Banyak peristiwa penting
terjadi sehingga meniadakan salat jamaah, peristiwa seperti bencana alam sempat
berimbas juga kepada ka’bah di Mekah, bahkan peristiwa tersebut sudah sangat masyhur,
Azroqi (250 H) menjelaskan dalam Akhbar Makkah bahwa pintu bani Syaibah
yang besar yang disebut sebagai pintu Sail.
Penamaannya karena banjir
pernah mendorong pintu tersebut dan menggeser maqom Ibrahim dari tempatnya,
bahkan menggesernya hingga depan ka’g bah.
Muhammad al-Muntashir
al-Kattani juga mengatakan (1419 H) dalam tafsir al-Qur’an surat al-Hajj ayat
27: Saya ceritakan semenjak beberapa tahun yang lalu pernah terjadi banjir di masjidil haram, air meninggi sampai ke
pintu-pintu ka’bah, salat di Masjidil Haram ditiadakan selama dua hari.
Bagi beberapa orang yang melihat tidak ada yang tawaf di ka’bah, hal itu menjadikan mereka berat hati lalu turun melakukan tawaf dengan berenang dan bertasbih. Beberapa orang yang bisa berenang tersebut lalu mengajak orang lain yang tidak bisa renang untuk ikut turun ke bawah.
Ketika orang-orang yang tidak bisa renang turun ke bawah mereka tenggelam dan meninggal, oleh sebab itu para pemegang tanggung jawab mendesak melarang orang-orang melakukan tawaf karena orang-orang akan berhadapan dengan kematian.
Syaikh Muhammad Shobagh
al-Maliki (1321 H) dalam kitabnya
Tahshilum Marām fī Akhbāri Baitil Harām” menyebutkan banyak peristiwa banjir
yang menimpa ka’bah dan menyebabkan terhentinya pelaksanaan salat lima waktu,
bahkan terkadanga menjadikan ka’bah rusak.
Hanya saja peniadaan
salat dilakukan tidak dalam waktu yang lama, batas paling lamanya adalah tujuh
waktu salat. Hal itu ketika terjadi banjir bandang pada tahun 980 H. Sehingga
sampai tempat tawaf dan sampai di tempat kunci ka’bah, air menggenangi selama
sehari semalam sehingga salat tidak dilakukan selama tujuh waktu.
Sementara di luar kota
Mekah, Ibnu Katsir(774 H) menceritakan bahwa pada tahun 647 H air meninggi di
Baghdad sehingga merusak banyak bangunan pertokoan, rumah-rumah terkenal dan
lainnya sehingga ditiadakan salat Jumat di selain tiga masjid saja.
Ibnul Fuwati (723 H)
dalam al-Ḥawaditsul Jāmi’ah juga menceritakan tenggelamnya kota Baghdad
pada tahun 653 H: Masjid dan masjid jami’ roboh seperti masjid al-Manshur yaitu
masjid pertama di kota Baghdad, masjid al-Mahdi di Roshofah, masjid Sulthon,
masjid Qomariyyah dan sebelah barat dan beberapa masjid lain. Tak diragukan
lagi semuanya sudah pasti menghentikan kegiatan salat di masjid-masjid
tersebut.
Hasan Muhammad bin
Abbasi (717 H) juga menyebutkan dalam Nuzhatul mālik wal mamlȗk bahwa
pernah terjadi di tahun 717 H. banjir bandang di kota Ba’labak Lebanon, banjir
tersebut menghancurkan masjid dan menghentikan salat di dalamnya.
Ia menggambarkan
situasinya, tidaklah banjir tersebut menerjang segala sesuatu kecuali pasti akan menghabiskannya,
menghilangkan rumah dan harta benda, menghanyutkan lelaki, perempuan dan anak
kecil, terus seperti itu hingga menghancurkan masjid terbesar, menghancurkan
masjid-masjid lain dan menghentikan ibadah salat.
Fitnah yang Menggumpal
Salat Jumat dan jamaah sering
terhenti beberapa kali dalam sejarah
yang disebabkan oleh fitnah antara pengikut agama, golongan, kelompok dan
madzhab. Mungkin saja ini adalah sebab paling buruk yang berakibat pada penghentian
salat jamaah, sebab ini memposisikan agama sebagai yang tertuduh. Diatara
peristiwa ini adalah yang dicontohkan oleh Ibnu katsir dalam al-Bidayah wan Nihayah
yang menceritakan kejadian pada tahun 403 H.
Dia berkata: Di bulan
Syawal ada istri seorang pemimpin nasrani
di Baghdad yang meninggal, saat itu salib dan pengiring jenazahnya
keluar dengan terang-terangan, lalu ada seorang dari keluarga bani Hasyim yang
menolak, seketika itu ada beberapa remaja nasrani yang memukul kepalanya dan
melukainya.
Orang-orang Islam terprovokasi
lalu menggrebeg gereja yang ada di sana, orang-orang awam tidak ketinggalan
ikut menyerang dan merampas harta yang ada di dalamnya, menyusul datang rombongan
orang Nasrani dari luar masuk ke Baghdad, lalu terjadilah fitnah besar di negeri
tersebut yang mengakibatkan salat Jumat ditiadakan selama beberapa hari.
Begitulah fitnah mulai
terjadi dengan bara yang kecil lalu berakhir dengan pembunuhan yang meluas,
perampasan dan permusuhan, hal tersebut memaksa untuk menghentikan kegiatan
dunia dan agama.
Peristiwa yang serupa
juga terjadi antara umat Islam dan
Yahudi yang mengakibatkan terhentinya
salat Jumat di beberapa tempat di Baghdad, Ibnu katsir meriwayatkan peristiwa
tersebut terjadi pada tahun 573 H. Fitnah yang berkobar tersebut terjadi antara
Yahudi dan orang awam di Baghdad.
Ketika hari jumat orang
awam menghentikan salat Jumat lalu segera keluar dan merampok pasar minyak
wangi yang di dalamnya terdapat orang
Yahudi, mereka juga pergi ke tempat
peribadatan Yahudi dan merampas isi di
dalamnya, para polisi ketika itu sudah tidak sanggup untuk menghentikannya.
Sebagaimana fitnah yang terjadi antara orang Islam dan
Kristen dan menjadi sebab peniadaan salat Jumat, begitu juga banyak fitnah yang
terjadi dalam sejarah antara Sunni dan Syi’ah. Ibnul Jauzi menyebutkan dalam
kitabnya al-Muntadzom yang berkaitan dengan peristiwa yang terjadi pada tahun
349 H.
Terjadi fitnah antara
Sunni dan Syiah di jembatan baru kota Baghdad, kejadian tersebut mengakibatkan peniadaan
salat Jumat hingga hari esoknya. Dihentikannya salat terjadi di semua masjid milik
kedua belah pihak selain masjid Baratsa (masjid Syi’ah) salat masih tetap diadakan.
Bahkan penghentian salat jamaah terkadang terjadi karena fitnah antar kelompok yang saling bertaasub kepada madzhabnya dalam satu golongan, Ibnu katsir menyebutkan salah satu peristiwanya yang terjadi pada tahun 447 H.
Telah terjadi fitn’ah antara golongan Asy’ari dan hambali di Baghdad (keduanya sama-sama sunni), kekuatan yang ada di pihak Hambali sangat besar sehingga dari golongan Asy’ari tidak ada seorangpun yang bisa menghadiri salat Jumat dan salat jamaah.
Catatan: Serial sejarah “Waban dan Bencana dalam Catatan Ulama Klasik” merupakan ulasan yang mendalam mengenai keringanan untuk meninggalkan segala ritual keagamaan demi menjamin keselamatan jiwa.
Serial ini disadur dari kanal berita Aljazeera.net yang diunggah pada 24 Maret 2020. Redaksi Sanad Media merasa penting untuk mengangkat tema ini dengan tujuan dapat memetik pelajaran yang berharga dari catatan para ulama klasik Islam.
Tulisan berseri ini dibagi menjadi 4 bagian, dengan judul yang berbeda-beda. Redaksi menganjurkan membaca seluruhnya untuk mendapat pemahaman yang utuh.