Perdana Menteri Sudan, Abdallah Hamdok menandatangani nota kesepakatan bersama pimpinan Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan-Utara, Abdel Aziz Al-Hilu untuk memisahkan agama dengan negara, di Addis Ababa, Ehtiopia, Kamis (3/9/2020).
Kesepakatan kedua belah pihak tersebut menandakan berakhirnya pemerintahan Islam di Sudan yang sudah berjalan selama 30 tahun.
“Agar Sudan menjadi negara demokratis di mana hak-hak semua warga negara dijunjung, konstitusi harus didasarkan pada prinsip ‘pemisahan agama dan negara’, di mana hak dan basib individu harus dihormati,” tertulis dalam nota kesepakatan.
Kesepakatan tersebut berhasil dibuat kurang dari seminggu setelah Pemerintah Sudan berdamai dengan pasukan pemberontak pimpinan Abdel Azil Al-Hilu, dikutip dari Gulf News.
Alasan lain mengapa pihak Sudan mau menandatangani kesepakatan tersebut lantaran Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan-Utara enggan berdamai jika tak menghilangkan unsur agama dalam pemerintahan Sudan.
Kesepakatan tersebut merupakan harapan baru untuk mengakhiri sejumlah konflik yang terjadi di sejumlah wilayah Sudan, khususnya di Darfur.
Diketahui, Sudan telah membuka diri dari isolasi internasional usai Omar Al-Bashir merebut kekuasaan pada 1989 dan menjadi Sudan sebagai penjaga gawang hukum Islam serta menjadi pelopor berdirinya negara Islam.
Pada Agustus lalu, Pemerintah Sudan siap bekerjasama dengan Mahkamah Internasional untuk menyelidiki dugaan kasus kejahatan perang dalam sejumlah konflik, Omar Al-Bashir adalah salah satu yang akan diperiksa.
Pada 2009 hingga 2010, Mahkamah Internasional telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Omar Al-Bashir atas tuduhan genosida dan kejahatan kemanusiaan di konfil Darfur yang menewaskan lebih dari 300 orang.
Please login to comment