Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Esai

Islam dan moral hukum dalam tinjauan epistemologi transendental

Avatar photo
32
×

Islam dan moral hukum dalam tinjauan epistemologi transendental

Share this article

Secara bahasa, moral bermakna tentang ajaran nilai baik burunya suatu hal yang diterima secara umum dalam bentuk seperti perbuatan, sikap, dan kewajiban.[1] Penilaian baik atau buruknya suatu perihal dapat ditentukan berdasarkan standar nilai-nilai yang hidup di dalam suatu komunitas masyarakat tertentu. Hukum menjadi salah satu aspek yang tidak terlepas dari bagaimana standar moral itu bekerja.

Kenyataannya pandangan moral dalam hukum berhadapan dengan sisi positivisme hukum, dan sering kali dianggap bertentangan atau tidak relevan untuk menghadapi modernitas.  Dalam hal ini, hukum positif diartikan sebagai aturan yang mengatur kehidupan masyarakat secara konkrit dan bersifat empiris. Artinya hukum tidak mencakup norma agama (hukum agama), susila (moral), dan kesopanan.[2]

Uraian di atas mengindikasikan upaya pemisahan antara norma rasional dengan supranatural yang apabila dikaji dengan sudut pandang epistemologi dalam filsafat ilmu berkaitan dengan metode memahami suatu ilmu dari sumbernya dan metode penemuan kebenaran tersebut.[3]

Selanjutnya moral dan hukum ditinjau dari sudut epistemologi transendental mendefinisikan  kaidah-kaidah mana saja yang termasuk baik dan buruk berdasarkan ketentuan hukum-hukum Tuhan atau di dasari oleh alasan kemanusiaan universal serta kekal.[4]

Dari hal tersebut, untuk menjawab pertanyaan apakah moral merupakan bagian yang terpisah dengan hukum atau tidak, sebenarnya dapat dilihat dari pandangan positivisme yang digunakan. Pertama aliran hukum positif eksklusif mendefinisikan validitas hukum harus terlepas dari persoalan moral, berbeda dengan aliran kedua yang lebih inklusif berpandangan jika moral dapat saja menjadi faktor penentu validitas suatu norma meskipun tidak setiap saat.[5]

Pengembangan ilmu hukum berbasis transendental menurut penulis, apalagi di era postmodernnisme menjadi krusial mengingat positivisme modern yang terlalu rigid sering kali menghadapi keterbatasan untuk menjawab persoalan yang tidak semuanya berada dalam jangkauan rasio manusia. Ilmu hukum berbasis transendental menekankan upaya integrasi sains dengan nilai-nilai dalam berbagai bentuk dan pandangan. Artinya pendekatan dilakukan secara menyeluruh (holistik), yaitu tidak melihat aspek materi saja, namun juga perihal ruhaniyah atau inmateral.[6]

Di sisi lain, moral menjadi salah satu bidang yang tidak terpisahkan dari kajian epistemologi hukum Islam. Sebagaimana kita pahami bersama, sumber hukum tertinggi di dalam Islam ialah Al-Qur’an yang merupakan wahyu dari Allah SWT, melalui perantaraan Rasulnya untuk menyampaikan kepada manusia mengenai pedoman hidup dan sekaligus menjadi sumber ilmu pengetahuan. Perihal tersebut secara fundamental menjadikan perbedaan dalam memaknai esensi suatu ilmu dengan perspektif yang berkembang di Barat, yaitu menekankan terhadap aspek rasionalitas dan fakta-fakta empiris (positivisme).

Ilmu hukum menurut Islam tidak dapat terlepas dari Wahyu sebagai sumber yang berasal dari Tuhan. Menjadikan wahyu sebagai kebenaran sumber hukum tentunya akan bertentangan dengan konsep relativisme yang sekularistik, yaitu menjadikan rasio (akal) dan panca indera sebagai sumber pengetahuan yang dapat dibuktikan. Dalam hal ini  terjadi perubahan terhadap definisi ilmu menjadi sebatas konsep yang dapat diamati dan dimengerti oleh akal manusia, sehingga di luar itu semua dapat dikatakan bukan sebagai bagian dari ilmu. Secara hierarkhis, sumber hukum di dalam Islam berlandaskan: 1) Al-Qur’an, 2) Hadis/Sunnah, 3) Ijma, dan 4) Qiyas. Dari urutan tersebut, sebenarnya dapat dipahami bahwasanya dasar hukum Islam merujuk terhadap kebenaran wahyu sebagai kepastian, bukan bersandar pada relativisme akal yang sering kali menghadapi keraguan dan titik akhir yang pasti apabila dilihat dari epistemologinya.[7]

Ditinjau dari aspek transendental, hukum Islam dalam konteks Syariah memiliki arti universal yang di dalamnya mengandung nilai ajaran seperti keadilan, persamaan, kasih sayang, kesejahteraan, toleransi, dan ajaran universal lainnya. Konsep tersebut secara lebih luas dapat tidak hanya terkait norma hukum semata, melainkan terdapat norma etika, Susila, sosial, dan ibadah.[8]

Dari beberapa uraian tersebut, maka penulis berpandangan bahwasanya dalam perspektif hukum Islam tidak terdapat pemisahan tentang bagaimana cara hukum bekerja. Hukum tidak melepaskan etika, moral, dan sosial begitu juga sebaliknya, segala aspek kehidupan diatur dengan hukum sebagai instrumen tata kehidupan yang harmonis dan bahagia baik di dunia hingga untuk kehidupan di akhirat kemudian.

Dengan demikian, moral dan hukum dalam Islam merupakan kesatuan yang selaras, artinya dimensi hukum tidak terbatas pada aspek yang bersifat empiris dan positif, melainkan terdapat instrument wahyu dan aspek spiritual yang menjadi tuntunan dalam menyikapi berbagai persoalan kehidupan. Rasio dan panca indera manusia bekerja agar dapat memahami nilai-nilai yang Tuhan ajarkan melalui perantara wahyu, agar tercapainya kemaslahatan hidup sebagaimana tujuan dari hukum itu sendiri.

 


[2] Sri Wahyuni, “PENGARUH POSITIVISME DALAM PERKEMBANGAN ILMU HUKUM DAN PEMBANGUNAN HUKUM INDONESIA,” Al-Mazaahib Jurnal Perbandingan Hukum 1, no. 1 (2012): 19.

[3] Darwis A Soelaiman dkk., FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN Perspektif Barat dan Islam (Banda Aceh: Bandar Publishing, 2019).

[4] Munir Fuady, Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, Pertama (Jakarta: Kencana, 2020). Hlm 51.

[6] Sigit Sapto Nugroho, “PENGEMBANGAN EPISTEMOLOGI ILMU HUKUM BERBASIS TRANSENDENTAL,” Perspektif 21, no. 2 (22 Agustus 2016): 97, https://doi.org/10.30742/perspektif.v21i2.174.

[7] Adian Husaini et. al., FILSAFAT ILMU Perspektif Barat dan Islam (Depok: Gema Insani, 2013). Hlm 33.

[8] Achmad Irwan Hamzani, ASAS – ASAS HUKUM ISLAM Teori dan Implementasinya dalam Pengembangan Hukum Di Indonesia (Yogyakarta: Thafa Media, 2018). Hlm 22.

Kontributor

  • Enggar Wijayanto

    Asal Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Sekarang menempuh studi di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan Program Studi Hukum Tata Negara. Hobi membaca buku, dan menulis puisi.