Sejak Allah mendeklarasikan diri bahwa beliau menjadikan Adam sebagai khalifah di muka bumi, maka sejak itulah anak cucu adam berpotensi menjadi pemimpin. Baik dalam skala mikro maupun dalam ruang lingkup yang mendunia. Untuk menjadi pemimpin ideal, maka kita perlu figure yang bisa kita tiru, mulai dari kebijakan hingga mengayomi masyarakatnya.
Dalam akidah yang kita yakini, ada empat sifat yang wajib dimiliki oleh para utusan. Shidiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan) dan fathanah (cerdas, pandai). Nabi Muhammad saw benar-benar figure yang sempurna. Baliau bukan hanya sebagai utusan dalam menyampaikan ajaran yang ia bawa, akan tetapi juga menjadi pemimpin yang luar biasa sehingga banyak dari kalangan muslim maupun non-muslim mengakui kehebatannya.
Sederet kisah kedermawanan, kebijakan, kejujuran sudah seringkali kita jumpai di banyak literature. Nabi Muhammad adalah manusia, namun tidak seperti manusia pada umumnya. Ada beberapa sisi yang tidak bisa diikuti oleh umatnya, misal menerima wahyu, isra’ mi’raj, mukjizat dan beberapa keistimewaan tentangnya.
Terlepas dari sifat wajib yang melekat pada dirinya, kita selaku umatnya berusaha mengikuti titah yang telah dibawa dan diajarkannya. Kita perlu mengikuti langkah-langkah beliau dari sisi manusianya. Bekerja sebisa dan semampunya.
Sebagai pembuka, Muhammad Wildan Aulia D.U memaparkan kultur budaya dan tradisi arab gambaran bagaimana Muhammad tumbuh di lingkungan yang sedemikian rupa sebelum masa kerosulan.
Kondisi kultural bangsa arab jahiliyah yang memiliki kelompok dan klasifikasi yang berbeda di mana kaum bangsawan mendapat kedudukan tinggi memiliki hak otoritas yang harus di dengar dan dipatuhi. Namun, kondisi kultur yang sedemikian rupa dan rumit tidak mejadikan pribadi memiliki sifat yang demikian, beliau lebih memilih merendah dan hidup dengan masyarakat miskin.
Misal, Bretly Hiler, salah seorang orientalis jerman dalam buku orang-orang timur dan keyakinannya menyebutkan bahwa Muhammad adalah seorang kepala Negara dan punya perhatian besar pada kehidupan rakyat dan kebebasannya. Dalam dakwahnya, ia menggunakan cara yang lembut dan santun meskipun dengan musuh-musuhnya.
Tentu saja tidak mudah bagi Nabi meneguhkan capaian dan keberhasilan itu. Ada banyak tantangan dan halangan luar biasa yang datang silih berganti. Namun, semua halangan dan rintangan mampu beliau atasi. Jangan jadikan rintangan dan ujian sebagai batu sandungan atau hambatan untuk menjadi sukses, akan tetapi dijadikan sebagai pelajaran, justru dengan beragam rintangan dan ujian yang menjadikan kepemimpinan beliau berhasil. (174)
Ada pemimpin yang sukses, ada yang gagal. Namun, nabi Muhammad adalah sosok pemimpin ideal. Jika beliau gagal, tidak akan pernah lahir Abu Bakar dengan kejujuran dan kewibawaannya. Tidak akan pernah muncul sosok pemimpin seperti Umar dengan ketegasannya, pemimpin yang santun seperti Utsman bin Affan atau bahkan pemimpin cerdas seperti Ali bin Abi Thalib.
Kepemimpinan nabi Muhammad mampu membawa perubahan dahsyat terhadap bangsa Arab, bangsa yang mulanya sebagai bangsa yang terbelakang, inferior dan jauh dari peradaban. Setelah datangnya islam yang dipimpin nabi mampu membawa perubahan yang signifikan dan menjadi pusat peradaban dunia setelah dilanjutkan estafet kepemimpinannya oleh penerus beliau. Dua emporium romawi dan Persia ikut digulung oleh kekuasaan arab-islam. (185)
Dalam firman Allah, ada tiga karakteristik moral kepemimpinan nabi. Pertama, sense of crisis. Yakni kepekaan terhadap kesulitan rakyat yang ditunjukkan dengan kemampuan berempati bersimpati terhadap pihak-pihak yang kurang beruntung. Contoh yang seperti ini sukar untuk kita dapati saat ini. Meski rakyat dalam masa penceklik sebab pandemi, ada beberapa oknum dijadikan momentum untuk memperkaya diri. Sifat simpati dan empati sudah tidak lagi dimiliki.
Kedua, sense of achievent, yakni semangat yang menggebu-gebu agar masyarakt dan bangsa meraih kemajuan. Tugas pemimpin memang demikian. Artinya menumbuhkan harapan dan peta jalan politik menuju cita-cita yang diharapkan. Beliau sering memberi dorongan, motivasi dan semangat kepada msyarakat serta diimplikasikan dengan tindak nyata.
Ketiga, raufur Rahim. Yakni sifat welas dan kasih sayang. Kasih sayang merupakan pangkal dari sebaikan. Sebagimana sabdanya, prang tidak memiliki kasih sayang, maka tidak bisa diharapkan kebaikannya. Melalui sifat ini, para sahabat tidak lelah untuk berbuat baik kepada orang lain, termasuk kepada non muslim. (173)
Semoga buku ini bisa menginspirasi para pembaca untuk membangun sifat leadership yang ungul meski dijumpai beberapa kata yang masih salah ketik. Akan tetapi, kesalahan tersebut tidak dapat mengurangi nilai dari buku yang syarat kaya gizi ini.
Buku : Seni Kepemimpinan Ala Nabi (Menjadi Pemimpin Sejati Sesuai Sunah)
Penulis : Muhammad Wildan Aulia D.U
Penerbit : Araska Publisher
Terbitan : Maret, 2022
ISBN : 978-623-7910-90-9
Tebal Buku : 244 Halaman