Waktu berbuka
puasa ditandai dengan tenggelamnya matahari. Para muslim yang sedang bepergian
dengan pesawat bisa berpuasa lebih cepat atau lebih lama, sesuai dengan
pengumuman berbuka puasa yang biasa disampaikan oleh pramugari.
Lantas sebenarnya
kapan waktu berbuka puasa bagi para penumpang muslim saat beradadalam pesawat?
Pertanyaan di
atas dijawab oleh mantan Mufti Negara Mesir, Syeikh Ali Jum’ah. Orang yang
menaiki pesawat berbuka puasa ketika sudah mendapati matahari terbenam dan
tidak mengikuti waktu berbuka penduduk setempat.
Seperti yang
dilansir dari laman resmi Darul Ifta, Syeikh berkata bahwa Syariat Islam
mensyaratkan waktu imsak dan berbuka puasa dengan terbitnya fajar dan
terbenamnya matahari.
Allah SWT
berfirman,
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ
مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى
اللَّيْلِ
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari
benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang)
malam”. (QS:Al Baqarah: 187)
Turut diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim dari Umar Bin
Khatab ra., bahwa Rasulullah SAW. Bersabda,
إِذَا رَأَيْتُمُ اللَّيْلَ قَدْ أَقْبَلَ مِنْ
هَا هُنَا -وَأَشَارَ بِيَدِهِ نَحْوَ الْمَشْرِقِ- فَقَدْ أَفْطَرَ الصَّائِمُ
“Jika kamu melihat malam tiba dan menunjukkan tenggelamnya
matahari, maka orang yang berpuasa hendaknya berbuka.” (HR. Bukhari nomor 1954, Muslim, 1100).
Dalil-dalil di
atas menunjukkan bahwa waktu berbuka puasa ditandai oleh terbenamnya matahari dan
melihatnya secara langsung.
Perlu
diketahui, saat bepergian dengan pesawat, seorang muslim tidak mengikuti waktu
berbuka dari tempat dia bepergian atau waktu berbuka sesuatu tempat atau negara
yang dia tuju, melainkan mengikuti waktu matahari terbenam saat dia sedang
berada dalam pesawat.
Imam Fakhru
Ar-Razi dalam kitabnya, Tabyin Al-Haqaiq Syarah Kanzu Al-Daqaiq juga menjelaskan,
“Diriwayatkan bahwasanya Abu Musa Al-Dlarir, pengarang kitab Al-Mukhtashar,
ketika sedang berada di kota Iskandaria, ditanya perihal orang yang menaiki
menara Alexandria dan melihat matahari belum tenggelam. Padahal menurut
penduduk di wilayah lain Alexandria, matahari sudah tenggelam.
Pertanyaannya,
apakah orang yang menaiki menara ini diperbolehkan untuk berbuka puasa? Abu
Musa menjawab, “Tidak boleh, tapi boleh bagi penduduk Alexandria yang sudah
melihat matahari terbenam karena semua menyesuaikan dengan apa yang yang mereka
lihat.”
Jadi jika di suatu
wilayah ada yang melihat matahari sudah terbenam, maka boleh hukumnya untuk
berbuka puasa. Sedangkan masyarakat di sudut wilayah lain yang masih belum
melihat matahari terbenam, maka tidak diperbolehkan baginya untuk berbuka
puasa.
Hal ini
diperkuat dengan fatwa Ibnu Abidin dalam kitab Hasyiyatuhu, barang siapa
yang berada di tempat yang sangat tinggi, maka dia tidak boleh berbuka puasa sampai
melihat langsung bahwa matahari benar-benar telah tenggelam. Sebagaimana
penduduk setempat mendapati matahari telah tenggelam, seperti itu pula halnya
waktu sholat Fajar dan sahur.
Dari berbagai
dalil di atas dapat disimpulkan bahwa waktu berbuka puasa bagi mereka yang
sedang berpergian dengan pesawat adalah dengan benar-benar melihat tenggelamnya
matahari dan bukan berdasarkan waktu setempat.
Sebagai
contoh, jika si Fulan sedang berpuasa dan dia sedang menaiki pesawat dalam
perjalanan pulang dari Mesir ke Indonesia. Ketika dia sedang melintasi negara
Dubai, waktu menunjukkan pukul 18.39 sore dan menurut jadwal Ramadlan waktu
Dubai, seharusnya dia sudah boleh berbuka puasa.
Ketika Iqbal melongok
keluar jendela pesawat, dia melihat matahari belum terbenam. Maka Iqbal tidak
boleh ikut-ikutan berbuka puasa dengan waktu penduduk Dubai, melainkan menunggu
hingga terbenamnya matahari.
Sedangkan jika
waktu puasa terasa lebih lama dan memberatkan orang yang sedang berpergian, diperbolehkan
baginya untuk berbuka dikarenakan udzur karena safar, bukan karena berakhirnya
waktu puasa.
Mereka juga
wajib mengganti alias mengqadla puasa di lain hari.
Syeikh Ali Jum’ah
kembali menjelaskan, maka apa yang disampaikan pilot atau pramugiri tentang
watku berbuka yang menyesuaikan waktu setempat, tidak benar menurut syariat.
Syeikh juga
mencontohkan kasus lain saat seorang muslim berpergian dalam pesawat dan
melihat matahari terbenam. Beberapa saat kemudian dia melihat lagi matahari
terbenam untuk yang kedua kalinya. Biasanya hal tersebut dikarenakan saking
cepatnya pesawat dan pesawat tersebut sedang mengarah ke Barat.
Dalam kasus
ini, penumpang tersebut boleh membatalkan puasanya saat dia melihat terbenamnya
matahari di kali pertama, sesuai dengan dalil-dalil yang telah disebutkan di
atas. Wallahu subhanahu wa ta’ala a’lam.