Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Khutbah Jumat

Khutbah Jumat: Keimanan sebagai anugerah luar biasa dari Allah

Avatar photo
78
×

Khutbah Jumat: Keimanan sebagai anugerah luar biasa dari Allah

Share this article

KHUTBAH PERTAMA

Assalamualikum Warahmatullah Wabarakatuh

الحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِلْإِيمَانِ وَجَعَلَنَا مِنْ أَهْلِ اليَقِينِ، وَأَكْرَمَنَا بِنُورِ الهِدَايَةِ وَالإِسْلَامِ، فَالإِيمَانُ هُوَ النِّعْمَةُ العُظْمَى وَالعَطِيَّةُ الكُبْرَى الَّتِي بِهَا تَسْتَنِيرُ القُلُوبُ وَتَطْمَئِنُّ النُّفُوسُ. نَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَلَى فَضْلِهِ وَإِحْسَانِهِ، وَنَشْهَدُ أَنْ لا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وَنَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، المَبْعُوثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ، الَّذِي أَرْسَلَهُ اللَّهُ لِيُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَىٰ يَوْمِ الدِّينِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا.

أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا عِبَادَ اللَّهِ، أُوصِيكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللَّهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ,فَإِنَّ الإِيمَانَ هُوَ أَعْظَمُ هِبَةٍ مَنَحَهَا اللَّهُ لِعِبَادِهِ، بِهِ تَسْتَقِيمُ الحَيَاةُ وَتَتَحَقَّقُ السَّعَادَةُ فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، فَهُوَ نُورٌ يَهْدِي إِلَى الحَقِّ، وَسَكِينَةٌ تَطْمَئِنُّ بِهَا القُلُوبُ، وَرِفْعَةٌ تَرْفَعُ الإِنْسَانَ فَوْقَ المَادِّيَّاتِ لِيَرْتَبِطَ بِالسَّمَاءِ.

قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتۡ قُلُوبُهُمۡ وَإِذَا تُلِيَتۡ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتُهُۥ زَادَتۡهُمۡ إِيمَٰنٗا وَعَلَىٰ رَبِّهِمۡ يَتَوَكَّلُونَ.

Alhamdulillahi, segala puji bagi Allah SWT  yang telah memberikan kita nikmat terbesar, yaitu iman. Salawat dan salam kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, yang membawa kita dari kegelapan menuju cahaya Islam.

Jama’ah Jumat yang dirahmati Allah,

Pada kesempatan ini, mari kita renungkan keagungan nikmat iman yang Allah anugerahkan kepada kita. Iman adalah karunia yang tidak bisa diukur dengan harta atau kekayaan dunia. Iman merupakan cahaya yang Allah tanamkan dalam hati kita, sesuatu yang sangat berharga dan luar biasa.

Kita beriman kepada Allah meskipun tidak pernah melihat-Nya dengan mata kepala. Iman kepada Allah bukanlah sesuatu yang bisa didasarkan hanya pada akal dan bukti empiris yang kasat mata. Bahkan, iman melampaui rasionalitas dan empirisme, tetapi ini bukan berarti bahwa iman bertentangan dengan akal.

Allah SWT berfirman:

وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ حَبَّبَ إِلَيۡكُمُ ٱلۡإِيمَٰنَ وَزَيَّنَهُۥ فِي قُلُوبِكُمۡ وَكَرَّهَ إِلَيۡكُمُ ٱلۡكُفۡرَ وَٱلۡفُسُوقَ وَٱلۡعِصۡيَانَۚ أُوْلَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلرَّٰشِدُونَ

“Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekufuran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” (QS. Al-Hujurat: 7)

 

Ayat ini mengajarkan bahwa iman adalah karunia Allah yang menghiasi hati kita. Iman ini membuat kita kuat dalam menghadapi tantangan hidup dan memberi kita ketenangan di tengah ujian dan cobaan.

Dalam hal ini, Syekh Ali Jum’ah, mantan Grand Mufti Besar Mesir, sering menegaskan bahwa iman melampaui rasionalitas, tetapi iman dan akal saling melengkapi. Akal adalah alat yang penting dalam mendukung keimanan, tetapi iman itu sendiri adalah anugerah dari Allah yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan dengan logika. Wahyu dan akal, menurut Syekh Ali Jum’ah, adalah dua sumber pengetahuan yang saling melengkapi.

Dalam kuliahnya, Syekh Ali Jum’ah membahas tentang empat pilar akal dalam pemikiran Islam, yaitu akal, pancaindra yang sehat, realitas yang dapat dirasakan, dan informasi sebelumnya. Akal digunakan untuk memahami wahyu dan memandu kita dalam kehidupan, namun wahyu memberikan wawasan yang melampaui batas-batas akal.

Jamaah Sekalian,

Untuk memahami “mewahnya” keimanan dalam beragama secara filosofis, kita perlu melihat iman sebagai sesuatu yang tidak dapat diukur oleh standar material, empiris, atau rasional biasa. Iman adalah anugerah yang menghubungkan manusia dengan Yang Transenden atau Tuhan—sesuatu yang melampaui batas-batas akal.

Dalam kerangka ini, kemewahan iman terletak pada fakta bahwa ia memberikan rasa kepastian, ketenangan batin, dan makna hidup yang tidak bisa diberikan oleh bukti empiris atau logika. Iman melibatkan dimensi metafisika di mana manusia menerima kebenaran tanpa memerlukan pembuktian pancaindra.

Hadirin Sekalian,

Hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas RA   mengungkapkan sebuah pelajaran yang mendalam tentang hakikat keimanan. Dalam percakapan antara Rasulullah SAW dan para sahabatnya, kita dibawa untuk merenungkan siapa sebenarnya yang memiliki iman paling menakjubkan. Para sahabat awalnya menyebut para Malaikat, yang dengan sempurna melaksanakan perintah Allah tanpa ragu. Namun, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa keimanan para Malaikat tidaklah mengejutkan, karena mereka berada dalam kesempurnaan yang terus-menerus berada di bawah pengawasan Allah.

Ketika para sahabat mengira bahwa para Nabi adalah orang-orang dengan iman paling mengagumkan, Rasulullah SAW kembali menegaskan bahwa meskipun para Nabi memiliki iman yang luar biasa, iman mereka didukung oleh wahyu langsung dari Allah melalui Malaikat Jibril. Begitu pula, keimanan para sahabat, meskipun besar dan kuat, adalah hasil dari mereka yang menyaksikan sendiri mukjizat-mukjizat Rasulullah dan mendengar langsung wahyu Allah yang disampaikan kepada mereka.

Namun, pada akhirnya, Rasulullah SAW menegaskan bahwa yang paling menakjubkan adalah keimanan orang-orang yang datang setelah beliau, yang tidak pernah melihat Rasulullah, tidak menyaksikan mukjizat-mukjizatnya, tetapi tetap beriman kepada beliau dan risalahnya. Mereka percaya tanpa melihat, mereka membenarkan tanpa pernah merasakan kehadiran fisik Nabi. Keimanan mereka lahir dari keyakinan yang tulus, meskipun berada di tengah-tengah berbagai tantangan zaman.

Keimanan yang digambarkan dalam hadis ini adalah sesuatu yang luar biasa. Ini adalah iman yang tidak bergantung pada bukti fisik atau pengalaman langsung, tetapi bersumber dari keyakinan mendalam yang mengakar di hati. Iman ini mengajarkan kita bahwa percaya pada sesuatu yang tidak terlihat bukanlah kelemahan, melainkan kekuatan besar yang menunjukkan kebesaran spiritual seseorang.

Iman, dalam konteks ini, adalah sesuatu yang melampaui logika dan rasionalitas biasa. Ketika seseorang memilih untuk percaya, meski tidak ada bukti yang kasat mata, ia menunjukkan keberanian yang luar biasa. Keimanan ini menjadi bukti bahwa ada sesuatu yang lebih besar dari apa yang bisa dirasakan oleh indera kita. Iman membawa seseorang kepada tingkat kesadaran spiritual yang lebih tinggi, di mana kebahagiaan sejati tidak tergantung pada hal-hal duniawi, melainkan pada hubungan yang kuat dengan Allah dan Rasul-Nya.

Jamaah Sekalian,

Para sahabat Rasulullah SAW adalah sosok-sosok yang menerima Islam bukan karena terpesona oleh mukjizat, melainkan karena keyakinan mendalam akan kebenaran risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Mereka adalah orang-orang yang mendengar dakwah Nabi dengan hati yang terbuka, menerima ajaran Islam karena cahaya iman yang masuk ke dalam jiwa mereka.

Keimanan mereka bukanlah hasil dari melihat hal-hal yang luar biasa atau fenomena Ajaib yang empiris, melainkan lahir dari pemahaman yang tulus akan pesan Islam yang penuh keadilan, kasih sayang, dan kemanusiaan. Dengan begitu, mereka mengajarkan kepada kita bahwa iman yang sejati datang dari kesadaran dan penerimaan terhadap kebenaran, bukan dari keajaiban fisik.

Jamaah Sekalian,

Imam Al-Ghazali menekankan bahwa keimanan yang sejati adalah anugerah dari Allah, dan bahwa iman tidak sepenuhnya bisa dijelaskan oleh rasionalitas. Keimanan ini memberikan ketenangan batin dan kepastian dalam menghadapi hidup, di mana akal sering kali tidak bisa menjangkau.

Al-Ghazali juga berpendapat bahwa cahaya yang sebenarnya adalah Allah SWT, dan sebutan cahaya selain Dia hanyalah majaz (kiasan). Ini menunjukkan bahwa keimanan yang mendalam dapat dituangkan dalam konsep cahaya yang tidak sepenuhnya dapat dinarasikan melalui metode rasional dan empiris

Namun demikian, Imam Al-Ghazali juga menekankan bahwa meskipun iman bersumber dari cahaya Allah, akal tetap harus digunakan untuk menjaga agar kita tidak terjerumus ke dalam kebingungan atau kekeliruan dalam memahami agama. Keseimbangan ini adalah hal yang penting agar kita bisa beragama dengan benar.

Jama’ah yang Dimuliakan Allah,

Seperti yang disampaikan oleh Imam Ghazali bahwa Iman dan akal adalah dua anugerah besar yang Allah berikan kepada kita. Iman memberi kita keyakinan dan kepastian dalam hidup, sedangkan akal membantu kita memahami ajaran agama dengan benar dan menghindarkan kita dari fanatisme buta. Ketika keduanya berjalan seiring, kita dapat menjalani agama dengan penuh kebijaksanaan.

Meskipun iman adalah sesuatu yang luar biasa, mengasah potensi akal tetaplah penting. Akal adalah anugerah lain dari Allah yang perlu kita manfaatkan untuk memahami lebih dalam ajaran agama. Akal menjaga kita dari fanatisme buta terhadap doktrin, memastikan bahwa kita tidak hanya menerima ajaran agama tanpa berpikir, tetapi juga merenungkan, memahami, dan mendalami setiap ajaran agama tersebut.

Marilah kita selalu menjaga iman kita sebagai karunia yang sangat berharga, dan pada saat yang sama, mari kita terus mengasah akal kita agar kita dapat memahami agama dengan lebih baik. Dengan iman, kita akan merasakan ketenangan batin dan keyakinan dalam setiap langkah hidup, dan dengan akal, kita akan menjaga diri dari kesalahan pemahaman dan fanatisme yang menyesatkan.

Semoga Allah SWT senantiasa meneguhkan iman kita, memberikan kita kemampuan untuk menggunakan akal kita dengan benar, dan menjauhkan kita dari kesesatan. Semoga kita selalu berada di jalan yang lurus, dengan iman yang kuat dan pemahaman agama yang benar.

بَارَكَ اللَّهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ. أَقُولُ قَوْلِي هَٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ لِي وَلَكُمْ وَلِوَالِدِي وَلِوَالِدَيْكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ. فَاسْتَغْفِرُوا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.

KHUTBAH KEDUA

اَلْحَمْدُ ِللّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ

 فَيَاعِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ   قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِيْ كِتَابِهِ اْلعَظِيْمِ: إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ اَلِهِ وَأًصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ. وَعَلَيْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ  

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِماَتِ وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ يَا قَاضِيَ اْلحَاجَاتِ. رَبَّنَا افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَا بِاْلحَقِّ وَأَنْتَ خَيْرُ اْلفَاتِحِيْنَ   اَللهُمَّ إِنَّا نَسْـأَلُكَ اِيْمَانًا دَائِمًا، وَنَسْأَلُكَ قَلْبًا خَاشِعًا، وَنَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَنَسْأَلُكَ يَقِيْنًا صَادِقًا، وَنَسْأَلُكَ عَمَلاً صَالِحًا، وَنَسْأَلُكَ دِيْنًاقَيِّمًا، وَنَسْأَلُكَ خَيْرًا كَثِيْرًا، وَنَسْأَلُكَ  الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ وَنَسْأَلُكَ تَمَامَ الْعَافِيَةِ، وَنَسْأَلُكَ الشُّكْرَ عَلَى الْعَافِيَةِ، وَنَسْأَلُكَ الْغِنَاءَ عَنِ النّاس اَللّٰهُمَّ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا صَلاَتَنَا وَصِيَامَنَا وَقِيَامَنَا وَتَخُشُّعَنَا وَتَضَرُّعَنَا وَتَعَبُّدَنَا وَتَمِّمْ تَقْصِيْرَنَا يَا اَللهُ يَااَللهُ يَااَللهُ يَااَرْحَمَ الرَّحِمِيْن

اَللّٰهُمَّ زِدْنَا إِيْمَانًا وَتَوْفِيقًا، وَاجْعَلْنَا مِنَ الَّذِيْنَ تَطْمَئِنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِكَ. اَللّٰهُمَّ قَوِّ إِيْمَانَنَا بِكَ، وَاجْعَلْنَا مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَهْدُوْنَ بِنُوْرِ الْهُدَى، وَزَيِّنْ إِيْمَانَنَا فِيْ قُلُوْبِنَا، وَكَرِّهْ إِلَيْنَا الْكُفْرَ وَالْفُسُوْقَ وَالْعِصْيَانَ. اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ الرَّاسِخِيْنَ فِيْ إِيْمَانِهِمْ، وَمِنَ الَّذِيْنَ يَتَوَكَّلُوْنَ عَلَيْكَ فِي كُلِّ أُمُوْرِهِمْ.

رَبَّنَا أَتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ 

عِبَادَ اللهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهىَ عَنِ اْلفَحْشَاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَر

Kontributor

  • Mabda Dzikara

    Alumni Universitas Al-Azhar Kairo Mesir dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sekarang aktif menjadi dosen di IIQ Jakarta.