Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Esai

Mengenal Kitab Al-‘Ain, Kamus Bahasa Arab Pertama di Dunia

Avatar photo
21
×

Mengenal Kitab Al-‘Ain, Kamus Bahasa Arab Pertama di Dunia

Share this article

Setelah kemarin kita sudah membahas konsep kamus, sejarah dan teknik kepenulisannya, kali ini kami akan mengenalkan kamus bahasa Arab pertama yang ditulis oleh umat muslim.

Sebelum masuk ke dalam pengenalan kamus besar bahasa Arab, sebaiknya pembaca mengenal metode penyusunan kamus. Kelebihan serta kekurangan sebuah kamus berkaitan dengan metodologi yang dipakai penyusunnya.

Dalam metode penyusunannya, kamus memiliki beberapa manhaj, antara lain;

A. Madrasah At-Taqlibiyah Ash-Shawtiyyah

Manhaj ini dirintis oleh Al-Khalil bin Ahmad Al-Farahidi (W. 175 H). Manhaj ini berkonsentrasi pada mengumpulkan kata-kata berserta bentuk perubahannya dalam satu tempat. Dan susunannya menyesuaikan makharijul huruf.

Penyusun meletakkan sebuah kata beserta bentuk perubahannya. Diawali dengan huruf yang paling jauh makhrajnya, yaitu huruf  ‘ain. Dan diakhir dengan huruf yang paling dekat makhrajnya, yaitu kedua bibir.

Ulama-ulama yang meniti manhaj ini dalam menulis kamus antara lain; Abu ‘Ali al-Qali (W. 356 H), Abu Mansur Muhammad bin Ahmad Al-Azhari (W. 370 H), Ash-Shahib bib ‘Ibad (W. 385 H) dan lainnya.

B. Madrasah At-Taqlibiyah Al-Hijaiyyah

Perintis manhaj penulisan kamus ini adalah Ibnu Darid, penulis kitab al-Jamharah. Manhaj ini berfokus pada mengumpulkan kata beserta perubahannya dalam satu tempat. Kemudian meletakkannya dengan susunan huruf alfabet dengan memerhatikan kuantitas kalimat.

Perlu diketahui, bahwa tidak ada satu pun penulis kamus bahasa Arab yang meniti manhaj ini kecuali sang perintis. Yaitu Ibnu Darid penulis kitab al-Jamharah sendiri.

C. Madrasah Al-Qafiyah

Manhaj ini bertumpu pada awal dan akhir setiap kata. Karena perhatiannya pada akhir huruf dari sebuah kata, maka madrasah ini dinamakan dengan Al-Qafiyah.

Dalam manhaj ini, dia akan memerhatikan huruf awalnya dan menjadikannya sebuah pasal. Dan dia akan membuat bab sesuai dengan huruf akhirnya. Susunan yang seperti ini akan sangat membantu para penyair. Karena seorang penyair biasanya akan membuat syair yang setiap baitnya diakhiri dengan kalimat yang sama.

Perintis Manhaj ini adalah Abu Bisyr bin Al-Yaman (W. 284 H) dalam kitabnya yang bernama At-Tanqiyah fi al-lughah. Kemudian diikuti oleh al-Jauhari (W. 398 H) dalam kitabnya Ash-Shahhah.

D. Madrasah Al-Hijaiyyah Al-‘Adiyyah

Dinamakan Al-Hijaiyyah sebab manhaj ini menyusun kamus sesuai dengan urutan huruf hijaiyah. Penyusunan kamus dimulai dari huruf awal Hijaiyah dan seterusnya.

Metode penyusunan kamus ini adalah manhaj yang paling mudah. Dengan menggunakan manhaj ini, para pelajar akan mudah mencari kata yang dia inginkan.

Ulama yang pertama kali menyusun dengan merujuk urutan huruf hijaiyah adalah Abu Amr Asy-Syaibani. Akan tetapi beliau hanya menulis kamus bahasa Arab itu dengan dimulai dari huruf pertama dari huruf hijaiyah. Setelah itu, beliau tidak menyusun huruf sesuai dengan urutan alfabet Arab sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, manhaj ini tidak dinisbatkan kepada beliau.

Manhaj ini justru dinisbatkan kepada al-Barmaki (hidup pada tahun 397 H). Karena beliau menyusun kamus sesuai dengan manhaj urutan huruf hijaiyah dari awal hingga akhir.

Baca juga: Zain Al-Wadud Syarah Nazham Al-Maqshud Karya Santri Sarang yang Kuliah di Al-Azhar

Di antara ulama yang mengikuti manhaj ini adalah Ahmad bin Faris (W. 395 H), Imam Zamakhsyari (W. 538 H) dalam kitab Asas Al-Balagah. Begitu juga Majma’ Lughah Arabiyyah Kairo yang menulis al-Mu’jam al-Wasith pada tahun 1962 M.

Kitab Al-’Ain Sebagai Kamus Bahasa Arab Pertama

Kitab Al-‘Ain merupakan kamus bahasa Arab pertama yang ditulis umat Islam. Kitab ini tercatat sebagai salah satu kamus paling awal dari bahasa apa pun di dunia. Kamus bahasa Arab pertama ini, ditulis dengan menggunakan manhaj At-Taqlibiyah Ash-Shawtiyyah.

Penulis Kitab Al-‘Ain ini adalah Abu Abdurrahman Al-Khalil bin Ahmad al-Farahidi. Menurut sejarah, ayahnya merupakan orang pertama yang dinamakan Ahmad setelah wafatnya Rasulullah.

Al-Khalil bin Ahmad dilahirkan pada tahun 100 H di Basrah dan berkembang di sana. Beliau menetap di Basrah hingga menjadi ulama besar. Menurut pendapat yang kuat, beliau wafat pada tahun 175 H.

Sebagaimana diketahui, Al-Khalil bin Ahmad juga merupakan orang pertama yang membukukan ilmu ‘Arudh. Sebuah ilmu yang membahas tekniks penulisan bait-bait syair.

Ulama Basrah pada saat itu mengungkapkan bahwa Al-Khalil merupakan bentuk tanda-tanda kebesaran Allah sebab kecerdasan yang ia miliki. Bahkan ulama pada saat itu mengakui; tidak ada yang lebih paham bahasa Arab setelah sahabat melebihi al-Khalil bin Ahmad.

Di antara guru-guru Al-Khalil Al-Farahidi ada Abu Amr bin al-‘Ila, ‘Isa bin Umar, dan yang lainnnya. Begitu juga beliau banyak memiliki murid. Yang paling terkenal adalah Imam Sibawaih dan al-Asma’i.

Meskipun memiliki banyak murid, beliau tetap bersikap layaknya seorang hamba. Hidup dalam keadaan miskin, dan fokus dengan keilmuan.  Sehari-hari beliau hanya makan roti yang sudah kering.

Sebab fokus dalam keilmuan, guru Imam Sibawaih ini meninggalkan sejumlah karya tulis. Antara lain; Kitab Al-‘Ain, Kitab al-‘Arudh, Kitab Al-Jumal, dan karya lainnya.

Benarkah Kamus Al-‘Ain Karangan Khalil bin Ahmad Al-Farahidi?

Muncul perdebatan antara ulama bahasa. Apakah kamus ini benar milik Al-Khalil atau bukan? Karena Kitab Al-‘Ain merupakan kamus pertama yang ditulis dengan manhaj yang mencakup banyak kata, dan menjelaskan bahasa Arab sedemikian rupa.

Dr. Abdut Tawwab mengungkap perdebatan pakar bahasa ini terangkum dalam 4 pendapat. 

Pertama, sebagian ulama berpendapat bahwa Al-Khalil tidak menulis Kitab Al-‘Ain. Dan kamus tersebut tidak bersangkut paut dengannya.

Kedua, Al-Khalil tidak menulis kamus Al-‘Ain. Namun dari beliau ide kamus tersebut muncul, dan kepenulisan diserahkan kepada ulama lain.

Ketiga, Al-Khalil tidak menulis kamus itu sendirian. Ada ulama lain yang ikut berpartisipasi membantunya menulis.

Keempat, Al-Khalil yang menulis kamus bahasa Arab tersebut. Beliau juga yang menyusun bab perbab, dan mengisinya dengan kata-kata bahasa Arab.

Baca juga: Sertifikasi Pengajar di Masa Khalifah Ali Bin Abi Thalib

Menurut hemat penulis, pendapat terakhir adalah pendapat yang terkuat. Karena diakui oleh penulis kamus di masa selanjutnya, yaitu Syekh Muhammad bin Ahmad Al-Azhari.

Dalam kitab Tahzib al-lughah (1/41), Syekh Muhammad bin Ahmad mengaku banyak mengambil pelajaran dari kitab al-‘Ain. Beliau menisbatkan kamus tersebut kepada Imam al-Khalil bin Ahmad.

Tujuan Penyusunan Kamus Al-‘Ain dan Manhaj yang Dipakai

Tujuan utama dalam menulis Kitab Al-‘Ain ini adalah mengumpulkan kata-kata bahasa Arab dalam satu wadah. Sebab buku-buku sebelumnya hanya menuliskan kata-kata bahasa Arab dalam satu tema. Sehingga tidak mencakup bahasa secara keseluruhan.

Kamus bahasa Arab ini juga dimaksudkan untuk menuliskan kata-kata bahasa Arab secara terperinci dan teliti. Sehingga orang-orang selain Arab tidak salah dalam mengucapkan kata dalam bahasa Arab.

Untuk menjadikan cita-cita tersebut kenyataan, Al-Khalil menulis kamus dengan langkah-langkah detail. Di antara langkahnya adalah berikut:

1. Al-Khalil menempuh gaya penyusunan kamus yang dia buat sendiri. Yaitu dengan menyusun kata-kata bahasa Arab sesuai dengan makharijul huruf.

Beliau memulainya dengan huruf yang terjauh makhrajnya, yaitu huruf al-‘Ain. Oleh sebab itu nama kamus ini dinamakan dengan nama Kitab Al-‘Ain.

2. Mengumpulkan hampir semua kosa kata bahasa Arab dalam kamus. Menulisnya sesuai huruf-huruf asli, tanpa melihat kosa kata yang sudah ditambah hurufnya.

3. Al-Khalil sangat memperhatikan sebagian logat bahasa Arab yang ada di kitabnya . Dia menuliskan asal logat bahasa tersebut.

4. Beliau juga memerhatikan antonim dan sinonim dari sebuah kalimat dengan menyebutkannya di tempat yang sesuai.

5. Untuk menimalisir kesalahan pembacaan, beliau membuat beberapa tanda baca untuk menandakan harakat. Baik dengan menuliskan harakat langsung, maupun menjelaskannya dengan kalimat tambahan.

6. Dalam menulis kamus Al-‘Ain, Al-Khalil tidak hanya terfokus dengan kosa kata formal. Beliau juga menyebutkan kosa kata yang hanya dipakai oleh sebagian kabilah Arab. Biasa lebih dikenal dengan bahasa Amiyah.

7. Al-Khalil juga tidak melupakan tugas terpenting dari sebuah kamus. Beliau menambahkan makna dari kosa kata sehingga pembaca dapat memahami makna yang diinginkan dari sebuah kalimat.

Setelah menjelaskan setiap kosa kata, beliau perkuat dengan ayat Al-Qur’an, hadits nabawi, dan syair-syair dari masa jahiliyah.

Kelebihan dan Kekurangan Kamus Al-‘Ain

Sangat tidak mungkin menilai Kitab Al-‘Ain dengan membandingkan dengan karya yang lain. Sebab merupakan kamus pertama bahasa Arab yang pernah ditulis oleh umat muslim.

Kamus Al-‘Ain hal baru yang dibuat oleh Imam Al-Khalil. Baik dari segi manhaj, penyusunan, dan runtutan kepenulisan.

Kelebihan yang dimiliki oleh kamus bahasa Arab ini adalah mengetahui kosa kata yang masih dipakai oleh bangsa Arab. Sekaligus juga kosa kata yang sudah terbengkalai dan tidak dipakai.

Selain yang tidak terpakai, Imam al-Khalil juga memberikan penjelasan di beberapa tempat tentang asal muasal kosa kata Arab. Apakah dia asli berasal dari bangsa Arab, atau dari bangsa lain namun dijadikan bahasa orang bangsa Arab.

Sebab susunan kitab yang menyesuaikan dengan makharijul huruf, guru Imam Sibawaih itu banyak menyinggung soal pembahasan yang berkaitan dengan suara. Ini juga menjadi kelebihan tersendiri yang dimiliki oleh kamus ini.

Namun, sebab susunan ini juga, seorang yang membaca kamus ini akan sulit mencari kosa kata yang diinginkan. Karena harus memerhatikan makharijul huruf, untuk mencari kata yang diperlukan.

Baca juga: Mengenal Istilah Amrad dalam Fikih dan Hukum Melihatnya

Keunggulan paling mencolok adalah Kitab Al-‘Ain ini merupakan inovasi terbaru dari kitab-kitab bahasa Arab yang ada. Karena ini adalah terobosan baru yang dibuat oleh Imam al-Khalil dalam mengumpulkan bahasa.

Yang disayangkan, banyak terjadi kesalahan penulisan dalam kamus tersebut. Mungkin, sebabnya adalah penyalinan naskah yang kurang teliti dalam menulis.

Kesalahan ini diterangkan oleh Imam Muhammad bin Ahmad Al-Azhari dalam Kamusnya yang berjudul Tahdzib Al-Lughah (1/29). Di sana beliau berkata:

“Saya sudah seringkali membaca Kamus Al-‘Ain. Dan saya juga meneliti kosakata yang salah penulisan atau diganti oleh orang tidak bertanggung jawab. Kemudian saya beri tanda  dan saya jelaskan yang benarnya.”

Kasus ini juga diangkat oleh Imam Suyuthi dalam kitabnya Al-Mazhar (2/380-390). Beliau membuat pasal yang menjelaskan bahwa Imam Zabidi pernah membenarkan kesalahan-kesalahan tersebut.

Di beberapa tempat, Imam al-Khalil juga mengalami kesalahan dalam beberapa masalah Sharaf. Terkadang pendapat Imam al-Khalil di sana menyelisihi kebanyakan ahli bahasa.

Kesalahan-kesalahan di atas sama sekali tidak mengurangi kewibawaan kamus bahasa Arab ini. Dengan sumbangsih Imam al-Khalil, kampus-kampus dalam dunia Iislam dapat terus berkembang.

Apresiasi dan Kritik Ulama terhadap Kamus Al-‘Ain

Kitab Al-‘Ain memiliki manhaj yang sangat teliti. Kamus ini berperan penting dalam kemajuan kamus lain. Ini dilihat dari perhatian yang diberikan oleh ulama yang lain.

Ada ulama yang menambahkan kekurangangan kamus itu. Seperti kitab Al-Istidrak ‘Ala al-‘Ain karya imam As-Sadusi, dan kitab Fait Al-‘Ain karya Muhammad bin Abdul Wahhab A-Mathraz (W. 345 H).

Ada juga ulama-ulama yang mengkritisinya. Seperti kitab Ghalath Al-‘Ain karya Al-Khatib Al-Iskafi (W. 420 H), dan kitab Ar-Rad ‘Ala al-Khalil karya Abi Thalib al-Mufadhal (W. 308 H).

Di sisi lain ulama yang mendukung pun tak kalah banyak. Seperti kitab At-Tawassuth karya Ibnu Darid (W. 321 H), dan kitab Ar-Rad ‘Ala al-Mufadhal karya Darstawih (W. 347 H).

Kamus ini juga memberikan dampak yang luar biasa bagi madrasah penyusunan kamus pada zaman selanjutnya. Karena Ibnu Darid pun masih terinsipirasi dengan madrasah Al-khalil dengan membuat sedikit perubahan.

Ada juga ulama yang tidak melakukan perubahan.  Mereka meniru manhaj penyusun kamus bahasa Arab pertama itu. Seperti Imam Al-Qali (W. 356 H) yang menulis kamus al-Bari’, dan Imam Muhammad al-Azhari yang menulis Tahdzib Al-Lughah.

Kontributor

  • Fahrizal Fadil

    Mahasiswa Indonesia di Mesir, asal dari Aceh. Saat ini menempuh studi di Universitas Al-Azhar, Fakultas Bahasa dan Sastra Arab. Aktif menulis di Pena Azhary. Suka kopi dan diskusi kitab-kitab turats.