yang kebingungan dan ingin mencari tahu jawabannya, akan langsung merujuk ke Google.

Beliau menyarankan agar lembaga-lembaga keagamaan (Pesantren dalam konteks Indonesia) agar mengaktifkan pelbagai platform media sosial yang ada untuk memperomosikan ajaran-jaran Islam yang bukan lagi dijalankan dengan spirit membela dari serangan kelompok-kelompok salafi tetapi digerakkan dengan semangat menyerang dan membantah syubhat-syubhat mereka.

Ulama al-Azhar itu menambahkan bahwa mazhab Asy’ariah merupakan mazhab akidah yang paling bijak dan ilmiah untuk memahami Islam. Pemikiran-pemikiran akidah dalam mazhab Abu Hasan al-Asy’ari mampu membentengi umat Islam dari ekstremisme dan terorisme. 

Beliau mencontohkan bahwa kesalahan terbesar yang membuka pintu pengkafiran dari Hasan al-Bana adalah menempatkan pembahasan imamah (kepemimpinan) dan politik umum yang sebenarnya masuk dalam ruang furu’iyah (yang memungkinkan terjadi keragaman pandangan) ke dalam urusan pokok-pokok agama. Sedangkan mazhab Asy’ariyah dan mazhab-mazhab besar lainnya di dunia Islam telah meneliti dan memutuskan bahwa urusan kekuasaan dan pemerintah bukan termasuk pokok agama, tetapi cabang agama. 

“Manhaj Asy’ari ini yang melindungi negara kita dari pemikiran ekstrem dan ide pengkafiran,” ujar Penasihat urusan agama Presiden Mesir itu.

Kontributor

  • Abdul Majid

    Guru ngaji, menerjemah kitab-kitab Arab Islam, penikmat musik klasik dan lantunan sholawat, tinggal di Majalengka. Penulis dapat dihubungi di IG: @amajid13.