Ada beberapa kitab hadis shahih dengan derajat di bawah kutubussitah yang bisa dijadikan rujukan bagi penghafal maupun pengkaji hadis. Kitab hadis shahih ialah kitab yang hanya memasukkan hadis-hadis shahih saja.
Pengalaman pengkaji atau peneliti berbeda dengan pengalaman pendengar. Para peneliti lebih dominan memperoleh tambahan ilmu karena banyak membaca, menelaah, mencerna dan kemudian mengambil kesimpulan. Sedangkan para pendengar cenderung mendapatkan ilmu secara instan dari penyampaian guru-gurunya.
Barangkali realita yang kedua sering terjadi dalam masyarakat awam kita. Bagi mereka, mendengar ceramah sang guru dengan membacakan sebuah hadis yang rujukannya dikutip dari kitab Shahih Bukhari akan terasa ‘cetar membahana’ di telinga si murid. Hal tersebut tidak terlepas dari kesepakatan Mutaqaddimîn dan Muta’akhirîn terkait posisi Shahih Bukhari yang paling tinggi dibandingkan kitab-kitab hadis yang lain.
Di samping itu, penyampaian nama-nama kitab hadis yang dianggap final dalam kajian hadis hanya sebatas kutubussitah (kitab hadis yang enam). Kitab-kitab tersebut meliputi Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abi Daud, Sunan An-Nasa’i, Sunan At-Tirmidzi dan Sunan Ibnu Majah. Namun pengenalan terhadap kitab-kitab ini seringnya ‘terkesan’ melupakan nama-nama kitab hadis shahih yang lain.
Padahal ada beberapa kitab hadis shahih yang derajatnya di bawah kutubussitah yang bisa dijadikan rujukan bagi penghafal maupun pengkaji hadis. Walaupun menurut para pengkaji hadis, derajat kitab-kitab ini masih di bawah kutubussitah. Tujuan sederhananya mungkin agar kita sebagai seorang muslim tidak mudah ‘kagetan’ ketika mendengar nama-nama kitab hadis shahih tersebut.
Mengenal Kitab Hadis Shahih dan Pengarangnya
Kitab-kitab hadis shahih adalah kitab-kitab yang penyusunannya tidak memasukkan ke dalamnya selain hadis-hadis yang shahih saja. Berbeda dengan kitab-kitab sunan yang memasukkan hadis dha’if yang tidak munkar. Adapun kitab-kitab musnad lebih global karena penyusunannya memasukkan hadis-hadis yang diterima tanpa menyaring dan menjelaskan derajat hadis tersebut.
Berikut nama-nama kitab hadis shahih yang tidak terdapat dalam kitab-kitab shahih Abad ke-3 Hijriyah selain kutubussitah;
Pertama: Kitab As-Shahih milik Ibnu Khuzaimah.
Nama lengkap dari kitab ini adalah Mukhtashar al-Mukhtashar min al-Musnad ash-Shahîh. Di dalamnya terdapat sekitar 3079 hadis yang mengandung pembahasan terkait bab shalat, zakat, puasa, haji dan sebagainya. Dan salah satu ciri khas dari kitab-kitab shahih adalah disusun berdasarkan bab.
Ibnu Khuzaimah adalah salah satu tokoh dalam bidang hadis abad ke 3-4 Hijriah yang telah mencurahkan sebagian besar hidupnya untuk mengkaji hadis. Karena perannya yang begitu besar, para ulama banyak yang menyebutnya sebagai imamnya para imam (imâmul aimmah). Bahkan Imam Ad-Dzahabi menyebutnya sebagai Al-Hâfidz al-Kabir. Ia mempunyai nama lengkap Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah An-Naisaburi. Lahir pada tahun 223 H/ 838 M dan wafat pada umur 89 tahun pada tahun 311 H/ 924 M.
Kedua, Kitab Shahih Ibnu Hibban.
Nama asli dari kitab ini adalah At-Taqsîm wa al-Anwa’. Di dalamnya terdapat 7491 hadis. Pembahasannya lebih banyak dibandingkan kitab As-Shahih milik Ibnu Khuzaimah. Pembagiannya berdasarkan kitab, bukan bab. Contohnya kitab Wahyu, kitab Isra’ sampai kitab tentang kabar Rasulullah dan para sahabatnya.
Namun secara tingkatan, kitab ini dibawah kitab sebelumnya. Karena metode Ibnu Khuzaimah dalam menentukan keshahihan hadis lebih akurat dibandingkan dengan metode keshahihan Ibnu Hibban.
Nama lengkap Ibnu Hibban adalah Abu Hatim Muhammad bin Hibban bin Ahmad bin Hibban bin Muadz bin Ma’bad at-Tamimi Al-Busti. Ia lahir di Busti, Afghanistan pada tahun 270 H/ 880 M. Ia lalu wafat di kawasan yang sama pada umur 83 tahun pada 354 H/965 M.
Ketiga, As-Shahih milik Al-Hakim.
Nama kitab ini adalah Al-Mustadrak ‘ala As-Shahîhain. Al-Hakim menyusun kitab ini pada tahun 393 H ketika berumur 72 tahun. Kitab ini memuat 9045 hadits. Ia menyatakan bahwa seluruh hadits di dalamnya adalah shahih menurut syarat (metode yang dipakai) Imam Bukhari dan atau Imam Muslim. Namun kitab ini mendapatkan sambutan yang beragam dari para ulama
Nama lengkap dari Al-Hakim adalah Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Handawaihi bin Nu’aim al-Dhabbi al-Thahmani al-Naisaburi. Lebih terkenal dengan sebutan Al-Hakim, karena ia merupakan imam ahli hadis yang pernah diangkat sebagai Hakim di Naisabur pada tahun 359 H. Ia lahir di Naisabur, Iran pada tahun 321 H dan kembali ke haribaan Allah saat berumur 84 tahun di kota yang sama pada tahun 405 H.
Walaupun ketiga kitab ini dinamakan kitab hadis Shahih, namun isi dari ketiga kitab tersebut dari sisi kualitas tidak semuanya shahih. Dari total 3079 hadis di Shahih Ibnu Khuzaimah, terdapat ziyadah 1548 hadis. Adapun sisanya sekitar 1531 hadis sama dengan kitab hadis mu’tamad lainnya. Rinciannya ada sekitar 918 hadis shahih, 266 hasan dan 364 dha’if.
Adapun As-Shahih milik Ibnu Hibban, yang secara keseluruhan memuat 7491 hadis, ziyadah-nya sebanyak 2647 hadis. Adapun sisanya yaitu sekitar 4844 hadis sama dengan kitab mu’tamad lainnya. Rinciannya 2421 shahih dan hasan dan sekitar 226 dha’if. Dengan demikian, penamaan kitab Shahih Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban itu shahih ‘ala al-aghlab.
Kedua kitab ini memang memberikan kontribusi yang tidak ternilai. Meskipun demikian, banyak ulama hadis yang mengkritik keduanya. Kritikan itu adakalanya menyangkut personalnya maupun kitabnya. Namun secara umum, para pengkaji hadis menilai bahwa keduanya lebih baik kualitas sanad dan matannya dibandingkan kitab Al-Mustadrak ‘ala As-Shahihain milik Al-Hakim.
Dengan pandangan seperti itu, maka para prinsipnya kitab Shahih Ibnu Khuzaemah dan Shahih Ibnu Hibban bisa disejajarkan dengan kutubussittah. Bahkan mungkin dengan penelitian yang lebih mendalam keduanya bisa memiliki kualitas yang lebih tinggi, di bawah Shahih Bukhari dan Muslim. Hanya saja, masyarakat awam kita umumnya telah menghakimi bahwa kitab-kitab yang enam dalam hadis itu sudah memasuki tahap final. Sehingga kemungkinan kecil untuk memasukkan ketiganya dalam deretan kitab-kitab hadis ternama. Wallahu a’lam.