Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Kisah

Gus Baha jelasakan adab dan tatakrama harus didahulukan daripada perintah

Avatar photo
27
×

Gus Baha jelasakan adab dan tatakrama harus didahulukan daripada perintah

Share this article

KH. Bahaudin Nursalim atau karib disapa Gus Baha menjelaskan bahwa status adab dan kesopanan mesti dimenangkan atau didahulukan daripada menaati perintah. Jika keduannya datang pada waktu yang bersamaan, maka adab lah yang harus diutamakan.

Gus Baha memberi contoh bagaimana dulu Nabi Muhammad Saw melarang para sahabat berdiri ketika beliau tengah melintas. Meskipun begitu para sahabat tetap keukeuh berdiri  sebagai bentuk hormat dan sopan kepada Rasulullah saw. Akhirnya lama kelamaan Nabi pun membiarkannya.

Baca juga: Gus Baha jelaskan kesalahan yang disenangi Allah

Dari kasus inilah para ulama ushul fiqih kemudian menghasilkan produk kaidah yang berisi bahwa menjaga adab itu lebih didahulukan daripada mematuhi sebuah perintah.

Kiai kenamaan asal Rembang itu lalu menceritakan pengalaman pribadi yang beliau alami saat bertamu ke kediaman Mbah Moen. Walaupun jauh sebelumnya Mbah Moen memberi maklumat perintah dengan mempersilakannya datang kapan saja tapi tetap saja Gus Baha lebih mengedepankan adab dan mempertimbangkan waktu yang pas.

“Misalnya, Ha’ kalau kesini tak usah salam, silakan datang kapan saja. Tapi saya tetap menjaga jarak, misal ketika waktu sibuk dan waktu qoilulah beliau.” jelas Gus Baha dilansir dari Channel Santri Gayeng

Baca juga: Gus Baha angkat bicara tentang orang yang berfatwa modal terjemahan

Sebagaimana halnya juga pernah ada satu kisah yang diceritakan oleh KH. Idris Jamaludin, Jawa Timur tentang seorang santri yang menahan kentut demi menjaga sopan santun di hadapan  kiainya.

Al kisah ada seorang santri yang diminta kiainya untuk menemani pergi ke suatu tempat untuk hajat tertentu. Saat di tengah perjalanan si santri menarik rem motornya secara mendadak dan membikin kiai yang dibonceng kaget dan penasaran.

“Kenapa kok ngerem mendadak, cung..?” tanya kiai.

“Anu kiai….saya kebelet kentut. Saya izin turun sebentar dan menjauh dulu.” jawab si santri dengan terbata-bata.

“Saya dikentutin saja tidak apa-apa. Ada acara berhenti segala…hehe” sanggah kiai dengan santai.

Dalam kasus seperti ini meskipun sudah ada perintah dan kebolehan kentut pada waktu itu juga. Maka sebaiknya jadilah santri yang beradab dan tetap mendahulukan sopan santun.

Jangan sampai malah berpikiran dursila; “Ah mumpung dapat momen langka seperti ini. Toh, sudah diberi izin, kapan lagi bisa ngentutin kiai.”

Ketika ada tatakrama dan perintah tidak bisa dijalankan secara bersamaan, maka tatakrama lah yang harus didahulukan.

 

Kontributor