Majma’ Al-Buhuts Al-Islamiyah, sebuah lembaga riset Islam di bawah naungan Al-Azhar Mesir memutuskan bahwa hasil panen buah-buahan masuk dalam kategori hasil bumi yang wajib dikeluarkan zakat.
Lembaga riset Al-Azhar itu sebelumnya menerima pertanyaan dari seseorang, “Saya memiliki sawah yang saya tanami buah-buahan. Waktu panen tiba, apakah ada zakat yang wajib saya keluarkan?”
Komisi Fatwa Majma’ Al-Buhuts Al-Azhar menjelaskan bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai kewajiban zakat pada buah-buahan dan sayur-sayuran. Namun pendapat yang dipandang lebih kuat dan menjadi fatwa Al-Azhar adalah wajib zakat pada setiap setiap hasil bumi, baik sedikit atau banyak tanpa mempertimbangkan jumlah nishab dan haul.
Kemutlakan zakat ini adalah pandangan mazhab Hanafi dan Zhahiri. Ibnu Abbas, Mujahid, Hammad bin Abu Sulaiman, Umar bin Abdul Aziz dan Ibrahim An-Nakha’i pun menyatakan demikian. Termasuk pula Ibnu Al-Arabi dari kalangan Malikiyah.
Baca juga:
Adapun dalil yang menjadi landasan pendapat mereka adalah sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنفِقُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُم مِّنَ الْأَرْضِ
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 267)
Allah SWT tidak memerinci jenis hasil bumi yang dizakati, termasuk buah-buahan dan sayur-sayuran, dan juga tidak menentukan sedikit dan banyak kadarnya.
وَهُوَ الَّذِي أَنشَأَ جَنَّاتٍ مَّعْرُوشَاتٍ وَغَيْرَ مَعْرُوشَاتٍ وَالنَّخْلَ وَالزَّرْعَ مُخْتَلِفًا أُكُلُهُ وَالزَّيْتُونَ وَالرُّمَّانَ مُتَشَابِهًا وَغَيْرَ مُتَشَابِهٍ كُلُوا مِن ثَمَرِهِ إِذَا أَثْمَرَ وَآتُوا حَقَّهُ يَوْمَ حَصَادِهِ وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-An’am [6]: 141)
Ini menjadi nash yang menjelaskan kewajiban zakat pada semua jenis buah yang disebut. Dalam keumumannya, ayat di atas mencakup yang sedikit dan banyak dari hasil panen yang diperoleh.
“Abu Hanifah menjadikan ayat ini sebagai cerminan. Dengan itu dia melihat kebenaran.” kata Ibnu Al-Arabi.
Kemudian Rasulullah SAW bersabda,
فيمَا سَقَتِ الْسَمَاءُ ففيه الْعُشْرُ
“Dalam tanah yang diairi langit (air hujan), ada zakat sebesar sepersepuluh (10%).” (HR. Ahmad)
Sabda Nabi di atas berlaku umum mencakup sedikit dan banyak hasil panen. Hadits ini diriwayatkan Ali, Muadz, Mujahid, Abu Hurairah, Ibnu Umar, Basyir bin Sa’ad dan Anas. Selain itu, ada dua syarat dalam zakat. Yakni, haul dan nishab. Jika haul dalam buah-buahan tidak menjadi pertimbangan, maka nishab pun tidak menjadi pertimbangan pula.
Berdasarkan hal itu, Komisi Fatwa dalam Majma’ Al-Buhuts Al-Islamiyah melihat adanya kewajiban zakat dalam sayur-sayura dan buah-buahan, entah sedikit atau banyak. “Kewajiban ini mengandung unsur tanggung jawab yang telah digugurkan dan kepedulian pada kaum fakir miskin.” paparnya.
Lebih lanjut, lembaga riset Al-Azhar ini mengatakan bahwa hakekat zakat adalah pertambahan dan keberkahan bagi pemilik harta. Tidak dapat dibayangkan jika orang-orang yang sudah masuk golongan orang kaya kemudian tidak diambil sedikit dari hartanya. Hal ini tentu menyalahi tujuan syariat dalam rangka mewujudkan solidaritas dan kepedulian antar sesama anggota masyarakat.
Ibnu Al-Arabi, ulama mazhab Maliki sampai berkata, “Mazhab paling kuat, paling hati-hati menyangkut hak kaum fakir miskin dan paling utama untuk diamalkan dalam urusan mensyukuri nikmat adalah mazhab Abu Hanifah.”
Sempat Tidak Wajibkan Zakat Buah-buahan dan Sayur-sayuran
Mundur ke belakang, tepatnya Maret 2016, Majma’ Al-Buhuts Al-Islamiyah Al-Azhar menegaskan tidak adanya kewajiban zakat pada hasil panen tebu. Yang wajib dizakati adalah harta yang diperoleh dari perniagaan, emas dan perak, ternak tertentu dan hasil bumi yang menjadi makanan pokok.
“Buah-buahan dan sayur-sayuran tidak ada zakat di dalamnya.” terang lembaga riset Al-Azhar itu empat tahun silam.