Dengan semakin berkembangnya seni sebagai produk budaya, musik sebagai produk seni juga semakin terus mengasah taringnya. Sementara sebagian ulama secara mutlak melarang mendengarkan lagu atau bermain musik. Padahal, perannya dalam membentuk peradaban suatu masyarakat tidak bisa dianggap sebelah mata.
Terlepas dari kontroversial yang ada, Lembaga Fatwa Mesir sendiri menyatakan bahwa hukum bermain musik atau mendengarkan lagu adalah mubah.
Syekh Ahmad Syalbi menjawab bahwa hukum lagu tak ubahnya berbicara. Jika tidak ada hal haram yang disebutkan di dalam liriknya atau tidak diiringi sesuatu yang mungkar seperti mabuk dan sebagainya, tentu syariat memperbolehkan.
“Mendengarkan lagu boleh-boleh saja selagi liriknya tidak mengajak kepada maksiat. Jika lagu tersebut tidak mengandung unsur yang diharamkan syariat, maka yang mendengarnya juga tidak akan berdosa,” ujar Aminul Fatwa Darul Ifta itu dikutip Masrawy.
Syekh Ali Jum’ah, Mantan Mufti Republik Mesir, juga telah berfatwa tentang hal ini. Menurutnya, lagu dan musik itu terbagi dua: ada yang mubah, ada juga yang haram.
Hal ini dikarenakan lagu itu tidak lain layaknya kalam. Jika isinya baik, maka kalam atau lagu itu juga baik, begitu juga sebaliknya. Syekh Ali Jum’ah memberi contoh lagu yang haram seperti lagu-lagu yang menyibukkan kita dari Allah SWT, lagu-lagu yang membangkitkan syahwat, dan yang semacamnya.
Baca juga: Pengaruh Musik pada Psikologi Manusia dalam Pandangan Al-Ghazali
Rasulullah SAW sendiri sangat menyukai kalam atau lagu yang bagus. Hal ini dijelaskan oleh Aminul Fatwa Syekh Muhammad Wusaam saat siaran langsung di laman resmi Facebook Darul Ifta dengan mengutip sebuah hadits,
عن عائشة قالت: دخل أبو بكر، وعندي جاريتان من جواري الأنصار، تغنيان بما تقاولت الأنصار يوم بعاث قالت: وليستا بمغنيتين، فقال أبو بكر: أمزامير الشيطان في بيت رسول الله صلى الله عليه وسلم؟ وذلك في يوم عيد، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: يا أبا بكر إن لكل قوم عيدا وهذا عيدنا
Hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari ini bercerita tentang Ummul Mukminin, Aisyah ra dan senandung dua orang budak.
Alkisah suatu hari Abu Bakar datang menemui Aisyah dan saat itu dia sedang bersama dua orang budak wanita.
Budak-budak tersebut adalah milik tetangganya dari kaum Anshar. Mereka bersenandung pilu. Lirik senandung tersebut mengingatkan Aisyah akan peristiwa pembataian kaum Anshar pada perang Bu’ats.
Ummul Mukminin itu membiarkan kedua budak tadi tetap bersenandung meski suara mereka tidak terlalu bagus. Tetapi Abu Bakar malah naik pitam. Bukan karena suara mereka, tetapi karena senandung itu sendiri.
“Mengapa bisa senandung yang ibarat seruling-seruling setan ini ada di kediaman Rasulullah Saw.?!” Abu Bakar marah besar. Kebetulan peristiwa itu terjadi saat Hari Raya Ied.
Baca juga: Ibnu Jubair Menenggak Tujuh Cangkir Anggur Lalu Berangkat Haji
Rasulullah Saw. langsung menenangkan, “Wahai Abu Bakar, sesungguhnya setiap kaum memiliki hari raya, dan sekarang ini adalah hari raya kita.“
Syekh Wusam melanjutkan penafsirannya terkait hadits di atas bahwa apa saja yang dilarang Rasulullah Saw., hal tersebut menjadi haram dan wajib seorang muslim untuk menghindarinya. Jika Nabi Saw. membiarkan suatu perkara, maka tidak mengapa untuk dilakukan.
Jadi, setiap lagu atau musik yang digunakan untuk keburukan, haram hukumnya. Tetapi jika bisa menjadi perantara untuk ketaatan, maka kita tidak boleh melarangnya.
“Hal yang diperbolehkan tidak boleh serta-merta dilarang karena kita akan menyulitkan orang-orang nantinya,” tambahnya.
Syeikh Wusam juga menjelaskan bagaimana hukum mendengarkan lagu-lagu romansa. Beliau menjawab bahwa hal itu diperbolehkan bagi mereka yang sudah memiliki pasangan. Cinta adalah hal yang manusiawi dan merupakan kebutuhan dua sejoli yang sudah halal terikat.
Beliau juga menambahkan, umat Islam juga diperbolehkan mendengarkan lagu atau menonton film kartun selama masih berada dalam koridor syariat.
Seseorang juga pernah bertanya kepada Syekh Ali Fakhr, Aminul Fatwa Darul Ifta. “Saya membesarkan anak-anak perempuan saya dengan pendekatan Islam, tapi mengapa mereka masih saja suka mendengar lagu?” tanya dia.
Syeikh Ali menjawab, “Jika lagu itu mengandung imoralitas, cabul atau hal tak pantas lainnya, maka kamu harus melarang mereka. Tapi jika hal-hal tersebut tidak ada, biarkan saja, karena itu bagian dari relaksasi hati.”
Dilansir dari Youm7, Syekh Ali menjelaskan bahwa hati juga membutuhkan relaksasi dan istirahat. Beliau mengibaratkan hal ini seperti ajakan Rasulullah SAW kepada Hanzhalah bin Abi Amir untuk beriman secara bertahap. Konon Hanzhalah mendapat julukan Pengantin Langit karena ia dimandikan langsung oleh malaikat saat gugur dalam Perang Uhud.