Scroll untuk baca artikel
SanadMedia
Pendaftaran Kampus Sanad
Kisah

Imam Haramain dan ASI Tetangga

Avatar photo
40
×

Imam Haramain dan ASI Tetangga

Share this article

Bisnis penerbitan era klasik semua serba manual. Untuk memperbanyak kopian naskah, penerbitan harus memperkerjakan banyak penyalin. Sebagai ulama yang punya keterampilan menulis, Imam al-Juwaini (438 H) melamar kerja di sebuah penerbit sebagai penyalin.

Kebutuhan hariannya dihidupi oleh upah dari penerbit. Hingga pada saatnya, dari keterampilannya mengelola uang, Imam al-Juwaini bisa membeli budak perempuan sebagai teman hidup. Seorang perempuan berdedikasi dan salehah.

 Menikah, baik dengan perempuan merdeka atau budak pada era itu bukan hal mudah. Pada era itu, salah satu opsi yang legal berkeluarga dan berketurunan, baik secara tradisi maupun agama, adalah dengan cara mengambil budak.

Kehidupan terus berjalan, budaknya hamil. Ia makin disayang. Waktu berlalu, tibalah saat melahirkan. Karena tak setiap waktu ada di rumah karena posisinya sebagai ulama, juga pekerja di penerbitan, Imam al-Juwaini merasa perlu berkata dengan nada serius, “Anak ini tidak boleh disusui kecuali hanya oleh kamu seorang. Tak boleh ada campur tangan orang lain.”

 Naas, suatu ketika sang ibu sedang tak enak badan. Anaknya menangis hingga jeritannya terdengar tetangga. Tak disangka, seorang ibu-ibu masuk rumah memastikan keadaan. Supaya anak kecil itu tenang, mulutnya disumpal oleh putingnya. Imam Haramain kecil itu diberi asi oleh tetangganya.

Sesaat kemudian, sang ayah datang. Melihat anaknya diberi asi oleh wanita lain, bayinya langsung diambil, kepalanya dijungkir sambil tangannya mengurut perutnya. Tak hanya itu, ia masukkan jarinya ke mulut bayi sampai ia memuntahkan asi yang ia minum.

Sambil kesal, ia berkata, “Mending anakku mati dari pada karakternya rusak sebab pengaruh asi orang lain!”

Imam al-Juwaini begitu percaya bahwa asi memberi pengaruh pada seorang anak. Makanya beliau sangat hati-hati dan selalu mewanti-wanti “istrinya”. Hal itu akhirnya juga dipercaya oleh Imam Haramain.

Makanya, kelak, saat ia kalah dalam perdebatan ilmiah, beliau bilang, “Ini pasti gara-gara masih ada sisa dari asi itu,” sebagaimana dikisahkan oleh Ibnu Khalikan 1282 H dalam Wafayatul A’yan.

Nama lengkap Imam Haramain ialah Abu Ma’ali Abdul Malik in Abdullah al-Juwaini (419 H – 478 H). Beliau ulama besar dalam mazhab Syafi’i dan guru dari Imam al-Ghazali. Salah satu karyanya dalam ushul fikih, al-Waraqat banyak dikaji di pesantren-pesantren di Indonesia. Ayahnya bernama Abdullah bin Yusuf Abu Muhammad al-Juwaini.  

Kontributor

  • Alfan Khumaidi

    Alumni Blokagung yang kini berdomisili di Mesir. Meminati kajian keislaman dan aktif di PCI NU Mesir.