Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Ibadah

Bolehkah Shalat Sunnah Qabliyah Dikerjakan setelah Shalat Fardhu?

Avatar photo
31
×

Bolehkah Shalat Sunnah Qabliyah Dikerjakan setelah Shalat Fardhu?

Share this article

Di antara shalat sunnah yang kerap dilaksanakan dan banyak kesempatan untuk melakukannya adalah shalat sunnah rawatib, yakni shalat sunnah yang mengiringi pelaksanaan shalat fardhu.

Shalat sunnah rawatib terbagi menjadi dua, yaitu; qabliyah (shalat sunnah yang dikerjakan sebelum shalat fardhu) dan ba’diyah (shalat sunnah yang dikerjakan sesudah shalat fardhu).

Lazimnya, shalat sunnah qabliyah dilaksanakan sebelum shalat fardhu. Sesuai dengan namanya “qabliyah”, yang berarti sebelum. Maka harusnya memang dikerjakan sebelum shalat wajib.

Namun, untuk melaksanakan shalat sunnah qabliyah, jarang sekali ada kesempatan untuk mengerjakannya (entah karena faktor apa). Maka dari itu, agaknya ini adalah solusi bagi mereka yang melewatkan shalat sunnah qabliyah, namun masih ingin mengerjakannya.

Baca juga: Berikut 21 Macam Shalat Sunnah Yang Jarang Diketahui

Syekh Zainuddin Ats-Tsani Al-Malibari (987 H) mengatakan;

يجوز تأخير الرواتب القبلية عن الفرض وتكون أداء ……. لا تقديم البعدية عليه لعدم دخول وقتها وكذا بعد خروج الوقت على الأوجه.

Boleh mengakhirkan  pengerjaan shalat sunnah qabliyah dari shalat fardhu (pelaksanaannya setelah shalat fardhu), dan shalatnya itu dianggap ada’ (shalat yang dikerjakan tepat pada waktunya). Namun tidak diperbolehkan mengerjakan shalat sunnah ba’diyah sebelum melakukan shalat fardhu, sebab belum masuk waktunya. Sebegitu juga tidak diperbolehkan mendahulukan shalat sunnah ba’diyah dalam konteks shalat qada’ (shalat yang dikerjakan di luar waktu aslinya) menurut qaul aujah (jadi pelaksanaannya itu harus setelah melaksanakan shalat wajib yang diqada’).  (Fath al-Mu’in bi Syarh Qurrat al-Ain bi Muhimmat ad-Din, halaman 159)

Bahkan menurut Imam Ramli, shalat sunnah ba’diyah dan qabliyah itu boleh dijamak dengan satu salaman. Namun dalam Tuhfat al-Muhtaj dikatakan bahwa, menjamak shalat sunnahnya itu dalam konteks mengakhirkan shalat sunnah qabliyah, yakni waktu mengerjakannya itu pasca shalat fardhu. (Abu Bakar Syatha Ad-dimyathi, I’anah at-Thalibin fi hall alfadz fath al-muin, 1/287)

Lantas mengapa shalat sunnah qabliyah yang dikerjakan setelah shalat fardhu tetap dikatakan shalat ada’, padahal lazimnya dikerjakan sebelum shalat fardhu, bukankah seharusnya menjadi shalat qada’ ? Abu Bakar Syatha Ad-dimyathi (1310 H) mengatakan;

)قوله: وتكون أداء) أي لأن وقتها يدخل بدخول وقت الفرض ويمتد بامتداده، فمتى فعلها فيه فهي أداء، سواء فعلها قبله أو بعده.

‘’Sebab waktunya shalat sunnah qabliyah itu dimulai dari masuknya waktu shalat fardhu, dan limit waktunya pun sama seperti halnya shalat fardhu. Maka kapan pun dilakukan dalam waktunya shalat fardhu, tetap dikatakan ada’, baik dilakukan sebelum maupun sesudahnya shalat fardhu.’’ (I’anah at-Thalibin fi Hall Alfadz Fath al-Muin, 1/287)

 

Kontributor

  • Ahmad Hidhir Adib

    Asal dari Pasuruan. Sekarang menempuh studi program Double degree di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang pada program studi PAI dan Fikih Muqaran dan tinggal Wisma Ma’had Aly UIN Malang.